Cari Blog Ini

Cerpen

  • cerpen
  • cerpen islami
  • cerpen motivasi
  • cerpen romantis

SEJARAH PERADABAN ISLAM




DAFTAR ISI

 

BAB I

REVOLUSI ISLAM DALAM LINGKUNGANYA


            Sulit untuk menulis secara obyektif tentang timbulnya islam atau juga tentang agama lain dimanapun juga. Dengan mengesampingkan keyakinan-keyakinan perorangan jelasan asal-usul agama yang  bersangkutan. Banyak buku yang telah ditulis mengenai kehidupan dan karya Muhammad (SAW) dan secara rinci telah dipelajari secara cermat dan dianalisis secara sempurna mengenai kegiatan-keiatanya. Namun demikian, fakta-fakta ini tidak menjelaskan semua kegiatan ini dan juga tidak memudahkan kita untuk memahami motif-motifnya. Tentu saja setiap penjelasan terkait dengan penafsiran terhadap kegiatan-kegiatan tersebut dan wajarlah kiranya para sejarawan berbeda-beda dalam memberikan penafsiran. Banyak yang mengatakan bahwa islam itu lahir di Arab dan beberapa argument-argumen yan telah dilontarkan oleh para ahli. Ada cukup alas an untuk mendukung setiap teori yang dilontarkan tetapi banyak paraahli tidak menaruh perhatianya pada kondisi-kondisi Arab secara keseluruhan. Padahal penelitian semacam ini penting bila kita ingin mengetahui dan memahami kondisi  Mekah dan berbagai kegiatan Muhammad (SAW) baik di Mekah aupun di Madinah. Tetapi ini merupakan pekerjaan yang amat sulit dan secara jujur, ketidakcermatan mengenai hal ini merupakan kesalahan pengkaji pertamanya. Untung saja  pengkajian-pengkajian saat ini lebih besar perhatianya diletakan ada persoalan ini dan beruntung kita dapat memperoleh suatu karya yang sangat diperlukan dari para sarjana seperti M.J Kister. Suatu gambaran yang jelas saat ini mengenai hubungan-hubungan ang sangat rumit  di Negara Arab sebelum timbulnya Islam. Hubungan ini menyangkut para penduduk mekkah dengan para penduduk disebagian wilayah Arab lainya baik yang nomad dan yang menetap. Dalam dunia perdagangan yang semakin berkembang, perdagangan internasional dalam skala luas yang melibatkan dua kekuatan esar saat itu yaitu kerajaan sasaniyyah dan Byzantium. Wajarlah kepentingan-kepentingan dua kerajaan ini membawa akibat yang sangat luas terhadap kerajaan Arab itu sendiri. Walaupun mereka telah menduduki yaman sekitar tahun 570-575 M dan menguasai kedua teluk persia mereka memanfaatkan vassal-vasal mereka yaitu raja-raja Hira di wilayah perbatasan sebelah barat daya, umtuk menundukkan suku-suku Arab diwilayah pegunngan Arab tengah dengan kekerasan. Tetap kebijakan ini haya menyebabkan lemahnya kerajaan Hira dan berakhir dengan kejatuhanya. Bukan suatu hal yang kebetulan kejatuhan kerajaan Hira berbarengan dengan kebangkian Mekkah menjadi kota yang makmur dan kuat.
            Kerajaan Byzantium barang kali lebih realistic dalam kebijaksanaan mereka dinegara Arab ini. Sementara mereka menghindari petualangan militer diwilayah Arab, mereka menyakskan dan mungkin mendorong usah kerajaan Abysinnia yang seagama dalam menaklukkan Yaman pada tahun 525 M dan menyerang Mekkah dalam rangka menguasai jalur perdagangan Yaman-Syria. Setelah kegagalan itu kerajaan Byzantium merasa puas dengan melakukan kegiatan-kegiatan diplomatic dengan maksud mengembangkan pwngaruh mereka kewilayah selatan.
            Tidak mugkin memperlakukan Mekkah dalm pengertian lain selain perdagangan karena satu-satunya alas an keberadaanya adalah perdagangan. Pada mulanya didirikan sebagai pusat perdagangan local disekitar tempat kegiatan agama. Sebab, merupakan yempat suci maka para pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan mereka harus menghentikan permusuhan selam mereka bermukim disana. Untuk menjamin keamanan dalm perjalanan suatu siste yang rinci mengenai bulan-bulan suci, ibadah haji, dan ibadah keagamaan lainya ditetapkan dengan suku-suku sekitar atau yang berada disekitarnya. Keberhasilan system ini menghasilkan perdagangan (pasar-pasar) baru. Untuk menandai suku-suku yang terikat dalam system tersebut mereka meletakkan lambing-lambang sesembahan mereka ke ka’bah tempat suci di Mekkah.
            Perubahan nyata dalam keberhasilan Mekkah terjadi dengan perubahan perdagangan local menjadi internasional. Hal ini menjadi bukti keberhasilan Hasyim kakek dari kakek Nabi Muhammad SAW yang hidup sekitar abad ke-6 M. ia memiliki keahlian, kontak-kontak dan surplus perdagangan didalam negeri sendiri yang dapat disalurkan dipasar-pasar Asing. Dia mendapat jaminan keamanan dari kaisar Byzantium bagi saudagar Mekkah dan barang-barang daganganya ketika mereka mengunjungi Syria.
            Sekarang Hasyim beralih kepihak yang lebih sulit dalam perjanjian Arab, yaitu pihak Arab. Keamanan para kafilah niaga Mekah tergantung pada sikap berbagai suku yang sebagian mereka tidak ikut dalam system Mekah tersebut. Kepada suku-suku ini hasyim memberikan usul yang memberikan mereka pasarbagi barang-barang produksi mereka dan memberikan keuntungan atas barang-barang mereka. Para pedagang mekah akan dengan mudah membawa barang dagangan ke Syiria. Dan pada saat mereka kembali mereka membayarkan kembali pada calon-calo mitra datangnya modal dan semua keuntungan. Sebagai  imbalanya mereka akan memberikan imbalan kepada kafilah mekah berupa jaminan keamanan diwilayah mereka. Sedangkan mengenai sukuisuku yang telah ikut ambil bagian dalam perdagangan local di Mekah dan karena itu telah mengenal tempat-tempat suci dan bulan-bulan suci serta ibadah keagamaan lainya serta bersedia  mempertahankan tempat dan bulan-bulan suci terebut. Mereka muncul sebagai hums suatau kata yang menunjukkan makna ide-ide keberanian, keteguhan dan agama dan juga pengabdian kepada tempat ibadah. Dengan demikian Mekah dikataan sebagai darul hums, ka’bah dikatakan sebagai al-khamsa. Persekutuan ini menyangkut suku Quraisy dan penduduk Mekah dan banyak suku yang tinggal disebagian wilayah Arab dan tidak berasal dari suku yang sama yang lebih penting adalah banyak dari suku-suku ini banyak menguasai jalur-jalur perdagangan diwilayah jazirah tersebut.
            Untuk memmperkuat persekutuan hums tersebut orang-orang Quraisy dengan suku-suku lainya dengan kekuatan dan pengabdian kepada persemakmuran mekah. kister telah menunjukkan tanpa ketaguan bahwa hubungan Quraisy dan suku-suk Tamim pada waktu itu memberikan kekuasaan kepada para pemimpin untuk mengurus pasar yang ada diwilayahnya dan bahkan kekuasaan untuk melaksanakan ibadah haji. Pendapat lalin dari Kister yang tampaknya beralasan beralasan bahwa sebagian suku-suku Tamim ikut ambil bagian dalam milisi antar suku untuk menjaga Mekah dan pasar-pasarnya.
            Di Mekkah sendiri Hasyimlah yang melakukan Revolusioner. Tindakan ini berupa pemberian keuntungan kepada orang-orang muslim sebagai imbalan atas pekerjaaan mereka atau boleh jadi sebagai pembayaran atas investasi modal kecil bagi sanak keluarga yang miskin. Kerjasama ini berbarengan dengan kerangka kerja yang rapi dari berbagai persekutuan dan persetujuan yang terorganisasilan degan baik sekalidan tentu saja memakmurkan berbagai pihak. Dalam kenyataanya memang ia sangat berhasil untuk menghadapi tekanan-tekanan dalam persaingan yang sangat luas dalam perdagangan yang semakin berkembang. Menjelang masa Muhammad, terlihat ada kecenderungan di Mekah bahwa kekayaan akan disentralisasikan kepada sebagian rakyat kecil. Dikemukakan bahwa pembentukan beberapa persekutuan terbatas pada kelompok suku    Quraisy yang sebenarnya suatu usaha untuk memonopoli perdagangan kesuatu arah tertentu.
            Diluar Mekah, beberapa organisasi persemakmuran itu juga berjuang untuk menuntut kanaikan atau bahkan penurunan bayaran pajak mereka kepada Quraisy. Sebab-sebab beberapa peperangan seperti perang fijar dapat ditelusuri dari sejumlah percobaan-percobaaan dari sejumlah suku-suku disepanjang jalur-jalur perdagangan untuk menguasai wilayah suku-suku lain. Disamping itu perluasan daerah perdagangan mendorong  tumbuhnya beberapa buah kota pasar yang mengembangkan kekuatan dan kekayaan kelompok-kelompok masyarakat yang menetap di kota tersebut. Tetapi tidak menguntungkan suku-suku nomad disekitarnya. Sebagai konsekuensinya, timbullah ketegangan antar suku-suku yang menetap dan yang berpindah-pindah. Namun demikian tidak ada satupun yang tampil untuk memberikan saran tentang bagaimana menciptakan suatu keseimbangan antar persekutuan tersebut kecuali Muhammad.
            Dia adalah salah seorang yang turut ikut ambil bagian dalam perdagangan ini dan dia tidak dapat menutup mata bahwa tidak hanya kehidupan suku Quraisy tetapi banyak kehidupan suku lainya dan karenanya dia menyarankan untuk meletakkan dasar yang adil untuk mempertahankanya. Mekkah memiliki tempat-tempat peribadahan yang erat kaitanya dengan kegiatan perdagangan. Keyakinan-keyakinan agama Muhammad dan kepecayaan yang murni terhadap wahyu kerasulanya yang berasal dari Allah tidak perlu dibuktikan kebenaranya lagi. Upaya untuk mengkaji tentang upaya-upaya Muhammad di Mekah dan Negara-negara Arab tanpa memperhatikan perdagangan sama halnya mengkaji kawait atau arab tanpa memperhatikan minyak.
            Pada mulanya Muhammad menetapkan untuk memimpin perombakan dari dalam system itu sendiri, secara konsisten dia mengajarkan kepada para suku Quraisy harus menata rumahnya sendiri. Kerjasama antar yang kaya dan yang miskin adalah ajaran pokok Muhammad. Apabila ajaran ini telah dapat ditegakkan di Mekah sendiri, maka ia akan mudah diterapkan dalam persemakmuran itu. Walaupu para pengiutnya yang pertama adalah golomgan kaya seperti utsman bin affan, hanya sedikit orang-orang yang memperhatikan peringatan-peringatanya. Perang ekonomik menyusul terjadi antara para pengikutnya dan orang-orang Quraisy. Pengikutnya yang kaya melakukan pemboikotan kepada sukunya. Dia berusaha mengirimkan beberapa para pengikutnya ke Abissinia, untuk melakukan hubungan-hubungan perdagangan yang bebas tetapi usaha itu segera digagalkan oleh bangsa Quraisy.
            Akhirnya Muhammad mulai berusaha mendapat bantuan diluar untuk menghadapi Mekkah. Dia berfikir bahwa ajaran-ajaranya akan lebih mudah diterima oleh masyarakat yang menetap. Namun, pilihanya ke Ta’if sangat mengejutkan karena dia tidak dapat mengharakan orang-orang saqif untuk menghadapi quraisy. Kemudian dalam keadaan kecewa ia mengharapkan bantuan dari para suku-suku yang dating kemekkah untuk berdagang pada musim haji, tetapi inipun juga tidak berhasil.
            Sementaa situasi Muhammad di mekah dengan sangat cepat semakin memburuk dan bahkan keselamatan jiwanya juga tidak terjamin. Tetapi jaminan keamanan justru berasal dari arah yang sama sekali tidak diharapkan, yaitu madinah. Penduduk madinah bukanlah penduduk yang aktif dan mengambil bagian dalam perdagangan mekah dan para sekutunya-sekutunya. Penduduknya tidak homogeny dan ketegangan antara masyarakat yahudi dan bukan yahudi. Dimana masyarakat dari suku aus dan kharaj yang saling berebut daerah kota dan segala sumberdayanya yang kebanyakan berada ditangan yahudi. Hal ibni menjadi penjelasan tentang tidak adanya kegiatan-kegiatan perdagangan berskala besar antara mekah dan madinah. Orang-oang madinah tentu menyadari keadaan-keadaan yang ada di mekah dan perlawanan terhadap Muhammad dan mereka juga mengambil sikap permusuhan terhadap mekah. Disamping itu sikap itu diambil sebagai suatu perlindungan kepada orang-orang quraisy dan mengundang muhammmad untuk hijrah ke madinah. Dengan semakin ruwetnya keadaan mekah justru memberikan kedudukan kepadanya sebagai penengah diantara mereka sendiri.
            Sebenarnya hanya sedikit penduduk madinah yang menganut agama baruersebut saaat ini. Karena itu kita terdorong untuk mencari lebih jauh tentang dibalik alasan yang tidak terduga dari warga madnah itu. Factor yan berperan dalam politik varab pada waktu itu adalah perdagangan mekah dan tiak ada alasan untuk menganggap warga madinah tidak memperhitungkan hal tersebut, tetapi yang penting disini adalah nbahwa warga madinah tidak hanya menerima Muhammad tetapi juga ke70 pengikutnya dari mekah dan menyediakan segala sesuatu ntuk menyambut mereka. Sebagai oran yang ikut ambil bagian dalam perdagangan di mekah hamper selama hidupnya. Muhammad telah menunjukkan reputasinya sebagai ,oran nyang dapat di percaya. Selain keahlianya dalam perdagangan kemampuan dalam organisasi merupakan eahlian dan kelebihan-kelebihanya yang tidak ternilai bahkan dimekah sendiri diakui. Tawar menawar yang a lot sebelum hujrahnya ke madinah dan berujung pada suatu akhir yang disebu sebagai ‘konstitusi madinah” yang aling penting adalah yang ikut dalam persemakmuran ini adalah tidak harus memeluk agama islam. Tetapi Muhammad mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap orang-orang madinah tidak hanya menyelesaikan persoalan-persoalan kecil dank arena itu menutut wewenang yang jauh lebuh besar. Walaupun kontitusi itu tidak menyebutkan persetujuan dagang sama sekali, tetapi a menjadi syarat bagi perjanjian-perjanjian kelompok lain di luar ummah itu.
            Tentu saja kegiatan-kegiaan di sekitar mekah ini diawasi oleh pihak quraisy dan boleh jadi mereka diterima dengan aik jika melakukan praktek-praktek dagang yang baik dan wajar. Orang-orang mekah menyadari bahwa syarat-syarat yang diajukan Muhammad alam persetujuan itu tidak akan dapat diterima dan konflik ekonomi yang terbatas itupun akan semakin berkembang. Kelompok mekah bertekad untuk melenyapkan setiap ancaman terhadap kekuatan mereka, yang ternyata mengalami kemunduran setelah madinah menyerbu jalur dagang menuju pasar mereka diwilaah utara.
            Stuai ini menimbulkan ketegangan baik didalam maupun diluar madinah. Dalam ummah yang baru saja terbentuk itu ketegangan-ketegangan ini sangat bergejolak. Kegagalan mereka terhadap perang(parit) merupakan kemenangan nyata dari pihak Muhammad. Dalam rangka memanfaatkan kemampan mereka untuk memulihkan kembali pandangan mereka yang telah berantakan, usaha-usaha yang dilakukan untuk menguasai lawan yang lemah itu berhasil dan dengan sikap yang tulus penuh maaf mereka diterima sebagai anggota terhoramat dalam ummahnya.
            Takluknya mekah sudah barang tentu sebuah kemenangan besar bagi kaum muslim dan para pengikut Muhammad alaupin ini bukan akhir dari persalan-persoalan yang dihadapinya. Pada mulanya memeluk agama islam bukan menjadi syarat dalam konstitusi madinah tetapi kini menjadi syarat yang harus diwajikan untuk mengikuti perjanjian tersebut.dan juga para pemeluk perjanjian itu harus membayar pajak, zakat, infak.  Hanifah adalah satu-satunya suku besar yang menolak pada kedua syarat tersebut,  namun tidak ada satupun tindakan yang diambil walaupun suku itu mempunyai nabi palsu.
            Permusuhan-permusuhan diarab itu telah menghadapkan Muhammad kepada suatu persoalan. Sebagai seorang yang bertanggung jawab untuk menghidupkan kembali perdagangan pada saat itu, dia mengirimkan ekspedisi sepanjang jalur utara untuk menunjukkan kekuatanya kepada  para penguasa Byzantium dan suku arab diperbatasan Syria. Walaupun Muhammad dalam jangka waktu kurang dari 10tahun telah berhasil menegakkan mekanisme yang d,iperlukan bagi sebuah pusat perdagangan besar namun dia tidak mempunyai cukup waktu untuk mengeksploitasi keberhasilanya itu. Resesi yang nyata yag timbul akibat kegiatan-kegiatanya ini mendorong orang-orang arab untuk menyerang wilayah-wilayah di sekitarnya. Dan tidak lama setelah wafatnya Muhammad mereka berhasil menegakkan/mendirikan sebuah kerajaan besar.
            Dalam semua kegiatan Muhammad dia bukanlah orang suka mengada-ada dan secara berulang-ulang ia meneknkan hal ini. Dia menekankan bahwa agamanya bukanlah agama yang baru dan uga agama yang di baanya adalah agama yang sama yang dibawa oleh nabi-nabi terdahuku sejak masa anabi irahim. Dalam pengertian nilai-nialai manusiawi, inovasii nyata yang dilakukan Muhammad adalah pengamalan-pengamalan prinsip kerjasama dalam semua ajaranya. Prinsip-prinsip kerjasama itu secara ketat di antar  para pengikut pesemakmuran itu. Muhammad sebagi nabi mengajarkan agama menjelmakan kerjasama dalam sema ajaranya. Muhammad sebagai pemimpin menegakkan masyarakat atas dasar kerjasama adalam semua hubungan kemanusiaan. Perjanjian-perjanjian ilaf atau persekutuan-persekutuan hums dengan semua implikasi keagamaan dan perdagangan di kesampingkan dalam rangka mendorong islam “pax islamis” dimana para pengiutnya didasarkan pada asas-asas kesamaan kedudukan. Muhammad tidak mendirikan sebuah Negara melainkan mengambil alih system dan memodifikasinya tetapi dengan kesadaran ia memberikan pengarahan dan tidak lupa pada tujuan akhirnya.



BAB II

MUNCULNYA TOKOH ABU BAKAR

            Walaupun Muhammad meninggal afgak mendadak setelah mengalami sakit. Beliau jelas mengalami ganguan kesehatan kurang lebih tiga bulan dan dalam usia 63 tahun. Setelah sakit dalam beberapa minggu, Nabi Muhammad Saw wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah), di Madinah. Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu- waktu. Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas mengatakan: “Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati.” Abu Bakar adalah gelar yang diberikan setelah masuk Islam. Nama seblum Islam adalah Abdul Ka’bah. Nama aslinya Abdullah bin Abu Quhafah keturunan bani Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Kal Al-Quraisy. Beliau lahir pada tahun ke-2 dari tahun gajah atau dua tahun lebih muda dari Nabi Muhammad Saw.  Abu Bakar memiliki budi pekerti yang baik dan terpuji. Di kalangan bangsawan Qurasy, beliau dikenal dengan sosok yang ulet dan jujur. Beliau merupakan pedagang yang kaya raya. Beliau berdagang dengan jujur sehingga orangorang tertarik untuk membeli barangnya. Sikap jujurnya hingga beliau mesuk terbawa Islam. Sejak Usia muda, Abu Bakar memiliki ikatan persahabatan yang kuat dengan Nabi Muhammad Saw. Ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi Nabi dan Rasul dengan menerima wahyu pertama, Abu Bakar merupakan orang dewasa pertama masuk Islam. Beliau mendapat gelar ash-shidiq atau orang jujur terpercaya karena beliau orang pertama mempercayai peristiwa perjalanan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Baitul Maqdis di Yerusalem, dilanjutkan dengan perjalann dari Baitul Maqdis ke sidrotulmuntaha dalam waktu semalam. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Meskipun ia telah diangkat sebagi khalifah ahkan ia masih harus memerah susu biri-biri  tetangganya untuk menambah penghasilanya. Sebelum para masyarakat menyadari akan kebutuhanya akan seorang pemimpin ummah yang purna-saat(full time). Maka baru pada saat itu ia mendapat imbalan dari kantong masyarakat meskipun itu hanya cukup untuk menutupi kebutuhanya pribadi dan juga keluarganya.
            Sesungguuhnya ummah itu memerlukan semua kekuatan yanag mungkin dikerahkan, tanpa terkecuali kekuatan dari pemimpinya. Pada saat nabi wafat seluruh wilayah arab belum tergabung dalam ummah tersebut. Bukan rahasia lagi selama tahun-tahun terakhir masa hayat nabi Muhammad  nabi-nab palsu telah lahir diwilayah Arab selatan dan tengah. Mereka menganggap bahwa kematian Muhammad adalah tanda-tanda berakhirnya masa kekuasaan nabi Muhammad. Keberhasilan nabi Muhammad dalam memberantas nabi-nabi palsu membawa beberapa dampak negative kepada masyarakat yaitu terhentinya proses perdagangan yang menyebabkan bertambahnya beban yang diakibatkan kemacetan perdagangan dan menyebabkan hilangnya sumber penghasilan. Bagi suku-suku yang memihak madinah situasi ini menyebabkan beban tambahan yaitu mereka harus membayar pajak, zakat, dan sadaqah.
            Oleh sebab itu beberapa orang suku arab bergabung dengan para nabi palsu itu untuk melawan islam dan melepaskan diri dari ikatanya dengan Madinah. Hanifah, sebuah suku besar diwilayah arab tengah, yang tidak bergabung dengan sekutu-sekutu Madinah bergabung memimpin kelompok-kelompok lain yang ada di sekitarnya. Ia memiliki apa yang dikenal sebagai nabi palsu, Musailamah yang tujuanya jelas ingin menegakkan pesemakmuran di Yamamah. Wilayah ini memiliki produksi pertanian yang tinggi dankomoditi pasarnya sejak dulu. Selain itu  letaknya yang berada ditegah-tengah wilayah timur dan barat dihancurkan untuk melemahkan Negara Muhammad. Di Yaman dan Arab selatan situasinya sangat rawan tetapi sepenuhnya memberikan harapan bagi madinah. Di situ terdapat apa yang memuncak hamper seperti kabangkitan nasional di Yaman yang beradab seperti dimasa lalu. Ia dipimpin oleh nabi palsu lainya yaitu Al-Aswad Al- Ansi. Para pendukungnya tentu diharapkan dari masyarakat petani di Yaman, akan tetapi pada saat itu terjadi perpecahan didalam negeri. Sejumlah besar kelompok suku secara terbuka menentang gerakanya dan memihak kepada Madinah. Mereka menyadari bahwa tanpa bantuan Madinah mereka kehidupan mereka tidak dapat diperbaiki lagi dan resikonya cukup jelas. Al-Asy’As Bin qais al-kindi, salah seorang pemimpin pemberontakan itu, memiliki tanah pertanian yang luas di Hadramaut, sementara Abu musa al-asy’ari, muslim pertama yang tetap setia dalam Islam, hamper dapat dikatakan sebagai wakil rakyat Yaman dan Mekah sebelum Islam.
            Di Madinah sendiri abu bakar bertekad untuk meraih rencana Muhammad untuk mencapai keberhasilan tinggi dalam pesemakmuran itu. Dibelakangnya berdiri tegak warga Madinah yang teguh bersatu tetapi cukup mengherankan ia mendapatkan bantuan dari warga Mekah dan Ta’if. Mantan-mantan musuh Muhammad yang paling bengis tidak mengambil keuntungan dari peristiwa tersebuttetapi malah menjadi pendukung masyarakat Madinah. Pada fase abu bakar dapat memanfaatkan masyarakat Madinah , Mekah, dan Ta’if serta beberapa suku setengah nomad yang bertetangga denganya. Tetapi sebenarnya ini adalah awal terpecahnya sebuah siituasi ketegangan antara kaum nomad dan kaum penetap di Arab. Kelompok-kelompok nomad di sekitar Madinah berusaha menyerang kaum Madinah yang jelas dapat dengan mudah memukul mudur mereka. Orang-orang madinah sebenarnya dalam keadaan yang cukup mengkhawatirkan karena sebagin besar kekuatanya telah dikerahkan dalam ekspedisi kewilayah utara. Demi melaksanakan rencana Muhammad ia bertekad dan melaksanakan ekspedisi untuk menekan penduduk Arab di wilayah perbatasan Byzantium dan pemipin-pemimpin mereka. Abu bakar berani mengabaikan semua tantangan dan ekspedisi ini dilakukan pada tahun 633 M/11 H. tindakan itu merupakan resiko yang cukup besar tetapi juga gerakan yang memiliki nilai nilai politik yang cuku tinggi.
            Situasi yang tidak sejalan dengan abu bakar inilah yang antara lain mengubah situasi yang mencekam menjadi sebuah kemenangan ang diperoleh dalam kurun waktu yang amat cepat. Bukan secara kebetulan bahwa kami mendapat berbagai acuan, dalam sumber-sumber kami yang tertua mengenai kekuatan-kekuatan ini sebagi ahlul qura atau orang-orang kampong. Tradisi-tradisi berikutnya menyebut ahlul qura ini sebagai qurra. Dalam sumber-sumber kami penekanan ahlul qura dimaksudkan untuk menarik perhatian kita bahwa penyerangan madinah terhadap hanifah adalah berbeda dalam artian ini sama dengan perang antara dua kelompok penetap.
            Gerakan riddah yang terkenal ini , yakni peperangan yang melawan orang-orang yang beralih dari agama Islamke agama mereka semula. Dipihak lain orang-orang yang telah ditaklukkan tidak cukup terpercaya untuk ditugaskan memerangi para pemberontak. Suku-suku sebelumnya tidak memeluk islam jugaa dalam waktu cepat digabungkan dalam kekuasaan Madinah, diantara mereka adalah suku Hanifah di arab tengah yang dikalahkan dalam perang aqraba pada tahun 633M/11H. hal ini membawa status quo walaupun abu bakar tidak dapat meremehkan ancaman hanifah terhadap rencana-rencana perdagangan persemakmuran madinah.
            Khalid pahlawa dalam perang aqraba adalah komandan perang dalam perang riddah di arab tengah itu. Kemhiranya dalam bidang kemiliteran merupakan satu-satunya penyebab kemenangan kaum quraisy ketika melawa pasuka Muhammad pada perang uhud pada tahun 625M/3H. dia adalah orang yang memiliki kedudukan kuat di mekah dan anggota ternama dari kelompok bani makhzum. Dalam pertempurnya melawan orang-orang murtad dia tidak mendengarkan perintah abu bakar malah dengan seenaknya dia menyerang siapa saja yang harus diserang. Dalam sumber-sumber kami disebutkan banyak kelompok suku asad, gatafan, fazarah, tayy, dan tamim. Dalam perang aqraba ia membuktikan diri bahwa ia adalah seorang panglima besar. Dia mengetahui bahwa sebagian masyarakat syaiban adalah muslim tetapi ia tidak ikut dalam peperangan riddah karena sibuk melakukkan peperangan dengan wilayah-wilayah di perbatasan sasaniyah. Sebagai pemimpin jelas abu bakar menyadari kenyataan bahwa dia harus menyetujui perpecahan yang dilakukan Khalid. Segera abu bakar menyadari bahwa perpecahan ini merupakan perpecahan ideal. Setelah berlsngsung perang selama satu dasawarsa , perdagangan di arab masih tetap mati dan tidak ada tanda tanda samasekali bahwa ia akan hidup kembali. Hampir seperti hadiah saja bahwa suatu ekspedisi di siapkan pada tahun 634 M/13H. dari orang orang yang teguh mendukung pemerintah selama masa pahitnya yaitu orang mekah, madinah, dan taif. Di antara mereka termasuk juga termasuk orang-orang dulu ikut dalam perang riddah, terutama dalam kelompok suku-suku di yaman. Musuh musuh madinah dalam peperangan ini sama sekali diusir dan dilarang dalam mengambil bagian dari perolehan-perolehanya. Ekspedisi ini di pimpin oleh tokoh quraisy seperti amr ibnu as danyazis bin abu sufyan yang karena sebelumnya pernah aktif dalam dalam kegiatan perdagangan.
            Orang-orang arab rupanya keliru dalam menilai kekaisaran Byzantium atau malah menganggap keadaanya sama dengan kerajaan sasaniyah. Serangan-serangan islam yang berkali kewilayah perbatasan Byzantium tidak membawa pengaruh yang dan ancaman yang jelas. Walaupun mereka sedikit mendapat keuntungan dari kemangan yang berasla dari kontingen kecil pasukan Byzantium tetapi pasukan abu bakar harus berjuang melawan pasukan regular yang lebih terorganisasi. Satu-satunya alternative adalah dengan mengirim pasukan Khalid yag sedang melakukan serangan mendadak di Irak. Tetapi keadaan darurat di palestina memaksa abu bakar untuk memerintahkan Khalid agar bergabung dengan pasukan muslim yang ada di palestina di mana keadaanya sangat tekepung. Cukup menarik memang bahwa pengangkatannya ini tidak berdasarkan keputusan abu bakar tetapi melalui pertimbangan kemampuan militer Khalid sendiri sekitar 24.000 orang yang merupakan seluruh kekuatan madinah. Kekuatan Byzantium dipalestina merupakan seluruh kekuatan militer dari tentara-tentara sewaan dari arab dan amenia. Dan tidak menghernkan bahwa ketika pertempuran mulai berkecamuk pasukan gabungan itu memperoleh kemenangan menentukan ajnadain (634M/13H).
            Abu bakar meninggal dunia sebelum mendengar berita besar ini. Kami ia meninggal dunia sebagai orang yang mendapat kepuasan karena dalam masa pemerintahanya yang pendek ia dapat melaksanakan tugas utama yang di hadapinya: dia tidak hanya berhasil mempersatukan suku-suku yang terpecah belah tetapi juga mengislamkan suku-suku yang sebelumnya memusuhi islam. Melalui perang riddah hasrat untuk menyatu tertanam dalam diri masyarakat arab. Kepemimpinan keempat khulafaurasidin berbeda-beda sesuai dengan karakter pribadinya dan situasi masyarakatnya. Pada masa Abu Bakar, Beliau dikenal dengan Khalifaturrasul yaitu pengganti Rasul sebagai pemimpin agama dan pemerintahan. Semasa kepemimpinanya yang singkat, beliau memprioritaskan penyelesaian problem dalam negeri. Beberapa kelompok berusaha melepaskan diri dari jamaah Islam. mereka menggangkap setelah Nabi Muhammad Saw. meninggal maka berakhir pula kekuasaan Islam terhadap mereka. Selain itu beberapa orang mengaku sbagai nabi pengganti rasul. Juga ada yang menolak membayar zakat. ketiga pembelot tersebut, Abu Bakar memutuskan untuk memerangi mereka. Pusat kekuasaan bersifata sentral. Segala kekuputusan ada di tangan Khalifah Abu Bakar. Walaupun begitu, Beliau selalu mengadakan musyawarah dengan para Sahabatnya sebelum memutuskan sesuatu. Seperti keputusan untuk memerangi orang yang tidak membayar zakat. Terjadi musyawarah antara umar bin Khattab. Dan alasan Abu Bakar bahwa tidak ada yang memisahkan antara shalat dan zakat. Dissi lain  beliau meneriam saran sahabat dalam hal penulisan al-Qur’an. Beliau beralasan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak pernah mencontohkannya. Tapi setelah mendengar pendapat para Sahabat bahwa penulisan itu untuk kemaslahatan umat, beliau menerimnya.
            Abu Bakar menunjuk langsung Umar bin Khattab sebagai penggantinya dengan mempertimbangkan situasi politik yang ada. Beliau khawatir kalau pengangkatan melalui proses pemilihan seperti pada masanya akan memperkeruh situasi politik. Selain itu agar pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat. Khalifah Abu Bakar ash Shidiq memimpin umat Islam selama 2 tahun. Walaupun waktu yang singkat sebagai pengganti Nabi dalam kepemimpinan Agama dan pemerintahan., Khalifah Abu Bakar melakukan beberapa kebijakan dalam
rangka mengembangkan Islam. Beberapa tindakan Khalifah Abu Bakar yang memberikan kontribusi terhadap umat Islam, antara lain: Abu Bakar terpilih menjadi Khalifah secara demokratis, hal ini tidak menjamin situasi umat Islam akan stabil. Setelah Nabi wafat, krisis kepemimpinan menimbulkan gejolak perpecahan umat. Sebagian umat Islam mulai menentang kebijakan Nabi Muhammad Saw. Mereka menciptakan ketidakstabilan umat Islam. Khalifah Abu Bakar menetapkan kebijakan yang tegas terhadap para pembangkan. Ada sekelompok orang di Madinah menyatakan keluar dari Islam. Ketika umat Islam kehilangan lebih dari 70 orang yang gugur di perang melawan para pembangkang. Umar bin Khattab merasa khawatis kehilangan al- Qur’an. Beliau mengusulkan kepada Abu Bakar untuk membukukan al-Qur’an. Pada awalnya Khalifah Abu Bakar menolaknya karena Nabi Muhammad tidak pernah menyuruhnya. Tapi setelah mendapat penjelasan dari Umar. Abu Bakar
menerimnya. Abu Bakar as Siddiq dengan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin pengumpulan. Setelah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an selesai, mushaf disimpan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Setelah Abu Bakar ash-Shiddiq meninggal dunia, mushaf tersebut disimpan oleh Hafsah binti Umar, putri Umar bin Khattab dan salah seorang istri Rasulullah. Khalifah Abu Bakar melanjutkan penyebaran Islam ke Syiria yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid bin Haritsah. Panglima ini telah dipersiapkan sebelumnya pada masa Nabi Muhammad Saw. sempat tertunda karena Nabi wafat. Pada masa Abu Bakar, pasukan ini bergerak dari negeri Qudha’ah, lalu memasuki kota Abil. Khalifah Abu Bakar merencanakan penyebarannya ke wilayah yang dikuasai kekaisaran Persia dan Byzantium. khalid bin Walid dan Musanna bin Harits. mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa kota lainya yaitu Anbar,Daumatul Jandal dan Fars. Peperangan dihentikan setelah Abu Bakar ash-Shiddiq memeerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Suriah. Ia diperintahkan untuk membantu pasukan muslim yang kesulitan dalam melawan aukan Byzantium. Komando pasukan dikemudian dipegang oleh Musanna bin Haritsah. intahan di wilayah Arab dan sekitarnya. untuk menghadapi mereka.
            Ketika itu pasukan Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi berjumlah 240.000 orang. Pasukan Islam mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan mereka selama 18 hari melewati 2 lembah padang pasir yang belum pernah dilewatinya. Pertempuran akhirnya pecah di pingggir sungai Yarmuk, sehingga dinamakan perang Yarmuk. Ketika perang sedang terjadi ada kabar bahwa Abu Bakar meninggal. Beliau digantikan Umar bin Khattab. Khalid bin Walid kemudian digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Peperangan ini dimenangkan oleh Pasukan islam dan ini menjadi kunci utama kemenagan islam atas Byzantium.








BAB III

UMAR DAN PENAKLUK-PENAKLUKANYA

            Pada musim panas tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari senin 21 Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat telah menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya sebagai
khalifah. Penunjukan ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajar segera datang, akan timbul pertentangan dikalangan umat islam yang mungkin dapat lebih parah dari pada ketika Nabi wafat dahulu. Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau watsiat oleh pendahulunya
(Abu Bakar). Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima sebagai khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan dan akan siap membuka cakrawala di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai khlifah pada tahun 13H/634M.
            Umar Bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Naufal bin Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al-Shimh Al-Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Beliau lahir pada tahun 581 M di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Umar lahir dari keluarga bangsawan, ia bisa membaca dan menulis, yang pada merupakan sesuatu yang langka. Beliau memiliki karakter keras dan tegas. sehingga disegani dan dihormati oleh penduduk Makkah. Umar ibn Al-khaththab dilahirkan di mekah dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat . Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang fijar atau sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Al-khudari bek , tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW .  Sebelum masuk islam , umar termasuk di antara kaum kafir Quraisyyang paling di takuti oleh orang orang yang sudah masuk islam. dia adalah musuh dan penentang Nabi Muhammad SAW . yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat besar keinginanya untuk membunuh Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya . dia sering menyebar fitnah dan menuduh Nabi Muhammad sebagai penyair tukang tenung. Beliau seorang pemberani dan sering menyelesaikan peperangan yang terjadi dizaman jahiliyah Sebelum masuk Islam, Umar melakukan adat istiadat Jahiliyah, antara lain perrnah mengubur putrinya hidup-hidup dan seorang peminum berat .
            Beliau sangat memusuhi dan membeci Islam. Peristiwa Islamnya Umar bin Khattab sangat istimewa. Suatu hari Umar mencari Nabi Muhammad Saw untuk membunuhnya. Tengah perjalanan beliau mendapat berita bahwa adiknya yang bernama Fatimah telah masuk Islam. Umar marah dan pergi ke rumah adiknya untuk membuktikan kabar tersebut. Ketika dia tiba di rumah adiknya, ia mendengar adiknya sedang melantunkan beberapa ayat suci al-Qur`an. Mendengar bacaan tersebut, Umar minta adiknya untuk memberikan lembaran tersebut; namun adiknya tidak memberikan bacaan tersebut sebelum Umar mandi. Selesai mandi Umar menerima lembaran yang dibaca oleh adiknya, maka bergetarlah hatinya ketika membaca ayat-ayat awal pada surat Thaha. Kemudian Umar bin Khattab pergi ke rumah Nabi Muhammad Saw dan menyatakan keIslamnnya. maka bergemalah takbir keluar dari mulut para sahabat yang hadir pada saat itu. Menurut riwayat Umar masuk Islam setelah masuk Islamnya 40 laki-laki dan 11 perempuan atau orang ke-52 yang masuk Islam. Namun ada juga yang berpendapat Umar adalah orang yang ke-40 masuk Islam. Setelah masuk Islam, Sikap keras dan kebencian terhadap Nabi Muhammad Saw dan umat Islam mulai berubah menjadi lemah lembut dan tumbuh kecintaan kepada Nabi Saw. Sebaliknya, Sikap tegas dan keras tetap ditunjukan jika berhadapan dengan kafir qraisy. Dengan watak yang keras dan tegas ummar bin khattab menjadi pembela utama Nabi Muhammad Saw dan umat Islam dari gangguan kafir quraisy. Hal ini menjadikan islam lebih disegani. Umar bin Khattab memiliki pemikiran kritis. Dia sering memprotes kebijakan Nabi Muhammad Saw. yang dianggap tidak rasional. Misalnya tentang perjanjian Hudaibiyah yang menurut dia merugikan umat Islam. Juga ketika Abdullah bin ubay tikoh munafik madinah untuk tidak dishalatkan. Sebelum meninggal, Khalifah Abu bakar bertanya kepada para Sahabatnya tentang penunjukan Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Beliau menanyakan hal itu kepada Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Asid bin Hudhair Al-Anshary, Said bin Zaid serta sahabat-sahabatnya dari kaum Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya mereka setuju dengan Abu Bakar dan kemudian disetujui oleh kaum muslim dengan serempak. Ketika Abu Bakar sakit, beliau memanggil Usman bin Affah untuk menulis wasiat yang berisi tentang penunjukan Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Tujuanya agar ketika sepeninggal beliau tidak ada kemungkinan perselisihan di kalangan umat Islam untuk masalah Khalifah. Keputusan Abu Bakar tersebut diterima oleh Umat Islam. sehingga mereka secara beramai-rama membaiat Umar sebagai Khalifah. Dengan demikian keputusan bukan keputusan Abu Bakar sendiri namun persetujuan umat Muslim semua. Umar mengumumkan dirinya buka sebagai KHULAFAURRASYIDIN atau pengganti Rasul tapi sebagai amirulmukminin atau pengurus urusan orang-orang mukmin. Umar menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. Abu bakar sebelum meninggal pada tahun 634 M./ 13 H. menunjukUmar ibn Al-khaththab sebagai penggantinya . kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya , tampaknya menujnukan ini bagi abu bakar merupakan hal yang wajar untuk di lakukan . ada beberapa factor yang mendorong AbuBakar untuk menunjuk Umar menjadi khalifah . pertama, kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di tsaqifah bani sa’idah yang nyaris menyeret umat islam kejurang perpecahan akan terulang kembali , bila ia tidak menunjuka seorang yang akan menggantinya . kedua, kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklami sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah . ketiga, umat islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang . sementara sebagian pasukan mujahidin sedang bertempur di luar kota Madinahmelawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi di pihak lain .
            Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid
dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah. Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Khtthab, yang meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
            Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan. Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai dirintis tata cara menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa Umar pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi. Karena telah banyak daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan administrasi pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan seorang hakim (yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif). Adapun hakim yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik dan mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn Shamit sebagai Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi kufah. Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga penerangan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran. Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
            Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada masa ini juga mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi kalau ada diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab, nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam. Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplinn keagamaan. Dengan demikian pelaksanaan pendidikan dimasa khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping telah ditetapkannya mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam diwilayah kekuasaan Islam. Aldzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Dengan membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para
tentara Muslim yang memasuki kota mereka, selama tiga hari berturut-turut.
Pada masa umar sangat memerhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu, juga mendapat perhatian yang besar dari Umar ibn Khathab.
            Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi ; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
            Selama sepuluh tahun pemerintah umar (13 H, /634  M. -23 h. / 644 M.), sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melembarkan pengaruh islam keluar arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negri-negri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang di mulai dari awal pemerintahanya , bahkan sejak pemerintahan sebelumnya .
            Faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya konflik antara umat islam dengan bangsa Romawi da Persia yang pada akhirnya mendorong umat islam mengadakan penaklukan negri Romawi dan Persia , serta negri-negri jajahanya karena: pertama, bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik islam ; kedua , semanjak islam masih lemah , Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan islam ; ketiga , bangsa Romawi dan Persia sebagai Negara yang subur dan terkenal dengan kemakmuranya , tidak berkenan menjalani hubungan perdagangan dengan Negara-negara arab ; keempat, bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku-suku badui untuk menentang pemerintah islam dan mendukung musuh –musuh islam ; dan kelima , letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan keamanan dan pertahanan islam .
        Pada tahun 637 M./ 16H. , Persia bermaksud membalas kekalahannya , sehingga terjadi peperangan di jakilah . Namun, maksud tersebut tidak dapat terwujud , bahkan pasukan Persia terdesak dan kota Hulwan dikuasai juga oleh pasuk islam-arab pertempuran terjadi di Nahawanpada tahun 642 m./21 H.  dalam ,pertempuran ini , pasuka Persia dapat di tundukan secara mutlak . dengan demikian , seluruh Wilayah kekuasaan menjadi wilayah kekuasaan pemerintah islam .
       Kota damaskus, salah satu pusat siria yang paling jatuh di tangan pasukan islam-arab pada tahun 635 M./ 14 H. dibawah komando abu ubaidah . ketika Romawi (bizantium) memutuskan untuk  melakukan serangan balasan secara besar besaran terhadap para penyerang , pasukan abu ubaidah mampu menghadapinya dengan kekuatan penuh pada pertempuran yarmuk pada tahun 16 H./ 631 M. Mesir secara keseluruhan berada di bawah kekuasaan islam-arab setelah penyerahan Iskandariyah (Alexsandaria), ibu kota mesir dan ibukota kedua bagi kekaisaran Romawi timur pada tahun 642  M./21 H. Usaha perluasan daerah dan pengembangan Islam di Persia dan Syiria yang oleh Khalifah Umar bin Khattab hingga selesai dan juga perluasan daerah dan pengembangan islam di mesir.  Pada zaman umar bin khatab ombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi di ibu kota Syiria, Damaskus. Kota ini jatuh pada pada tahun 635 M. dan setahun kemudian, setelah tentara byzantum klah seluruh daerah Syria jatuh ketangan islam.
            Dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir dibaawah
pimpinan Amr bin Ash ra. dan ke Irak dipimpin oleh Saad bin Abi Waqqash ra. Iskandariyah/Alexandria, ibu kota Mesir saat itu ditaklukan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada saat itu juga. Pada tahun 641 M. Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan umar wilayah islam telah encapai jazirah Arabia, Palestina, Syiria, sebagaian besar wilayah Persia dan Mesir. Betapa diperhitungkannya kekuatan militer Islam di zaman kekhilafahan. Tengok saja di masa kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Yerusalem – yang saat ini Israel mencaploknya dari Palestina – begitu mudahnya ditaklukkan tanpa ada perlawanan. Uskup gereja di sana saat itu menyerahkan “kunci kota” kepada umat Islam dengan keyakinan tinggi bahwa penaklukkan Islam di Yerusalem sebagai kehendak Tuhan yang mengakhiri kekuasaan kaum Byzantium. Tapi, penaklukan kota tua ini diawali dengan perjalanan perang jihad yang panjang. Khalifah Umar memerintahkan Amr Ibn Al Ash dan Syarhabil Ibn Hasanah untuk menguasai Yerusalem. Kejadian ini terjadi pada tahun 635 M. Amr dan Syarhabil akan menuju  Yerusalem dengan membawa pasukan. Tapi, itu bukan jalan mudah. Pasalnya, mereka mesti menaklukkan terlebih dahulu beberapa daerah untuk bisa masuk ke Yerusalem.
            Pasukan pun melangkah lewat area pegunungan subur dan penuh pepohonan di Golan (Jaulan). Di sini, pasukan muslim akan melewati Galileia yang ada di utara Palestina. Sama seperti Golan, wilayah ini juga sangat subur. Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki memori sejarah penting di kota ini. Dan, peperangan kecil terjadi. Pasukan yang dipimpin Amr dan Syarhabil berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Byzantium yang kala itu berkuasa. Kota-kota sepanjang Galileia mampu ditaklukkan pasukan muslim, dan penduduknya diberikan jaminan keamanan dan kepemilikan. Rupaya strategi Umar untuk menaklukkan Yerusalem sangat cerdas. Kota ini bakal dikuasai dengan jalan pengepungan. Di lain sisi Palestina, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Muawiyah ternyata juga diutus untuk membantu menaklukkan Yerusalem. Muawiyah membawa pasukan untuk menaklukkan wilayah utara Palestina lainnya. Akhirnya Beirut, Tripoli, Sidon, Byblos, dan Latakia berhasil dikuasai. Sementara itu, Yazid menaklukkan daerah di Palestina sebelah selatan. Daerah yang berhasil dikuasai Yazid dan pasukan muslim adalah Sidon, Tyre, Acre, hingga Haifa. Usai menaklukkan Haifa, Yazid dan pasukannya bergabung dengan Amr. Dua kekuatan militer ini lantas berjalan menuju Yerusalem. Pangeran Konstantin II, penguasa wilayah Caesarea yang ada barat Palestina, merasa gelisah dengan pergerakan pasukan Islam ke Yerusalem. Dari kota bandar yang ada di pesisir Levantina ini, Pangeran Konstantin II meminta bantuan pasukan Byzantium dari Siprus dan Konstantinopel. Padahal, kala itu, pertahanan Caesaria cukup kuat sebagai daerah kekuasaan Byzantium. Lalu, terbentuklah pasukan Byzantium di bawah komando Artavon yang harus menghadang pasukan Islam yang harus melewati daerah Caesarea untuk bisa sampai ke Yerusalem. Tak ayal lagi, pasukan Amr dan Yazid bertemu pasukan Artavon dari Caesarea. Perang hebat pun terjadi di daerah Ajnadin. Atas izin Allah, pasukan Islam menang. Artavon lalu melarikan diri ke Yerusalem. Dari kemenangan inilah rencana penaklukan Yerusalem jadi semakin mudah. Khalifah Umar segera memerintahkan penambahan pasukan untuk mendukung Amr. Pasukan yang dipimpin Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah diminta untuk membantu setelah sebelumnya menaklukkan Suriah dan pesisir Levantina. Dan, pasukan Islam pun mengepung sepanjang kota selama musim dingin. Rasa gentar dihadapi oleh Artavon dan Patriarch Sophronius. Patriarch adalah uskup agung gereja Yerusalem. Mereka beradu mulut. Artavon tidak ingin bila Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam. Di lain sisi, Patriarch menginginkan Yerusalem diserahkan pada pasukan Islan dengan damai. Dia yakin kedatangan pasukan Islam sebagai bentuk kehendak Tuhan. Perdebatan itu disaksikan oleh orang-orang di dalam gereja yang letaknya dalam benteng. Dan, orang-orang ini menyetujui ide Patriarch. Lantas dikirimlah utusan gereja menemui pasukan Islam. Utusan ini menyampaikan bahwa Yerusalem akan diserahkan dengan beberapa syarat. Yaitu, penyerahan kota tidak dilakukan dengan jalan peperangan, pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju Mesir, dan Khalifah Umar diminta datang ke Yerusalem untuk serah-terima “kunci kota”.  Abu Ubaidah yang menerima utusan gereja itu menyanggupi permintaan yang ada. Setelah kabar gembira ini disampaikan ke Umar, beliau pun segera menuju Yerusalem. Masyarakat kota ini bahkan menyiapkan arakan untuk menyambut Umar yang bagi mereka cukup disanjung sikap adilnya. Tapi, arakan ini mendadak hilang. Pasalnya, orang-orang di Yerusalem hanya melihat dua orang dan seekor unta. Salah satunya naik ke punggung unta. Sungguh, tidak tampak seperti kedatangan penguasa di zaman sekarang ini yang penuh dengan penyambutan mewah. Penduduk kota menyangka Umarlah yang naik di punggung unta. Justru sebaliknya, yang di punggung unta adalah pengawal Umar. Ternyata mereka bergantian naik unta selama dalam perjalanan. Umar tidak egois membiarkan pengawalnya kelelahan. Kejadian ini menambah kagum penduduk Yerusalem terhadap pemimpin barunya.. Apalagi, Umar hanya memakai pakaian lusuh, bekal makanan seadanya, dan satu tikar untuk sholat. Sesampainya di kota, Umar disambut Uskup Patriarch. Umar diajak ke beberapa tempat suci di kota. Uskup membukakan Gereja Makam Suci kala waktu dhuhur tiba. Maksudnya, Umar dipersilakan shlat dulu di gereja itu. Namun, hal tersebut ditolak Umar. “Jika saya melaksanakan shalat di gereja ini, saya khawatir para pengikut saya yang tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke sini dimasa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini kemudian mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah shalat di dalamnya. Mereka akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk menghindari kesulitan ini dan supaya Gereja kalian tetap sebagaimana adanya, maka saya shalat diluar,” ucap Umar yang tetap menghormati pemeluk agama lain dalam wilayah perlindungan Islam. Ketika Umar meminta diantar ke bekas Kuil Sulaiman, dia mendapati reruntuhan itu tidak terawat. Ada banyak kotoran dan timbunan sampah. Umar dan shahabat lainnya membersihkan tempat itu dan menjadikannya tempat shalat. Ke depannya, di tempat ini berdiri sebuah masjid atas perintah Umar. Masjid itu dinamai dengan Masjid Umar. Kemenangan Umar atas Yerusalem hingga seluruh wilayah Palestina. Yordania, pesisir Levantina,  dan Suriah, menandai berakhirnya kakuasaan Byzantium (Yunani-Romawi). Setelah dalam genggaman Islam, Palestina hidup dalam naungan pemerintahan Islam. Kabar baiknya, sekali pun sudah berada dalam kekuasaan Islam, hak-hak masyarakat non Islam tetap dilindungi. Ini berkebalikan dengan pemerintahan Zionis Israel di zaman sekarang yang melakukan pembunuhan massal penduduk Palestina untuk merebut tanah suci ini dan seluruh wilayah di sekitarnya. Dalam waktu dekat, insya Allah Palestina akan segera dibebaskan kembali dari cengkeraman orang-orang kafir.



BAB IV

KEHANCURAN PEMERINTAHAN MADINAH

           
            Hampir semua sejarawan membagi dinasti Umayah (umawiyah ) menjdi dua yaitu dinasti umayah yang di rintis dan didirikan oleh muawiyah ibn abi sofyan yang berpusat di damaskus (siria).fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system pemerintahan dari system khalifah pada system mamlakat (kerajaan atau monarik ), dan dinasti umayah di Andalusia (sirebia) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan umayah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman walid ibn abd Al-malik :kemudian menjadi kerajaan yang terpisah dan kekuasaan dinasti bani abbas setelah berhasil menaklukan dinasti umayah di damaskus .
       Keberuntungan Muawiah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. jabatan Khalifah setelah Ali r.a. wafat, dipegang oleh putranya , Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Khalifah Muawiyah mendirikan suatu pemerintahan yang terorganisasi dengan baik. ‘’ Ketika Muawiyah menjadi penguasa terjadi banyak kesulitan . Pemerintahan Imperium yang didesentralisasikan itu tanpak kacau . munculnya berbagai anarkisme dan ketidak disiplinan kaum nomad yang tidak lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan moral menyebabkan ketidakstabilan dimana-mana dan hilangnya kesatuan . Secara umum, penaklukan Pemerintahan Bani Umayah , meliputi tiga wilayah . pertama, melawan pasukan Romawi di Asia Kecil . penaklukan ini sampai dengan pengepungan Konstantinopl dan beberapa kepulauan di laut Tengah. Kedua , Wilaya Afrika Utara , penaklukan ini sampai ke samudra Atlantikdan menyebrang ke gunung Thariq hingga ke Spanyol. Ketiga , Wilaya Timur. Penaklukan ini sampai ke sebelah timur irak. Kemudian , meluas ke wilayah Turkistan di Utara,  ke wilayah sindh di bagian selatan .
            Seorang operasional , ahmad Al-Usairy menjelaskan lekak-likuk penaklukan tersebut bahwa ke wilayah romawi (turki) ketika itu selalu dilakukan pengintaian dan ekspedisi ke sana . tujuan nya adalah melakukan konstantinopel . kota itu di kepung pada tahun 50H/670M dan tahun 53-61/672-680 M namun tidak berhasil di taklukan muawiyah membentuk pasukan laut yang besar yang siaga di laut tengah dengan kekuatan 1.700 kapal .dengan kekuatan itu dia berhasil menaklukan pulau jabra di Tunisia pada tahun 49 H /669 M ,.kepulauan kreta pada tahun 55 H/ 680 M .
            Mu`awiyah mendirikan Daulah Umayyah pada tahun 41 H di Damaskus, dengan berdirinya pusat pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti bergeserlah pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damascus. Perpindahan ibu kota tersebut terjadi melalui proses yang panjang didukung oleh strategi politik yang dibangun oleh Mu`awiyah. Dan Mu`awiyah memperoleh pengalaman politik dalam masa yang cukup lama, yakni mulai masa Rasulullah SAW sampai masa khalifah yang terakhir. Dengan berdirinya Daulah Umayyah, maka sistem politik dan pemerintahan berubah. Pemerintahan khalifah tidak lagi dilakukan secara musyawarah sebagaimana proses pergantian khalifah-khalifah sebelumnya. Suksesi pemerintahan dilakukan secara turun-temurun melalui pemilihan, seorang khalifah tidak lagi harus sekaligus pemimipin agama sebagimana khalifah-khalifah sebelumnya. Urusan agama diserahkan kepada para ulama, dan ulama hanya dilibatkan dalam pemerintahan jika dipandang perlu oleh khalifah.  Selama masa pemerintahan dan kekuasaan khalifah pertama (Mu`awiyah), Daulah Umayyah banyak mencapai keberhasilan, terutama penaklukan sejumlah kota penting di kawasan Asia Tengah, seperti Kabul, Heart dan Gazna. Dalam pemerintahan, ia mendirikan beberapa departemen yang mengurus masalah-masalah kepentingan umat, seperti playanan pos, pembagian tugas pemerintahan pusat dan daerah, pemungutan pajak dan pengangkatan gubernur-gubernur di daerah. Kalau ditelusuri lebih jauh daulah tersebut berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Yang dimulai oleh Mu`awiyah Ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan Ibn Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di dalam berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah. Mu`awiyah mendirikan Daulah Umayyah pada tahun 41 H di Damaskus, dengan berdirinya pusat pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti bergeserlah pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damascus. Perpindahan ibu kota tersebut terjadi melalui proses yang panjang didukung oleh strategi politik yang dibangun oleh Mu`awiyah. Dan Mu`awiyah memperoleh pengalaman politik dalam masa yang cukup lama, yakni mulai masa Rasulullah SAW sampai masa khalifah yang terakhir.
            Dengan berdirinya Daulah Umayyah, maka sistem politik dan pemerintahan berubah. Pemerintahan khalifah tidak lagi dilakukan secara musyawarah sebagaimana proses pergantian khalifah-khalifah sebelumnya. Suksesi pemerintahan dilakukan secara turun-temurun melalui pemilihan, seorang khalifah tidak lagi harus sekaligus pemimipin agama sebagimana khalifah-khalifah sebelumnya. Urusan agama diserahkan kepada para ulama, dan ulama hanya dilibatkan dalam pemerintahan jika dipandang perlu oleh khalifah. Selama masa pemerintahan dan kekuasaan khalifah pertama (Mu`awiyah), Daulah Umayyah banyak mencapai keberhasilan, terutama penaklukan sejumlah kota penting di kawasan Asia Tengah, seperti Kabul, Heart dan Gazna. Dalam pemerintahan, ia mendirikan beberapa departemen yang mengurus masalah-masalah kepentingan umat, seperti playanan pos, pembagian tugas pemerintahan pusat dan daerah, pemungutan pajak dan pengangkatan gubernur-gubernur di daerah. Kalau ditelusuri lebih jauh daulah tersebut berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Yang dimulai oleh Mu`awiyah Ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan Ibn Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di dalam berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah. Empat orang khalifah memegang kekuasaan sepanjang 70 tahun, yaitu: Mu`awiyah, Abdul Malik, Al-Walid I dan Hisyam. Sedangkan sepuluh khalifah sisanya hanya memerintah dalam jangka waktu 20 tahun saja. Dan para pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa khalifah-khalifah terbesar mereka ialah: Mu`awiyah, Abdul Malik dan Umar Ibn Abdul Aziz.
            Untuk memelihara keutuhan dan mencegah perpecahan umat Islam karena suksesi kepemimpinan, sebagaimana yang pernah ia saksikan pada masa beberapa khalifah sebelumnya, Mu`awiyah mencalonkan putranya, Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukanya jika ia meninggal, pencalonan tersebut dilakukannya pada tahun 679. untuk mengamankan pencalonann itu, Mu`awiyah melakukan bebagai pendekatan kepada para pemuka masyarakat hingga seluruh lapisan masyarakat. Namun rencana tersebut mendapat tantangan dari beberapa pihak, terutama pemuka-pemuka masyarakat hijaz, sepeerti Abdullah bin Umar, Abdul Rahmn bin Abi Bakar, Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Abbas. Penolakan mereka didasari atas suatu keinginan agar khalifah yang diangkat tidak melalui penunjukan, melainkan dengan musyawarah sebagaimana yang pernah diperaktekkan oleh khalifah-khalifah sebelumnya. Setelah Mu`awiyah wafat, Daulah ini harus berusaha keras mempertahankan posisinya yang goyah, kondisi politik tidak stabil, banyak kelompok masyarakat yang tidak puas dengan raja baru yang sebelumnya telah dinobatkan sebagai putera mahkota. Pengangkatan putera mahkota ini mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dari kalangan sipil yang menyebabkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkepanjangan. Maka setelah Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia terhadapnya meskipun pada akhirnya terpaksa tunduk juga, kecuali Husain Ibn Ali dan Abdullah Ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi`ah (pengikut Ali) melakukan konsilidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husain Ibn Ali pada tahun 680 M. namun tentara Husain kalah dan dia sendiri terbunuh dalam pertempuran yang tidak seimbang, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya di kubur di Karbala. Perlawanan kaum Syi`ah tidak padam dengan terbunuhnya Husain, bahkan mereka menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi`ah terjadi, diantaranya terjadinya pemberontakan Mukhtar di Kufah yang mendapat dukungan dari kaum Mawali pada tahun 685-687 M. selain itu Bani Umayyah juga mendapat tantangan dari kaum Khawarij, dan meskipun gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan baik dari pihak syi`ah maupun dari khawarij dapat dipatahakan oleh Yazid tetapi tidak berarti menghentikan gerakan oposisi dalam pemerintahan Bani Umayyah.
            Dan hubungan pemerintahan dan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720). Dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi`ah, dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lainnya untuk beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaannya, pajak diperingan, kedudukan Mawali disejajarkan dengan muslim Arab. tetapi sayang sekali angin kedamain yang berhebus dari pesona kepemimpinan Umar yang adil dan bijaksana ini tidak berlangsung lama, hanya lebih kurang dua tahun memerintah kemudian beliau meninggal dunia. Penggantinya adalah Yazid Ibn Abd. Malik (720-724) Khalifah ini jauh berbeda dengan khalifah sebelumnya, ia terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan rakyat, sehingga kerusuhan terus berlangsung hingga masa pemerintahan Hisyam Ibn Abd. Malik (724-743). Bahkan dizaman ini mucul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahahn Bani Umayyah. kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini mampu menggulingkan Daulah Umayyah dan mengantinya dengan Daulah baru, yakni Daulah Bani Abbasiyyah. Sepeniggal Hisyam Ibn Abd. Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M Daulah Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan Bin Muhammad khalifah terakhir bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh disana. Ketidakcakapan para penguasa serta kejahatan perilaku mereka merupakan faktor utama hancurnya kekuasaan dinasti ini. Hampir semua penguasanya lemah kecuali 5 khalifah besar bani Umayyah. Khalifah-kahalifah setelah Hisyam adalah penguasa yang tidak cakap dan bermoral jahat. Kesenangan mereka hanya berburu, meneguk anggur serta asyik mendengarkan musik dan tarian dari harem-harem istana. Para penguasa lupa mengurusi pemerintahan dan nasib rakyat, mereka malah membebani rakyatnya dengan pajak yang tinggi. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana. Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Mudariyah (Arab Utara) yang menempati Irak dan kelompok Himyariah (Arab Selatan) yang berdiam di wilayah Suriah. Di Zaman Umayyah, persaingan antaretnis itu mencapai puncaknya karena para khalifah cenderung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya. Egoisme para pejabat pemerintahan dan terjadinya pembelotan militer. Pada umumnya para penguasa mempercayakan urusan pemerintahan kepada para pejabat istana. Pejabat istana menjalankan amanah itu untuk memuaskan ambisi dan tujuan-tujuan pribadi. Mekanisme pemerintahan tersebut tidak memuaskan semua pihak sehingga menimbulkan gerakan yang mengguncang stabilitas kerajaan. Hal ini dibuktikan dengan bergabungnya tentara kerajaan dengan pihak musuh. Perlakuan yang tidak Adil terhadap non-Arab (Mawali). Muslim non-Arab merasa tidak senang dengan tindakan penguasa Umayyah yang selalu membedakan mereka dengan Muslim Arab baik dari segi sosial politik maupun ekonomi. Akibatnya muslim non-Arab sering melakukan pemberontakan dan terakhir mereka bergabung dengan gerakan Abbasiyah. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka adalah pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa taklukkan yang mendapatkan sebutan mawali. Status tersebut menggambarkan infeoritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapatkan fasilitas dari penguasa Umayyah. Padahal mereka bersama-sama Muslim Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata bangsa Arab. Tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada mawali itu jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab. Propaganda dan gerakan Syi’ah. Mereka adalah pendukung Ali yang berkembangan menjadi suatu aliran setelah tragedi Karbala. Sejak semula kelompok ini tidak mengakui pemerintahan Umayyah dan menganggap para penguasanya sebagai perampas kekuasaan. Mereka tidak pernah memaafkan kejahatan pembunuhan Ali, Hasan dan Husen. Misi dan propaganda mereka untuk membela keturunan Nabi Muhammad secara efektif berhasil menarik simpati kelompok yang tertindas. Kerajaan Islam pada zaman kekuasaan Bani Umayyah telah demikian luas wilayahnya, sehingga sukar mengendalikan dan mengurus administrasi dengan baik, tambah lagi dengan sedikitnya jumlah penguasa yang berwibawa untuk dapat menguasai sepenuhnya wilayah yang luas itu. Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Adanya pola hidup mewah di lingkungan istana menyebabkan anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang. Penindasan terus menerus terhadap pengikut-pengikut Ali pada khususnya, dan terhadap Bani Hasyim (Hasyimiyah) pada umumnya, sehingga mereka menjadi oposisi yang kuat. Kekuatan baru ini, dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abdul al- Muthalib dan mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Hal ini menjadi penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Propaganda dan gerakan Abbasiah. Propaganda kelompok Abbasiyah secara gencar menyerang segi-segi negatif dan kelemahan-kelemahan sepanjang pemerintahan dinasti Umayyah. Setelah propaganda mereka berhasil memobilisasi berbagai kelompok masyarakat termasuk tiga kelompok terbesar yaitu Abbasiyah, Syi’ah dan Mawali yang dipimpin oleh Abu Abbas, mereka berkoalisi mengadakan penyerbuan dan berakhir dengan runtuhnya Daulah Umayyah di bawah pemerintahan khalifah terakhir Marwan Ibn Muhammad.
            Dari berbagai kesuksesan dan kebesaran yang telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan kehancurannya, akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari fihak luar. Sepeninggal Ali ibn Abi Talib, Gubernur Syam tampil sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal kedaulatan bani Umayyah. Muawiyah ibn Abu Sufyan ibn Harb adalah pendiri dinasti Umayyah dan sekaligus menjadi khalifah pertama setelah Hasan ibn Ali berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepadanya . Ia memindahkan kekuasaan Islam dari Kufah ke Damascus. Bani Umayyah atau dinasti Umayyah adalah kekhalifaan pertama setelah masa Khulafā’ al-Rāsyidīn yang memerintah dari tahun 661 sampai tahun 750 di jazirah Arab dan sekitarnya. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah ibn ‘Abd al-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah. Keberhasilan Muawiyah mendirikan kekuasaan dinasti Umayyah disebabkan dalam dirinya terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan administratur. Ia pandai bergaul dengan berbagai tempramen manusia, sehingga ia dapat mengakumulasi berbagai kecakapan tokoh-tokoh pendukungnya, bahkan bekas lawannya sekalipun. Berkat kepiawaiannya bersama dengan khalifah-khalifah yang lain dari dinasti ini, maka hanya dalam kurun waktu lebih kurang 90 tahun banyak bangsa baik di Timur maupun Barat yang masuk dalam kekuasaan Islam seperti Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Uzbekistan dan Kirgistan. Di samping perluasan daerah kekuasaan, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam berbagai bidang, baik politik maupun sosial budaya. Ia juga memberi peluang bagi perkembangan berbagai aliran yang tumbuh di masyarakat yang tanpa disadari mengakibatkan timbulnya pertentangan-pertentangan terutama dalam hal perebutan kekuasaan yang pada akhirnya membawa kemunduran bahkan melululantahkan kekuasaan Bani Umayyah.
            Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdulah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi'ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali.
Perlawanan orang-orang Syi'ah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras dan tersebar luas. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali.. Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair.
 Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Untuk memperoleh dukungan Ia menyanjung-nyanjung Husein dan menjelek-jelekkan bani Umayyah. [15] Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd al-Malik. Hubungan pemerintah dengan gerakan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Sepeninggal Beliau, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau.
 Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya. Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
            Secara Revolusioner, Daulah Abbasiyyah (750-1258) menggulingkan kekuasaan Daulah Umayyah, kejatuhan Daulah Umayyah disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya meningkatnya kekecewaan kelompok Mawali terhadap Daulah Umayyah, pecahnya persatuan antarasuku bangsa Arab dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginana mereka untuk memilki pemimpin karismatik. Sebagai kelompok penganut islam baru, mawali diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara bangsa Arab menduduki kelas bangsawan. Golongan agamis merasa kecewa terhadap pemerintahan bani Umayyah karena corak pemerintahannya yang sekuler. Menurut mereka, Negara seharusnya dipimpin oleh penguasa yang memiliki integritas keagamaan dan politik. Adapun perpecahan antara suku bangsa Arab, setidak-tidaknya ditandai dengan timbulnya fanatisme kesukuan Arab utara, yakni kelompok Mudariyah dengan kesukuan Arab Selatan, yakni kelompok Himyariyah. Disamping itu, perlawanan dari kelompok syi`ah merupakan faktor yang sangat berperan dalam menjatuhkan Daulah Umayyah dan munculnya Daulah Abbasiyyah. Namun secara garis besar menurut Badri Yatim faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran antara lain adalah Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah. Pada masa kekuasaan bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori  oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.



BAB V

MUAWIYAH DAN PERANG SAUDARA YANG KEDUA

Pada masa sebelum Islam berkembang, kota Madinah bernama Yatsrib, kota ini dikenal sebagai pusat perdagangan. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW hijrah menuju kota ini diganti namanya menjadi Madinatun Nabi atau madinatul Munawwaroh. Madinatun Nabi berarti kota sang Nabi sedangkan Madinatul Munawwaroh berarti kota penuh cahaya, akan tetapi kota ini lebih sering disebut dengan nama Madinah.  
Nabi Muhammad SAW. Melakukan hijrah ke Madinah karena ada tekanan dari kaum qurays ketika berada di Makkah sehingga merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk pindah ke Yatsrib.  Akan tetapi ada potensi lain ketika Nabi hijrah ke kota ini dan menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan lebih lanjut sehingga terbentuknya masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan ibrahim yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebelum hijrah Nabi ke kota ini, masyarakat disini terdiri dari dua suku yaitu bangsa Arab dan Yahudi yang awalnya ditempati oleh suku amaliqah atau badi’ah namun suku ini musnah. Yatsrib merupakan wilayah yang subur sehingga cocok sebagai lahan pertanian penghasil sayur dan buah-buahan karena tersebut memiliki oase disamping itu juga masyarakatnya berdagang dan beternak.
Adapun peta demografis Madinah saat Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi SAW, Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganisme, Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraizha. Dalam dunia pengetahuan Islam, negara ini menjadi kota ilmu pengetahuan Islam pertama sejak Rosulullah SAW menerima wayu, menjalan kan pemerintahan hingga wafatnya beliau. Setelah itu banyak lahirnya tokoh-tokoh besar Islam  yang lahir didaerah tersebut yang dapat dijadikan sebagai sumper ilmu Islam setelah wafatnya sang rosul. Sebelum Islam datang, Yatsrib tidak memiliki pemimpin dan pemerintah resmi, yang ada hanya terbatas pada pemerintahan kepala suku atas anggota-anggota sukunya sehingga mereka hanya mementingkan suku mereka dan selalu bersaing pada permusuhan dan peperangan antar suku. Pada awalnya wilayah ini dikuasai oleh kaum Yahudi baik dalam bidang ekonomi, perdagangan dan penguasaan lahan pertanian. Pada tahun 618 M kota Yatsrib dilanda perang antara kaum Yahudi dengan kaum Arab. Yahudi menggunakan siasat adu domba dengan menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian antara suku Aus dan Khazraj. Suku Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuqa, sedangkan suku Aus bersekutu dengan Bani Quraizah dan Bani Nadir yang puncak peperangannya dinamakan perang Bu’a. Setelah perang usai, mereka sadar yang pada akhirnya sepakat untuk  mengangkat Abdullah Bin Muhammad dari suku Khajraj sebagai pemimpin mereka sebab Abdullah dianggap berpandangan luas. Kemudian pada tahun 620 M. masyarakat suku Kajraj banyak yang menjalankan ibadah haji dan ketika berkemah di Makkah mereka ditemui oleh Rasulullah SAW. Untuk memperkenalka Islam dan mengajak bertauhid kepada Allah sehingga kaum Khajraj berjanji untuk masuk Islam dan mengajak masyarakat Yatsrib untuk turut menganutnya.
            Kehadiran Islam ke Madinah tidak hanya mencari posisi aman dari ancaman kafir Qurays Makkah atau mencari suaka politik saja untuk Rasulullah dan kaum Muhajirin. Akan tetapi ada misi lain yang dibawa oleh Rasulullah dan kaum Muhajirin.  Rasulullah dan kaum Muhajirin dalam penyebaran Islam ke Madinah dapat dikatakan diterima oleh masyarakat setempat karena pada dasarnya masyarakat tersebut yang belum mengenal Islam mereka sudah mengenal adanya Tuhan disamping itu juga karena sudah adanya perjanjian atau sering disebut Baiat Aqobah I dan II.
Kehadiran Rasulullah SAW bersama kaum muslimin Mekkah atau yang disebut kaum Muhajirin sangat disambut dengan gembira dan penuh rasa persaudaraan oleh masyarakat Madiah yang kemudian disebut dengan kaum Ansor. Dengan adanya hubungan atau respon baik semacam itu berarti Islam dan Muhajirin mendapat lingkungan baru yang bebas dari ancaman para penguasa Qurays Makkah. Sehingga Rasulullah dan pengikut dari Makkah dapat melanjutkan da’wahnya dan menjabarkan dalam kehidupan sehari hari.
Sekalipun Rasulullah SAW. Merasakan rasa nyaman akan tetapi beliau tidak mudah terlena dengan segala kondsi yang ada. Suadah kita ketahui bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah tidaklah seorang diri melainkan ada pengikutnya. Kaum Muhajirin atau orang Makkah yang secara langsung ditempat barunya ada hubungan dengan orang-orang yang belum masuk Islam kemudian tidak senang dengan terbentuknya masyarakat muslim disekitarnya. Selain itu juga harus waspada terhadap ancaman Qurays Makkah yang kemungkinan sewaktu-waktu datang. Hal ini menjadi sebuah pertimbangan yang harus dipikirkan oleh Rasulullah SAW dan tidak bisa diabaikan. Melihat kenyataan tersebut,  beliau mulai mengatur dan menyusun segenap potensi yang ada dalam lingkungannya, memecahan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan segala potensi  dan kekuatan yang ada dalam rangka menyusun masyarakat baru yang terus berkembang dan mampu menghadapi segenap tantangan dan rintangan dari luar dengan kekuatan sendiri.
            Nama lengkapnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abd
Syams bin Abdul Manaf, biasa dipanggil Abu Abdurrahman. Ia masyhur dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Ia lahir di Mekkah tahun 20 sebelum hijrah. Ayahnya adalah Abu Sufyan, dan ibunya adalah Hindun binti Utbah. Ia adalah sosok yang terkenal fasih, penyabar, berwibawa, cerdas, cerdik, badannya tinggi besar, dan pembukaan kota Makkah tahun 8 H. Ia pernah ikut perang Hunain dan ia adalah seorang juru tulis Al-Qur’an. Karir politiknya diawali ketika Umar bin Khattab pernah menugaskan sebagaimgubernur Yordania dan pada masa Utsman bin Affan, dia ditugaskan menjadi gubernur Syiria. Muawiyah menjadi Khalifah pada tahun 41 H setelah Hasan bin Ali menyerahkan Khalifah kepadanya. Muawiyah bin Abi Sufyan mendirikan dinasti Bani Umayyah dan sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibukota dari Madinah al-Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Syiria. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Usman dan Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara yang baru. Membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah bin Abu Sufyan menerapkan sistem monarchiheridetis (kepe-Pemimpinan seacra turun temurun) sebagai penerusnya. Ia mengadopsi dari sistem monarki yang ada di Persia dan Byzantium. Muawiyah bin Abu Sufyan berkuasa selama 20 tahun. Ia meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
            Perang saudara islam yang pertama (656–661), juga disebut sebagai Fitnah Pertama adalah perang saudara besar pertama pada saat Kekhalifahan islam. Peperangan ini diakibatkan karena pembunuhan khalifah Utsman bin Affan. Pertempuran sengit yang berkecamuk sepanjang hari menyebabkan banyaknya korban yang berjatuhan di kedua belah pihak, terutama di kubu Muawiyah. Kendati demikian, Ali juga kehilangan beberapa sahabat terkemuka Rasulullah SAW yang ikut mendukungnya dalam perang tersebut. Di antara mereka adalah Hasyim bin Utba dan Ammar Yasir.Riwayat mengenai jumlah pasukan yang terbunuh di kedua belah pihak berbeda satu sama lain. Kendati demikian, sejarawan klasik asal Inggris, Gibbon Edward dalam bukunya The History of the Decline and Fall of the Roman Empire menuturkan, jumlah tentara yang tewas di kubu Ali diperkirakan sebanyak 25 ribu orang, sedangkan di pihak Muawiyah mencapai 45 ribu orang. Terbunuhnya Ammar bin Yasir membuat kubu Ali dan Muawiyah merasa terguncang, sehingga keduanya pun sepakat untuk berdamai. Mereka juga mengkhawatirkan wilayah perbatasan yang sedang lemah dan bisa diserang kapan saja oleh pasukan Persia dan Romawi Timur (Byzantium).
Pertempuran Shiffin berakhir imbang. Perjanjian damai antara Ali dan Muawiyah dibuat berdasarkan Alquran dan Sunnah. Adapun juru runding dari pihak Ali adalah Abu Musa al-Asy’ari, sedangkan dari kubu Muawiyah adalah Amr bin Ash. Selang beberapa tahun setelah perundingan tersebut, kelompok yang merasa tidak puas dengan Ali merencanakan pembunuhan terhadap sang khalifah. Sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW itu akhirnya wafat pada 21 Ramadhan 40 H setelah diserang oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman ibn Muljam. Air mata Muawiyah untuk Ali Muhammad Asy-Syallabi dalam bukunya Muawiyah bin Abu Sufyan mengisahkan, saat mendengar kabar tentang kematian Ali, Muawiyah pun menangis. Istrinya lantas menanyakan mengapa pendiri Dinasti Umayyah itu menagisi orang yang dulu pernah memeranginya. Muawiyah menjawab, “Kamu sebaiknya diam saja. Kamu tidak mengetahui berapa banyak manusia kehilangan keutamaan, fikih, dan ilmu karena kematiannya (Ali).”Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, kekuasaan kekhalifahan diberikan kepada putra tertua Ali yaitu Hasan. Namun, perseteruan antara keluarga Muawiyah dan Ali ternyata kembali berlanjut. Hasan hanya memerintah beberapa bulan sebelum akhirnya dia membuat perjanjian damai dan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah pada 661.
            Fitnah ini dimulai dengan serangkaian pemberontakan terhadap Khalifah Ali ibn Abi Talib, yang diakibatkan oleh pembunuhan terhadap khalifah sebelumnya yaitu Utsman bin Affan. Hal ini berlangsung sepanjang Ali memerintah dan diakhiri dengan pengangkatan Muawiyah sebagai khalifah menggantikan putra Ali bernama Hasan bin Ali yang menjadi khalifah selama beberapa bulan menggantikan khalifah Ali yang meninggal. Muawwiyah menandatangani perjanjian damai dengan Hasan bin Ali dan Muawwiyah mendirikan Dinasti Umayyah yang berkuasa selama beberapa abad di Semenanjung Arab. Fitnah kedua, atau Perang saudara islam yang kedua, adalah suatu kekacauan politik dan militer yang melanda kekhalifahan islam pada masa awal Dinasti Umayyah memerintah setelah kematian khalifah pertama dari Dinasti Umayyah yaitu Muawwiyah. Keadaan ini terjadi disekitar tahun 680-an. Setelah khalifah Muawiyah meninggal pada tahun 680, dia digantikan oleh putranya yaitu Yazid I. Pengangkatan Yazid menjadi khalifah ini ditentang oleh Husain bin Ali. Husain adalah cucu Muhammad, putra dari khalifah Ali bin Abi Thalib dan juga adik dari khalifah sebelum Muawiyah yaitu Hasan bin Ali. Husain beserta keluarga dan para pendukungnya dibunuh oleh pasukan Yazid di daerah karbala. Peristiwa Pertempuran Karbala ini menjadi awal dari perpecahan yang lebih sengit antara sekte sunni dan syiah dalam agama islam. Sampai saat ini, peristiwa di karbala ini masih diperingati oleh sekte Syiah sebagai Hari Asyura. Kemudian setelah itu, Yazid menghadapi pemberontakan yang kedua dari Abdullah bin Zubair, yang merupakan putra dari Sahabat nabi Zubair bin Awwam, yang sebelumnya susah memberontak terhadap khalifah Ali di Pertempuran Basra.   (Arab) (Mei-Juli 657 Masehi) terjadi semasa zaman fitnah besar atau perang saudara pertama orang Islam dengan pertempuran utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli. Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1 Shafar tahun 37 Hijriah.
            Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Talib diangkat sebagai khalifah , tetapi penerimaan dari seluruh kekhalifahan islam sangatlah sulit didapat. Muawiyah, Gubernur dari Suriah yang merupakan kerabat dari khalifah yang terbunuh , sangat menginginkan pembunuh dari sang kalifah diadili dimuka hukum. Muawwiyah berpendapat Ali bin Abi Talib tidak berniat untuk melakukan hal ini , sehingga Muawwiyah memberontak terhadap Ali bin Abi Talib dan membuat Ali bin Abi Talib berniat memadamkan pemberontakan Muawwiyah. Hasil dari keadaan ini adalah pertempuran di Siffin antara kedua belah pihak.
            Peperangan ini berlangsung imbang sehingga kemudian kedua belah pihak setuju untuk berunding dengan ditengahi seorang juru runding. Pertempuran dan perundingan membuat posisi Ali bin Abi Talib melemah tetapi tidak membuat ketegangan yang melanda kekhalifahan mereda. Oleh penganut aliran Syiah , Ali bin Abi Talib dianggap sebagai Imam pertama. Oleh penganut aliran Suni , Ali bin Abi Talib adalah khulafaur rasyidin yang ke empat dan Muawiyah adalah khalifah pertama dari Dinasti Ummayyah. Kejadian kejadian disekitar pertempuran Shiffin sangatlah kontroversial untuk Suni dan Syiah dan menjadi salah satu penyebab perpecahan di antara keduanya. Awalnya, Imam Ali berusaha melakukan perundingan demi mencegah pertumpahan darah di antara sesama muslim. Namun, Muawiyah tetap membangkang dan pecahlah perang di sebuah daerah bernama Shiffin di tepi sungai Furat, Irak. Ketika pasukan Imam Ali hampir mencapai kemenangan, penasehat Muawiyah bernama Amru bin Ash memerintahkan pasukannya agar menancapkan Al-Quran di tombak mereka dan menyerukan gencatan senjata atas nama Al-Quran. Imam Ali yang memahami tipuan ini memerintahkan pasukannya agar terus bertempur, namun sebagian kelompok menolak. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai kelompok Khawarij. Atas desakan kelompok Khawarij pula, perang dihentikan dan diadakan perundingan antara kedua pihak. Dalam perundingan ini, delegasi Muawiyah melakukan tipuan. Akibatnya, kekhalifahan kaum muslimin direbut dari tangan Imam Ali dan jatuh ke tangan Muawiyah.
            Perang ini terjadi setelah Muhammad meninggal dan Ali bin Abi Thalib menjabat kekhalifahan dan memaksa Abu Sufyan untuk mengakui kekhalifahannya, dan perang ini terjadi di bukit Shiffin. Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Amru bin Ash dan Ali berhasil menjatuhkan dan melemparkan pedang Amru bin Ash, namun Amru yang menyadari kekalahan dan kematiannya, Amru dengan nekad membuka celananya, sehingga Ali yang akan menghujamkan pedang kearah Amar dan melihat perbuatan Amru, Ali bin Abi Thalib segera memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amru yang telanjang. Sehingga Amru dengan perbuatan memalukannya itu selamat dari tebasan pedang Ali dan Zulfiqar dan juga selamat dari kematian.
            Faktor terpenting meletusnya perang Shiffin adalah penolakan Muawiyah untuk berbaiat kepada Baginda Ali As dengan dalih bahwa Baginda Ali As terlibat dalam kasus pembunuhan Usman. Tatkala perang nyaris berakhir dengan kemenangan sempurna Amirul Mukminin, dengan tipu-daya Amr bin Ash peperangan berakhir dan dengan peristiwa arbitrase (hakamain) yang mengharuskan Amirul Mukminin menarik diri dari beberapa keinginannya sementara waktu dan menghentikan peperangan karena desakan dan tuntutan kemaslahatan. Sebagian pasukan Amirul Mukminin As yang sangat berperan dalam mendesak Imam Ali As untuk mengehentikan perang, menyadari kesalahan mereka setelah beberapa waktu dan meminta Amirul Mukminin untuk melupakan perjanjian dengan Muawiyah. Karena Imam Ali As menolak untuk melakukan hal itu maka desakan ini yang menjadi cikal-bakal meletusnya perang Nahrawan.
            Ali As dalam masa singkat pemerintahannya yang berlangsung selama lima tahun melewati masa tersebut dengan tiga peperangan. Perang pertama yang dikenal sebagai perang Jamal berakhir dengan kemenangan beliau namun kemenangan dan penaklukan ini tidak berlangsung lama karena musuh lainnya seperti Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam (Suriah), yang telah memerintah sebagai Gubernur Syam semenjak kekhalifahan Umar, telah lama menaruh perhatian untuk menjadi khalifah dan keinginan ini ia wujudkan hingga akhir usianya memerintah di tempat itu. Atas dasar ini, Imam Ali As, karena tugas berat dalam rangka memelihara umat Islam dari penyimpangan, mau-tak-mau harus menumpas rival licik dan para pengikutnya yang dikenal sebagai Qâsithin dalam lembaran sejarah. Ali As setelah pemilihannya sebagai khalifah di Madinah berada pada tataran menertibkan dan memersatukan umat Islam dengan menumpas api fitnah orang-orang Syam malah kini harus berhadapan dengan fitnah perang Jamal di Basrah buntut dari pengusiran wakil Imam Ali As di Basrah dan membuat kerusuhan di kota tersebut oleh para pelanggar Baiat. Karena itu, Imam Ali harus melupakan dulu untuk menindak lanjuti keputusan pertamanya dan memutuskan bertolak menuju Basrah. Sebab pengambilan keputusan untuk menumpas api fitnah dengan bergerak ke arah Syam adalah karena Muawiyah dalam jawaban suratnya ke Baginda Ali As tidak hanya mau turut kepada baiat kepada Baginda Ali As malah sebagaimana orang-orang Jamal, Ali As dituding sebagai orang yang terlibat dalam pembunuh Usman. Muawiyah menjadikan keinginannya menuntut darah dari para pembunuh Usman sebagai dalih dan alasannya mengangkat senjata melawan Amirul Mukminin Ali As.
            Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, banyak sekali terjadi fitnah. Fitnah itu seharusnya menjadi pelajaran bagi kita umat Islam untuk mengambil hikmah dalam menjaga persatuan umat ini. Ditengah egoisme kepentingan kelompok maupun pribadi. Berbeda dengan 3 khalifah sebelumnya yang mendapat suara bulat dari dewan syura’. Naiknya Ali bin Abi Thalib tidak dengan suara utuh, bahkan di dalam kota Madinah sekalipun. Bukan karena tuduhan bahwa Ali telah membunuh Utsman. Yang dituntut oleh Aisyah dalam perang Jamal adalah ketegasan Ali dalam menghukum kaum pemberontak yang telah membunuh Utsman, sedangkan bukti maupun terdakwa tentang siapa pelakunya sangat sedikit. Posisi Ali ketika itu juga sedang dikepung oleh banyaknya kaum Munafik, hal ini bisa dimaklumi karena banyak sahabat yang meninggalkan Madinah setelah Rasulullah meninggal. Baik yang mati syahid ataupun menetap di daerah baru untuk meneruskan penyebaran syiar Islam. Walhasil, yang di Madinah justru banyak orang-orang Munafik yang sedari semasa Nabi hidup sudah enggan untuk berjihad dan berdakwah di jalan Allah. Maksud Ali menunda Hadd / mahkamah atas pembunuh Utsman adalah menghindari perpecahan antara golongan Anshor dan Muhajirin di Madinah. Karena kaum munafik selalu dengan akal-licik berusaha memisahkan tali antara dua golongan ini. Bahkan demi terlaksana-nya Hadd ini, Ali memindahkan pemerintahan ke tempat netral, Kufah. Agar lepas dari pengaruh kaum munafik. Enggak heran, bila dikemudian hari, Muawiyyah juga memilih untuk memindahkan  pusat pemerintahan ke Damaskus, karena untuk menghindari kaum munafik juga. Posisi Ali ketika itu juga diperparah dengan semakin fanatik-nya golongan Syi’ah Kadzabiyah (semacam gerakan Nabi Palsu dengan mencoba mengangkat Ali sebagai Nabi dan Putra Tuhan) sudah ada sejak zaman Abu Bakar. Awalnya maksud dan tujuan Muawiyah dengan 20.000 orang pasukan adalah untuk memberikan dorongan moral bagi Ali bin Abi Thalib yang sedang dikepung oleh golongan Munafikun. Sekaligus untuk berjaga-jaga jika mahkamah hadd dilaksanakan, dan terjadi perang saudara antara Muhajirin dan Anshor karena hasutan kaum munafik. Muawiyah dapat segera membantu meredam dengan pasukannya. Muawiyah ingin memberikan dukungan moril dan menjaga independensi keputusan Ali terkait akan digelarnya mahkamah atas pembunuhan Ustman. Tapi issu yang dihembuskan oleh kaum munafik (pimpinan Abdullah bin Saba’) adalah bahwa, Muawiyah bermaksud memberontak. Maka kaum munafik ini mendorong Ali bin Abi Thalib untuk keluar dan membatalkan mahkamah atas pembunuh Utsman karena ada pemberontak yang sedang menuju Madinah. Ali sendiri sebenarnya lebih suka menyambut pawai pasukan dari Damaskus sebagai tamu. Karena dia tahu benar, bahwa Muawiyah bukanlah sosok pemberontak, dan pasti ada maksud baik dari kedatanganya. Sebagaimana pujian beliau ketika ditanya tentang sosok Muawiyah “bahwa Muawiyah adalah orang yang paling baik adabnya diantara kami” Tapi salah seorang panglima Ali berkaum munafik malah memulai dulu pertempuran, sehingga pecahlah perang Shiffin. Amr bin Ash, salah seorang sahabat Nabi yang strategi perang dan politiknya dikagumi oleh orang Romawi. Akhirnya bisa membaca, bahwa perang ini adalah buah provokasi  kaum Munafik.
            Terutama setelah sahabat Amar bin Yasir meninggal dalam pertempuran. Tewasnya beliau memberi pengaruh amat besar bagi kedua belah pihak, dimana sebelumnya Rasulullah (SAW) telah berkata kepada Amar, bahwa ia tidak meninggal, kecuali terbunuh di antara dua kelompok orang-orang mukmin Oleh karenanya, Amr bin Ash berijtihad dengan menyuruh seorang prajurit untuk menombak al-Qur’an dan mengangkatnya untuk bisa menghentikan perang, melakukan evaluasi sekaligus mengidentifikasi mana yang mu’min asli dan mana kaum munafik. Kaum munafik pasti menginginkan perang terus berlangsung, sedang orang mukmin pasti meletakkan senjata menunggu ijtihad para ulama dan umara’ sesuai al-Qur’an. Selama proses Tahkim dan musyawarah antara sahabat terkemuka Nabi inilah kebenaran nyata akan Orang mu’min sejati dan kaum munafikun tersibak. Orang mukmin meletakkan senjatanya dengan ikhlas, terutama di yang berada di pihak Ali bin Abi Thalib. Orang mukmin di pihak Ali jelas menanggalkan egoisme pribadi mereka dengan suka rela meletekkan senjata, padahal kemenangan mereka sudah nyata di depan mata. Sedang orang munafik, mereka tetap tidak mau meletakkan senjata. Terus membujuk Sayyidina Ali untuk melanjutkkan perang, karena kemenangan tinggal selangkah lagi. Tapi Sayyidina Ali adalah orang mengutamakan kepentingan umat dan persatuan umat. Untuk apa sebuah kemenangan, tapi persatuan dan kesatuan umat terkoyak. Hasil dari tahkim sendiri sebenarnya berisi, bahwa Ali bin Abi Thalib ditetapkan membawahi wilayah Iraq dan penduduknya, sedangkan Muawiyah ditetapkan membawahi wilayah Syam beserta para penduduknya, dan tidak boleh lagi ada pertempuran. Tapi fakta sejarah kemudian menerangkan, bahwa benar ketika itu Sayyidina Ali dikelilingi oleh orang-orang munafik yang berperang demi kepentingan pribadi. Bahkan penduduk Kufah sendiri mengkhianati beliau.
            Kiranya kita perlu mencermati masalah ini bahwa masalah menuntut darah pembunuhan Usman bagi setiap penjahat telah berubah menjadi dalih dan alasan untuk menyebarkan fitnah. Dan anehnya orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman telah berganti peran dan muncul sebagai orang-orang yang menuntut darah Usman. Mereka menuding orang lain sebagai dalang dari pembunuhan ini yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dalam pembunuhan Usman bahkan telah menunjukkan itikad baik kepadanya dengan memberikan wejangan dan nasihat kepadanya. Tatkala rumah Usman dikepung, Imam Hasanlah yang mengirimkan air ke rumah Usman untuk memenuhi persediaan air di rumahnya Menanggapi tudingan Muawiyah, Amirul Mukminin Ali As membantah surat Muwaiyah dengan menulis, “Baiatku adalah baiat yang bersifat umum. Dan mencakup seluruh kaum Muslimin baik mereka yang hadir di Madinah tatkala memberikan baiat atau mereka yang berada di Basrah, Syam dan kota-kota lainnya. Dan engkau mengira bahwa dengan melemparkan tuduhan sebagai orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman maka engkau dapat menolak untuk berbaiat kepadaku. Dan semua orang tahu bahwa bukan aku yang membunuhnya sehingga aku harus mendapatkan qishas dari perbuatan tersebut. Pewaris Usman lebih layak menuntut darahnya darimu. Engkaulah di antara orang-orang yang menentangnya dan pada masa itu ia meminta pertolongan darimu namun engkau tidak menolongnya sehingga ia terbunuh. Ali As dalam banyak hal memberikan penyuluhan dan pencerahan kepada umat ihwal kelicikan dan kelihaian Muawiyah. Untuk telaah lebih jauh kami persilahkan Anda untuk merujuk pada kitab-kitab yang memberikan ulasan atas kitab Nahj al-Balaghah dan kitab-kitab yang telah ditulis dalam masalah ini. Kelompok ketiga yang diperangi oleh Baginda Ali As adalah kaum Khawarij. Mereka adalah kelompok yang tadinya bersama Baginda Ali As pada perang Shiffin. Karena penentangan mereka terhadap Amirul Mukminin pada peristiwa arbitrase mereka berpisah darinnya dan keluar dari ketaatan kepada Baginda Ali As karena mereka keluar (khurûj) memerangi Amirul Mukminin Ali As. Karena itu mereka juga disebut sebagai Mâriqin.





BAB VI

KURUN WAKTU HAJAJ

            Berbicara tentang Hajjaj bin Yusuf, berarti kita mengangkat pembicaraan tentang seorang pemimpin yang zalim, otoriter, dan kejam. Buku sejarah manapun yang kita buka yang meceritakan tentang Hajjaj bin Yusuf, maka tema besar pembicaraannya serupa, semua bercerita tentang kesewenang-wenangannya sebagai seorang pemimpin. Sampa-sampai sebagian ahli sejarah menjadikan namanya sebagai sinonim kata zalim dan menjadikannya sebagai profil batas maksimal kezaliman seorang penguasa. Namun, Hajjaj juga memiliki sisi-sisi humanis dan jasa-jasa yang layak untuk diapresiasi. Ahli sejarah melulu menceritakan kejelekannya sehingga sosok Hajjaj tidak tergambar secara utuh. Saat Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhu memproklamirkan diri menjadi khalifah di Mekah –tahun 64 H / 683 M setelah wafatnya Yazid bin Muawiyah-, ia berhasil mencuri perhatian masyarakat dunia Islam karena latar belakangnya anak dari sepupu Rasulullah, cucu dari Abu Bakar ash-Shiddiq, dan salah satu sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadis. Saat itu nyaris hanya Yordania saja yang memberikan loyalitas penuh kepada kekhilafahan Bani Umayyah. Marwan bin Hakam sebagai pengganti Yazid bin Muawiyah hanya mampu mengamankan Mesir dari pengaruh Abdullah bin Zubair.
            Kemudian diangkatlah Abdul Malik bin Marwan sebagai pewaris tahta. Untuk membereskan masalah dengan Abdullah bin Zubair, Abdul Malik melirik Hajjaj bin Yusuf karena Hajjaj dikenal sebagai orang yang keras, memiliki karakter kepemimpinan yang kuat, dan pantang menyerah. Kekuatan Abdullah bin Zubair pun bias didesak sehingga kekuasaannya hanya terbatas di wilayah Hijaz. Akhirnya Hajjaj berhasil mengepung Kota Mekah yang menjadi benteng terakhir Abdullah bin Zubair. Hajjaj menggempur kota suci itu dengan tembakan-tembakan manjaniq, sampai-sampai  sebagian dari Ka’bah roboh tertimpa peluru-peluru manjaniq pasukan Hajjaj. Hajjaj benar-benar tidak peduli dengan kehormatan kota yang mulia itu. Pengepungan itu akhirnya menewaskan Abdullah bin Zubair dan berakhirlah masa kekuasaannya. Umat Islam kembali lagi bersatu di bawah satu kepemimpinan, kepemimpinan Bani Umayyah dengan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Sebagai penghargaan untuk keberhasilan Hajjaj, khalifah melimpahkan kekuasaan Hijaz di tangan Hajjaj bin Yusuf. Dengan demikian kekuasaan Mekah, Madinah, dan Thaif berada di tangan gubernur bertangan besi yang ditakuti. Kemudian kekuasaan Hajjaj ditambah lagi dengan wilayah Yaman dan Yamamah. Pada kesempatan kali ini penulis akan memaparkan sisi lain dari sosok Hajjaj bin Yusuf, sehingga jelas bagi kita pribadi Hajjaj bin Yusuf; manis dan pahitnya, baik dan buruknya. Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dilahirkan di daerah Thaif pada tahun 41 H / 661 M. Ia dibesarkan di keluarga yang terhormat dari kalangan Bani Tsaqif. Ayahnya adalah seorang yang taat dan berilmu. Sebagian besar waktu sang ayah dihabiskan di kampungnya, Thaif, mengajarkan anak-anaknya Alquran. Dengan didikan sang ayah, Hajjaj pun berhasil menghafalkan Alquran secara sempurna, 30 juz. Kemudian ia mengulang-ulang hafalannya di majilis-majlis para sahabat dan tabi’in, seperti: Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Sa’id bin al-Musayyib, dll. Kemudian ia mulai diberi tanggung jawab untuk mengajar anak-anak lainnya. Masa kanak-kanak yang ia habiskan di Thaif sangat berpengaruh terhadap kefasihannya berbahasa. Di sana juga ia bergaul dengan Kabilah Hudzail, kabilah Arab yang paling fasih dalam berbahasa. Setelah ditempa dengan baik, Hajjaj tumbuh menjadi seorang orator, memiliki kemampuan public speaking yang luar biasa. Abu Amr bin Ala’ mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih fasih (dalam berbahasa) seperti Hasan al-Bashri kemudian Hajjaj. Setelah Basyar bin Marwan –saudara Khalifah Abdul Malik- wafat, khalifah menunjuk Hajjaj bin Yusuf menjadi gubernur Irak. Irak adalah sebuah wilayah yang luas yang sedang mengalami gejolak dan kekacauan, orang-orang Khawarij terus membuat makar di wilayah ini sehingga stabilitas sulit dicapai. Sebelumnya penduduk wilayah berani menolak perintah khalifah untuk berangkat berjihad memerangi Khawarij Azariqah. Jadi, menurut khaligah Hajjaj-lah orang yang tepat yang mampu meredam keadaan ini dan mengembalikan keamanan di tengah-tengah rakyat Irak. Hajjaj menyambut perintah khalifah dan langsung berangkat menuju Irak pada tahun 75 H / 694 M. sesampainya di Kufah, ia langsung berkhutbah di tengah-tengah rakyatnya dengan khutbah yang keras bagaikan badai. Isi khutbahnya adalah ancaman terhadap orang-orang yang merusak stabilitas Irak, mengancam para Khawarij, dan teguran bagi mereka yang malas berjihad. Hajjaj mengancam akan membunuh orang-orang yang malas untuk berangkat berjihad. Mendengar ancaman itu, rakyat Kufah pun bersegera berangkat berjihad memerangi Khawarij Azariqah. Saat suasana Kufah sudah mulai bisa dikendalikan, Hajjaj berangkat menuju Bashrah. Sesampainya di Bashrah, rakyat Bashrah ternyata sudah ciut nyalinya untuk berhadapan dengan Hajjaj. Hajjaj kembali mengancam orang-orang Khawarij di kota itu agar tidak membuat onar dan kembali menaati khalifah. Hajjaj mengatakan, “Sesungguhnya aku mengingatkan dan aku tidak akan menimbang-nimbang setelahnya, aku sudah menegaskan dan aku tidak akan memberi keringanan, aku sudah mengancam dan tidak akan memaafkan…” Hajjaj berhasil menuntaskan banyak pergolakan yang terjadi di wilayah Irak, seperti pemberontakan Abdurrahman bin al-Asy’ats yang dibaiat menjadi khalifah oleh penduduk Irak. Awalnya Ibnu al-Asy’ats tidak menginginkan menjadi khalifah, ia hanya tidak senang dengan perlakuan Hajjaj yang teramat zalim, namun situasi kian memanas, dan orang-orang pun membaiatnya menjadi khalifah. Akibat peperangan Hajjaj dan Abdurrahman bin al-Asy’ats ini, ribuan jiwa tewas.
            Berbiacara tentang kezaliman dan kekejaman Hajjaj, hal itu adalah sesuatu yang tak terbantahkan, ia sangat mudah menumpahkan darah orang yang tak bersalah. Kekejamannya itu menyebabkan beberapa panglima perangnya membelot karena tidak tahan menerima perintah yang menzalimi kelompok tertentu. Namun pada masanya juga ada masa-masa perbaikan. Setelah pergolakan di Irak dapat ia atasi, ia mulai mewujudkan pembangunan fisik di Irak. Pembangunan kantor-kantor, fasilitas umum dan kesehatan. Sungai-sungai di Irak yang kala itu tidak memiliki jembatan, dibuatkan Hajjaj jembatan untuk mempermudah masyarakat, ia juga membuat bendungan untuk menampung air hujan, nantinya bendungan tersebut digunakan untuk kebutuhan masyarakat dan para musafir. Sedangkan daerah-daerah yang jauh dari bendungan diperintahkan menggali sumur. Hajjaj juga dikenal detil dan selektif dalam memilih pegawai pemerintahan, ia benar-benar menunjuk orang-orang yang capable di bidangnya karena ia sangat benci dengan kesalahan dan keteledoran. Ia juga berhasil menaklukkan banyak wilayah.  Di antara wilayah yang ditaklukkannya adalah wilayah Balkh, Baikan, Bukhara, Kasy, Thaliqan (sebuah kota yang mencakup daerah Thakharistan, kota di Afganistan, dan Thaliqan Qazawin di Iran sekarang), Khawarizm, Kasyan (daerah di wilayah Iran sekarang), hingga kota-kota perbatasan Cina. Mungkin buah dari penakulukkan Hajjaj terhadap Bukhara adalah lahirnya seorang imam besar di Bukhara, Imam Bukhari rahimahullah. Hajjaj juga memerintahkan sepupunya yang masih sangat belia, pahlawan Islam yang terkenal, Muhammad bin Qasim ats-Tsaqafi menaklukkan wilayah India, hingga muncullah kerajaan besar di abad pertengahan, Kerajaan Mughal. Para sejarawan mengaitkan penaklukkan Muhammad bin Qasim ast-Tsaqafi ini dengan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Bani Tsaqif. Di antara jasa-jasa Hajjaj yang paling besar adalah keseriusannya dalam memberi titik dan harakat pada huruf-huruf Alquran. Tidak salah untuk mengatakan bahawa Al-Hajjaj bertanggungjawab menguatkan pengaruh Dinasti Umayyah pada masa pemerintahan Malik bin Marwan. Al-Hajjaj mempunyai beberapa panglima yang hebat dan pintar, hampir setaraf dengan beliau. Kesemua mereka adalah hasil didikan beliau. Beliau adalah Musa bin Nusair, Muhammad bin Qasim dan Qutaiba bin Muslim. Di bawah kepimpinan Musa bin Nusair, Afrika Utara dan Semenanjung Iberia telah berjaya ditawan. Tariq bin Ziyad adalah panglima Musa bin Nusair yang membantunya menawan Semenanjung Iberia. Muhammad bin Qasim pula berjaya menawan Turkestan manakala Qutaiba bin Muslim menjelajah sejauh Pakistan untuk menawan wilayah Sindh.

BAB VII

REFORMASI YANG MODERAT DAN RADIKAL SERTA REAKSINYA : MASA PEMERINTAHAN SULAIMAN, UMAR II, DAN YAZID II


Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan. Dia dilahirkan pada tahun 54 H. Dia adalah adik dari khalifah sebelumnya al-Walid. Dia menjadi kholifah kurang lebih selama tiga tahun yaitu pada tahun 96-99M/714-717 H.  ulaiman bin Abdul-Malik (± 674 - 717) ialah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah dari 715 sampai 717. Ayahandanya ialah Abdul-Malik, dan merupakan adik khalifah sebelumnya al-Walid I. Setelah diangkat sebagai khalifah, sulaiman tidak melupakan orang-orang yang pernah mendukung maksud tersebut. Sungguhpun hajjaj wafat sebelum al-walid, keluarganya tidak lepas dari pelampiasan dendam sulaiman. Mereka bersama Muhammad bin qasimdan qutaibah bin muslim mengalami siksaan berat. Muhammad dan qutaibah akhirnya dibunuh padahal keduanya berjasa memperluas kekuasaan bani umayyah. Muhammad bin qasim misalnya berhasil memperluas wilayah sampai ke negeri sind, sedangkan qutaibah berhasil menguasai khurasan dan daerah di seberang sungai oxus yang meliputi tukharistan, balkh, Bukhara, Samarkand, dan khawarizm. einginan untuk  menaklukkan Konstantinopel timbul kembali pada masa khalifah Al-Walid bin Abdul Malik. Untuk itu dia memrintahkan agar jalan menuju kesana terlebih dahulu diamankan dengan cara meruntuhkan kubu Romawi di sepanjang jalan tersebut. Tetapi Al-Walid I sudah meninggal sebelum pasukan dikirim.
Sulaiman yang menggantikan Al-Walid I mencoba melaksanakan rencana tersebut. Perebutan kekuasaan di lingkungan kekaisaran Bizantium menjadi salah satu faktor pendorong bagi Sulaiman untuk mewujudkan recana itu. Sulaiman juga mendapat dukungan dari penguasa Mar’asy yang bernama Leon yang bersedia berjuang bersama kaum muslim dan berjanji akan memerintah atas nama khlifah jika ia berhasil menduduki singgasana Bizantium.
Sebuah pasukan besar yang dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Malik bergerak melalui darat dan laut dan berhasil mencapai Konstantinopel serta mengepungnya. Tetapi pasukan ini tidak memperoleh hasil yang berarti karena Leon berkhianat. Leon yang berhasil menduduki singgasana kekaisaran Bizantium atas bantuan kaum muslim justru berbalik menyerang mereka. Musim dingin dan terputusnya bantuan serta perbekalan menimbulkan banyak kesukaran bagi kaum muslim. Akhirnya khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik, memerintahkan penarikan seluruh pasukan pada tahun 717 M. Dengan demikian pengepungan pun berakhir dan untuk kedua kalinya Konstantinopel terhindar dari kejatuhannya dari kaum muslim.
Selain itu kemajuan juga disumbang oleh Musa ibnu Nushair ke negeri afrika dan usaha Thariq ibnu Zayyad memasuki Spanyol menyebabkan banyak harta rampasan yang didapat, akan tetapi hati khalif tidak senang. Sulaiman memberikan penganiayaan kejam terhadap panglima besar Musa Ibnu Nushair. Dan penganiayaan itu bukanlah berpangkal kepada maslaah putera mahkota akan tetapi semata-mata timbul dari ketamakan Sulaiman sendiri, dan kecintaannya berlebih-berlebihan kepada keduniaan. Menurut riwayat, Musa Ibnu Nushair datang dari Andalusia dengan membawa hadiah-hadiah dan barang-barang bingkisan. Ketika ia dalam perjalanan Khalifah Al-Walid I di damaskus jatuh sakit. Dan Sulaiman ingin sekali supaya ia Al-Walid I meninggal dunia, dan semua bingkisan-bingkisan dari Andalusia itu jatuh ke tangannya sendiri. Maka ditulislah surat kepada Musa minta supaya pelan-pelan dalam perjalanannya, hingga ia sampai ke damaskus sebelum Al-Walid I meninggal dunia. Sebab itu sulaiman menaruh dendam kepadanya. Dan setelah menjadi khalifah maka disiksanya Musa dan dimasukkannya kedalam penjara. Disitanya semua harta benda dan dipaksanya dia membayar denda yang besar jumlahnya, sehingga Musa terpaksa meminta pertolongan bangsa Arab untuk membayar denda tersebut.
Sulaiman mengambil kekuasaan, dalam, pada lawan politiknya Al-Hajjaj bin Yusuf. Bagaimanapun, al-Hajjaj meninggal pada 714, maka Sulaiman menyiksa sekutu politiknya. Di antaranya ada 3 jenderal terkenal Qutaibah bin Muslim, Musa bin Nusair, dan Muhammad bin Qasim. Seluruhnya ditahan dan kemudian dibunuh. Di bawah pemerintahannya, ekspansi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Tabiristan. Sulaiman juga memerintahkan serangan ke Konstantinopel, namun gagal. Di kancah domestik, dengan baik ia telah membangun di Makkah untuk ziarah, dan mengorganisasi pelaksanaan ibadah. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa, namun hukuman matinya pada ke-3 jenderalnya menyuramkan reputasinya. Ia hanya memerintah selama 2 tahun. Ia mengabaikan saudara dan putranya, dan mengangkat Umar bin Abdul-Aziz sebagai penggantinya sebab reputasi Umar sebagai salah satu dari yang bijaksana, cakap dan pribadi alim pada masa itu. Dia dikenal sebagai tokoh yang menghidupkan kembali kegiatan shalat di awal waktu, yang mana pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, shalat selalu diulur-ulur waktunya. Dia memecat kroni-kroni Hajjaj bin Yusuf, gubernur Irak yang kejam, dan melarang adanya nyanyian dan musik. Hanya saja, dia punya kebiasan makan besar; diketahui dalam catatan Imam Suyuthi, bahwa dalam sekali makan saja  dia dapat menghabiskan 60 delima, seekor kambing, 6 ekor ayam, dan anggur kering [dari] Tha'if. Pengangkatan seperti jarang terjadi pada masa itu, walau secara teknis memenuhi cara Islam untuk mengangkat pengganti, mengingat pengangkatan berkelanjutan tidak. Dia adalah kholifah ketujuh dari daulat bani Umaiyyah. Dia memperoleh tahta sesuai dengan wasiat dari ayahnya yaitu Abd al-Malik, agar anaknya Walid dan Sulaiman menjadi kholifah sesudahnya. Setelah al-Walid I wafat, dia secara otomatis naik tahta menjadi kholifah menggantikan adiknya. Sebelum menjadi kholifah dia menjadi gubernur di Ramlan. Sebelum wafat al-Walid pernah bermaksud untuk memecat Sulaiman dari kedudukannya sebagai putra mahkota. Hal ini dikarenakan ia ingin mengangkat putranya sendiri yang bernama Abdul Aziz untuk menggantikannya. Tetapi usaha yang dilakukan al-Walid untuk menggeser putra mahkota itu berdampak buruk, karena menyebabkan awal pemerintahan Sulaiman diwarnai dengan aksi balas dendam terhadapnya.  Tatkala duduk sebagai kholifah, dia memerintahkan semua jajaran dan rakyatnya untuk melakukan sholat tepat pada waktunya dimana sebelumnya diakhirkan hingga keakhir waktunya. Era sulaiman dikenal kurang baik dibandingkan dengan pendahulunya (al-Walid) dan penggantinya (Umar II). Para jenderal yang mengharumkan nama Islam di tiga benua pada masa pendahulunya, justru dipecat oleh Sulaiman dengan tidak hormat. Seperti Musa dan Thariq dipecat dan diambil kekayaan mereka dengan alasan mereka tidak patuh pada perintah Sulaiman. Putra Musa al-Aziz dibunuh dengan alasan menikahi janda Roderic. Keponakan Musa, al-Ayub dipecat. Ibn Qosim dibunuh secara keji karena ia adalah keponakan dan menantu Hajaj. Hajaj pernah usulkan kepada al-Walid untuk pembatalan wasiat Abd al-Malik dan mengangkat putranya Walid sendiri sebagai khilifah, namun al-Walid wafat dan Hajjaj pun wafat sebelum al-Walid wafat, maka kemarahannya jatuh kepada keluarga Hajjaj.
Sulaiman bin Abdul Malik naik tahta sebagai khalifah menggantikan saudaranya, Walid bin Abdul Malik, pada usia 42 tahun. Ia hanya memerintah selama dua tahun (97 H-99 H).  Menurut sebagian ahli sejarah, menjelang wafatnya, Walid bin Abdul Malik tidak sempat menunjuk seseorang sebagai pengganti. Para pemuka keluarga Bani Umayyah akhirnya memutuskan Sulaiman bin Abdul Malik sebagai Khalifah Ketujuh Daulah Umayyah di Damaskus, Syria. Saat itu Sulaiman sendiri berada di kota Ramallah. Ia baru mengetahui berita wafatnya Walid setelah sepekan kemudian. Begitu menjabat khalifah, banyak perubahan yang dilakukan Sulaiman bin Abdul Malik. Yang terbesar adalah pergantian beberapa pejabat penting pemerintah. Inilah yang membuat puncak kejayaan Daulah Umayyah menurun. Sebelumnya, Abdul Malik bin Marwan dan Walid bin Abdul Malik menempatkan tokoh-tokoh terkuat di beberapa daerah. Misalnya, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim ditempatkan di wilayah timur, sedangkan Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad ditempatkan di wilayah barat. Sulaiman bin Abdul Malik memberhentikan ketiga tokoh tersebut. Musa bin Nushair, penakluk Spanyol dan Portugal, tiba di Damaskus tiga hari sebelum Walid bin Abdul Malik wafat. Tanpa alasan yang bisa diterima, Musa bin Nushair diberhentikan dan dibuang ke Madinah. Dua tahun kemudian, tokoh ini wafat. Putra Musa bin Nushair, Abdul Malik bin Musa yang menjabat gubernur wilayah Afrika di Kairawan juga diberhentikan. Sebagai penggantinya diangkatlah Muhammad bin Yazid. Sedangkan Abdul Azis bin Musa, putra Musa bin Nushair yang menjabat gubernur di wilayah Andalusia yang berkedudukan di Toledo, dikudeta oleh pasukannya sendiri dan gugur dalam sebuah peperangan. Sebagai penggantinya, Sulaiman bin Abdul Malik mengangkat Abdurrahman Ats-Tsaqafi.
Sementara itu, Hajjaj bin Yusuf meninggal terlebih dahulu daripada Walid bin Abdul Malik. Namun demikian, keluarganya tak ada yang luput dari kebijakan Kalifah Sulaiman. Mereka yang masih memegang jabatan langsung diberhentikan. Tindakan fatal lainnya yang dilakukan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik adalah membebaskan para tahanan politik di Irak dan Iran. Dilihat dari sudut kemanusiaan, sekilas tindakan ini positif. Namun di sisi lain, mereka yang menentang pemerintahan selama ini menjadi bebas berbuat apa saja. Ketika masih hidup, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim sepakat untuk mengangkat Abdul Azis bin Walid sebagai calon pengganti sang khalifah. Namun, Walid bin Abdul Malik meningga sebelum sempat menetapkan keputusan itu. Itulah yang membuat Khalifah Sulaiman tidak senang dengan Hajjaj dan Qutaibah. Rasa tidak senang itu sudah terbaca oleh Qutaibah. Apalagi ketika melihat tindakan Khalifah Sulaiman terhadap keluarga Hajjaj dan Musa bin Nushair. Qutaibah bin Muslim menggerakkan rakyat Khurasan untuk memberhentikan Khalifah Sulaiman. Namun kekuatannya kalah. Ia gugur dalam peperangan. Sebagai gantinya diangkatlah Wakki At-Tamimi. Sedangkan jabatan Hajjaj bin Yusuf tak pernah diisi lagi. Khalifah Sulaiman menunjuk Yazid bin Muhallib sebagai gubernur wilayah Irak dan Iran. Karena kemampuannya, Yazid bin Muhallib diangkat menjadi gubernur wilayah Khurasan menggantikan Wakki At-Tamimi. Selanjutnya, gubernur Yazid melebarkan sayap kekuasaannya ke daerah Tabaristan dan Jurjan. Sementara itu, kemenangan Panglima Maslamah bin Abdul Malik di daerah Asia Kecil pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik, membuat geger imperium Romawi Timur. Hal itu membangkitkan minat Khalifah Sulaiman untuk menaklukkan Konstantinopel. Ia pun mempersiapkan bala bantuan berkuatan 120.000 orang untuk memperkuat pasukan saudaranya. Khalifah Sulaiman sendiri ikut dalam pasukan itu. Namun ia terpaksa berhenti di Caesarea wilayah Galtia karena sakit. Sedangkan Maslamah dan pasukannya meneruskan perjalanan. Pasukan Romawi tidak mengadakan perlawanan. Mereka bertahan di benteng Konstantinopel dalam kepungan pasukan kaum Muslimin yang cukup lama.
            Di awal pemerintahannya diwarnai dengan aksi balas dendam terhadap pemimpin-pemimpin besar yang pernah ada dalam sejarah. Pada masa pemerintahannya dia hendak melaksanakan aksi balas dendam terhadap hajjaj yang mendukung Walid ketika Walid mau mengesampingkan hak dia sebagai pengganti kholifah. Para pemimpin itu sebelumnya telah sepakat dengan saudaranya, Walid, untuk menurunkan sulaiman dari kedudukannya sebagai putra mahkota dan menggantinya dengan anaknya. Mereka yang setuju itu adalah Muhammad bin Qosim dan Qutaibah bin Muslim. Tetapi ada pula orang berkata bahwa Qutaibah ibnu Muslimlah yang lebih dahulu berusaha untuk memecat Sulaiman, lantaran ia sangat takut kepadanya. Karena itu, maka Bani Tamim yang merupakan inti dalam pasukan Qutaibah memberontak terhadap Qutaibah sendiri. Setelah naik tahta Sulaiman membebaskan siapa saja yang dipenjara oleh Al Hajjaj dan dia menindas para pendukung Walid. Akibat perlakuan buruk terhadap para pahlawan termasyur ini perkembangan islam menjadi terganggu. Pada masanya dia bersikap baik terhadap bangsa Arab Yaman dan memusuhi Arab Hijjaz. Yazid bin Muhallab yang tidak disukai pada masa pemerintahannya Walid kembali memperoleh kekuasaan sebagai gubernur khurasan. Prestasi Sulaiman yang patut dicatat adalah ia membatalkan wasiaaat ayahnya dan mengangkat Umar II sebagai penggantinya. Menurut penulis Sulaiman membayar hutang budi kepada Umar II, barangkali inilah salah satu faktor dan sekaligus sebagai balas jasa kepada Umar II yang membela Sulaiman ketika al-Walid memaksa dalam pertemuan rahasia antara kholifah dengan tiga orang Gubernur Jendral -Musa, Hajjaj, Umar II, dimana Umar II menolak untuk mengkhianati seorang yang kepadanya memberikan sumpah setia saat menjabat sebagai Gubernur semasa Abd Malik selama tujuh tahun. Umar II memprotes wasiat Abd Malik itu bahwa sesudah al-Walid I, Sulaiman menjadi putra mahkota ,hanya dapat diubah apabila rakyat setuju maka harus diserahkan dulu kepada kehendak rakyat. Menjelang Sulaiman wafat ia tinggalkan wasiat tertulis yang menetapkan umar. sebagai penggantinya. Penaklukan dimasa pemerintahannya sangatlah terbatas. Dikawasan barat dia menyerang Konstatinopel melalui darat dan laut. Pada tahun 98H/716 M, Sulaiman dengan petunjuk jendral Bizantium, bernama Leo memutuskan untuk menaklukan Konstatinopel. Untuk tujuan ini dia mengirim satu pasukan dibawah pimpinan maslamah yang menyebrangi Helespoin tanpa mendapat perlawanan dan mengepung Konstatinopel. Tetapi tanpa diduga leo diangkat oleh bangsa romawi yang ketakutan untuk menduduki tahta kerajaan. Karena itu Leo memutuskan hubungan dengan Islam. Orang Islam dikalahkan dan mengalami kesulitan karena kelaparan, kedinginan dan penyakit sampar selama satu tahun. Armada itu terpaksa mundur. Kholifah juga sangat terkejut dengan pengkhianatan Leo. Penyerangan ini dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Mali. Maslamah terus tinggal disitu dan berjanji tidak akan kembali sebelum menaklukan Konstatinopel. Sedangkan dikawasan lain Yazid bin Muhallab berhasil menaklukan Jurjan dan mengirimkan harta rampasan yang berlimpah ruah kepadanya. Sehingga pada masanya terjadi ekspansi ke Iran. Selain ekspensi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Thibristan. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa namun hukuman matinya kepada ke tiga jendralnya menyuramkan reputasinya. Dimasa pemerintahannya dia terkenal dengan kehidupannya yang mewah. Dia sangat baik terhadap para sahabatnya namun sangat kejam terhadap musuh-musuhnya.Satu-satunya jasa yang diberikan kepada negara adalah dia mengangkat saudara sepupunya yang handal, Umar untuk menduduki tahta kerajaan yang karena perbuatan besarnya dia disebut “kunci rahmat”.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat dalam usia 45 tahun. Keinginannya untuk menaklukkan ibukota Konstantinopel gagal. Di antara yang dapat dikenang pada masa pemerintahannya adalah menyelesaikan pembangunan Masjid Al-Jami’ Al-Umawi yang dikenal megah dan agung di Damaskus. Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mempunyai seorang putra mahkota bernama Ayyub bin Sulaiman yang sudah ia siapkan sebagai penggantinya. Namun sayang, sang putra meninggal dunia sebelum niat ayahnya tercapai. Khalifah Sulaiman berniat mencalonkan putranya yang lain, namun karena masih terlalu muda, Raja’ bin Haiwa’, seorang tabiin penasihat utama istana menyarankan agar niat itu ditunda. Raja’ mengusulkan nama Umar bin Abdul Azis. Lobi yang dilakukan Raja’ berhasil. Umar bin Abdul Azis pun diangkat sebagai khalifah kedelapan pengganti Sulaiman bin Abdul Malik. Umar bin Abdul-Aziz, bergelar Umar II, lahir pada tahun 63 H / 682 – Februari 720; umur 37–38 tahun  adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, di mana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman. Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab. "Khalifah Umar sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam ia mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.  Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari” Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini” Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”. Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”. Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.  Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”. Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan Al-Walid I untuk memberhentikan Umar. Al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu. Hari kedua dilantik menjadi khalifah, ia menyampaikan khutbah umum. Diujung khutbahnya, ia berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas al-Quran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Ia kemudian duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar Ibn Abdul Aziz. Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahannya sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada sesiapa yang tiada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain. Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid, Sulaiman. Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan khalifah dan menunjuk Umar. Umar hidup dalam keluarga yang terhormat dan kaya, segala fasilitas kemewahan hidup melimpah. Selain itu Umar juga sangat terdidik kagamaannya karena bapaknya adalah seorang yang berjiwa toleran dan dermawan yang sangat terkenal wara’ serta taqwanya dan senang duduk bersama para sahabat dan para perawi hadith. Ibunya pun terkenal wanita yang berakhlak mulia, wara’ dan taqwa. Masa kecil Umar banyak belajar bersama paman-pamannya di Madinah dan Umar kecil telah hafal al-qur’an, disanalah ia banyak belajar ilmu sehingga menjadi faqih dalam agama dan menjadi perawi hadith. Selain itu beliau juga tekun belajar kesusasteraan dan syair. Pendidikan yang diperoleh dalam masa tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap sifat-sifatnya yang istimewa dan terpuji. Selain itu Khalifah Umar bin abdul Aziz juga berada dibawah pengaruh para teolog dan selama berabad-abad dikenal dengan kesalehannya dan kezuhudannya, berbeda jauh dengan corak pemerintahan umayah yang dikenal sekuler. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai sufinya dinasti umayah.  Setelah ayahnya wafat pada 85 H/704 M Umar dibawa ke Damsik oleh pamannya yaitu khalifah Abd al-Malik bin Marwan Bin Hakam dan dikawinkan dengan putrinya fatimah, maka lengkaplah kebahagiaan secara dhohir. Atas sifat kearifan dan kelayakan yang dimiliki maka pada masa khalifah Al Walid tahun 87 H/705 M beliau diangkat menjadi gubernur hijaz yang berpusat di Madinah. Kehidupan Umar adalah kehidupan yang penuh bergelimang harta dan tenggelam dalam kemewahan yang biasa dilakukan oleh bani umayyah. Ia dididik dan dibesarkan dalam istana yang penuh kenikmatan dan kemakmuran hidup. Harta kekayaan berlimpah-limpah, sehingga ia memiliki tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syam, Mesir, Yaman dan Bahrain. Dari sana ia mendapat penghasilan yang besar sebanyak 40.000 dinar setiap tahun. 
            Khalifah Umar bin abdul Aziz telah mengenal wangi-wangian, pakaian sutera sebagaimana ia mengenal nyanyi-nyanyian, hal ini tentunya tidak mengherankan Umar sebagai pejabat dan keluarga khalifah sangatlah wajar jika iapun menikmati segala fasilitasnya. Parfum yang dipakai sangat mahal seharga 1000 dirham, bahkan mereka tahu bila Umar pernah melewati suatu jalan hanya karena wangi parfumnya. Ibnu ’Abdil hakam meriwayatkan, bahwa Umar masih menganggap kasar pakaian yang seharga 800 dirham. Umar juga memanjangkan rambutnya, kain diturunkannya dan jika dia jalan diperindah jalannya, sehingga cara Umar berjalan itu di sebut orang ”Umariyah”, yaitu “Lenggang Umar” dan para dayang-dayang suka menirunya karena indah dan gemulainya cara jalan Umar. Disamping itu Umar melengkapi istananya dengan perabot-perabot yang paling mewah dan mahal harganya. Tak heran jika pada masanya Umar adalah sebagai tolok ukur kehidupan kaum ”jetset” kehidupan yang sangat sempurna dalam pandangan manusia.  Khalifah Umar bin abdul Aziz berkuasa sebagai gubernur Madinah selama 7 tahun. Pada akhirnya ia dipecat oleh Al-Walid hal ini disebabkan Umar terlalu lembut menghadapi musuh-musuh bani Umaiyah. Dalam sumber buku lain disebutkan karena Umar tidak setuju atas sikap al-walid untuk memecat Sulaiman Ibn Abdil malik dari kedudukannya sebagai putra mahkota dan digantikan untuk mengangkat putranya. Pada masa akhir kekuasaan Sulaiman, Umar ditunjuk untuk menggantikan kekhalifahan setelah Sulaiman.
            Pada saat Sulaiman sakit maka dipanggillah Raja’ Ibn Haiwah untuk berkonsultasi tentang penggantinya kelak. Sulaiman menanyakan bagaimana sifat Umar kepada Raja’ dan ia menyatakan pujiannya terhadap pribadi Umar. Dari musyawarah tersebut maka diperoleh kesepakatan untuk mengangkat Umar Ibn Abd Al-‘Aziz menjadi khalifah sesudahnya dan Yazid Ibn Abd Al-Malik sebagai khalifah setelah Umar.  Oleh karena itu setelah Sulaiman wafat maka diangkatlah Umar Ibn Abd Al-‘Aziz sebagai khalifah. Dalam pengangkatan umar tidaklah semudah melimpahkan kekuasaan begitu saja kepada umar. Hal ini karena umar bukanlah apa-apa dari kholifah sulaiman bin Abdul Malik. Tapi melalui pengangkatan Ayyub bin Sulaiman. Belum sempat menjalankan pemerintahan beliau meninggal saat berburu. Sehingga membuat resah Kholifah Sulaiman yang memandang putra-putranya masih sangat kecil, sehingga tidak mungkin untuk memberikan tongkat kekholifahan kepada anak kecil, akhirnya beliau meminta pendapat kepada Raja’ bin Haiwah, siapakah yang kiranya pantas menggantikan kedudukannya. Akhirnya raja’ mengusulkan umar bin abdul aziz yang terkenal bagus akhlaknya, disukai masyarakat, serta sudah banyak memberikan jasa pada pemerintah. Dari sinilah awal sejarah perubahan kehidupan seorang Umar Ibn Abd Al-‘Aziz yang berubah 180% dari kehidupan bayang-bayang bani Umaiyah. Belaiu dapat menegakkan keadilan, perdamaian dan kemakmuran keseluruh negeri. Beliau memegang kekholifahan bani Umayyah tidak begitu lama, hanya 2 tahun lima bulan mampu mengharumkan Nama Umayyah. Mulai dari awal beliau memerintah sampai akhir beliau menjabat selalu diridukan oleh umat. Khalifah Umar Ibn Abd al-‘Aziz wafat di bulan Rajab (Februari) tahun 101 H/720 M. Di rumahnya yang sederhana di ibukota kerajaan Islam, Damaskus, dalam usia 40 tahun dan berkuasa kurang lebih dua setengah tahun. Beberapa ahli sejarang mengatakan bahwa sistem pemerintahan yang dipakai oleh Khalifah Umar bin abdul Aziz termasyhur seperti halnya pemeritahan orthodox yang dilakukan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Beda dengan Kholifah-kholifah sebelumnya yang menggunakan Monarchi Herideti. pembaharuan yang dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Dalam buku A Study of Islamic History (186:2009), Ali menyebutkan bahwa karakter pemerintahan Umar II (Umar Ibn Abd Al-Aziz) diarahkan pada kebijakan internal dalam negeri di mana hasilnya adalah luarbiasa mengagumkan. Ia memilih pemimpin-pemimpin baru di posisi paling penting bukan karena ia memiliki partai atau mewakili golongan, tetapi karena pendirian dan kejujurannya. Misalnya, di Spanyol ia menunjuk Samh Bin Malik, orang Yaman, dan di Afrika ia menunjuk Ismail Bin Abdillah. Ia baik pada keluarga Ali dan menyerukan doa setiap hari Jumat bagi Ali. Khalifah Umar bin abdul Aziz menyadari dengan baik bahwa ia adalah bagian dari masa lalu. Ia tidak mungkin sanggup melakukan perbaikan dalam kehidupan negara yang luas kecuali kalau ia berani memulainya dari dirinya sendiri, kemudian melanjutkannya pada keluarga intinya dan selanjutnya pada keluarga istana yang lebih besar. Maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah membersihkan dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah ia memulai sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.
            Setelah Khalifah Umar bin abdul Aziz dibaiat menjadi khalifah maka dilakukan pemakaman Khalifah Sulaiman, datanglah pada Khalifah Umar kendaraan raja yang berupa unta tunggangan dan pengangkut barang yang dipersembahkan, tapi oleh Umar hanya satu unta yang diambil dan yang lainnya dijual hasilnya diserahkan ke baitul mal. Begitu juga dengan permadani, alas kaki khalifah juga dijual untuk diberikan pada baitul mal.  Dalam pembai’atan Umar, beliau bukanya mengucapkan “Alhamdulillah” seperti halya orang-orang yang baru saja menerima nikmat. Akantetapi yang diucapkan pertamakali adalah “Innalillahi wainna ilaihi roji’un”, karena ia memandah sebuah amanah kekholifahan adalah sebuah musibah yang melanda dirinya. Pasca pengangkakan Umar bin Abdul Aziz beliau lebih dikenal dengan panggilan Umar II, sementara umar I adalah umar bin Khattab.  Umar II adalah sosok pemimpin yang terlahirkan di istana dan tumbuh sebagai pangeran yang hidupnya serba mewah. Ia selalu menjadi omongan orang karena kerapian, ketampanan, kewangian dan kegemerlapan pakaiannya. Bahkan gayanya dalam berjalan yang begitu indah diikuti banyak orang pula, konon beliau sering terlambat sholat karena pembantunya belum selesai merapikan rambutnya.  Yang lebih hebohnya, ia tidak mau memakai pakaian lebih dari satu kalikarena diangggapnya telah using. Tiba-tiba ia meloncat pada tanjakan hidupnya, ia tinggalkan segala kemewahan dan kemanjaanya. Menjadikan gaya hidupnya serta keluarganya yang sangat sederhana menyamai rata-rata kehidupan masyarakatnya. Umar juga menyerahkan semua tanah dan harta yang dimiliki ke baitul mal karena diyakini harta yang diwarisi tersebut bukan haknya tetapi hak rakyat. Begitu juga sikap ini diberlakukan pada istrinya agar memilih untuk mengikuti jalan Umar atau meninggalkannya untuk kembali pada keluarganya, karena Umar menyadari bahwa istrinya adalah orang yang tidak pernah merasakan sengsara kekurangan harta, akan tetapi fatimah binti malik memilih untuk tetap mendapingi suaminya sampai akhir hayat. Sehingga harta yang ia miliki diserahkan ke baitul mal dan tinggal menyisakan sekedarnya. Khalifah Umar bin abdul Aziz juga menghindari makan-makanan yang lezat dan tidak mau dilayani, belaiu melayani dirinya sendiri. Pakaian yang ia pakai adalah pakaian yang sangat sederhana, Ibn ‘Abdil Hakam meriwayatkan pakaian seharga 8 dirham itu masih sangat halus ini jauh sekali sebelum Umar menjadi khalifah pakaiannya seharga 800 sampai 1000 dirham. Rambut yang tadinya dipanjangkan dipotong dan Umar membasuh dirinya dari bekas-bekas minyak wangi. Dijualnya semua pakaian dan wangi-wangian yang ada padanya dan uangnya diserahkan ke baitul mal. Pola hidupnya berubah secara total, dari seorang pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang abadi.
Umar tidak mau hidup di istana dia hanya menempati sebuah rumah yang sederhana dekat sebuah masjid. Dari sikap Umar yang berubah sangat jauh dari kebiasaannya selama ini dapat menunjukkan pada kita bahwa kebanyakan pimpinan adalah miskin sebelum menjadi pemimpin dan menjadi kaya raya saat memimpin dan ini tidak berlaku bagi Umar, dia kaya sebelum menjadi khalifah dan miskin setelah menjadi khalifah. Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pembersihan KKN. Umar seorang pemimpin telah menunjukkan tekadnya, dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan. Pembaharuan dalam masa pemerintahannya penekanan bidang politik Umar adalah lebih kepada pembenahan dalam negeri. Kegiatan peperangan dan penaklukan dihentikan. Semua pasukan yang mengepung Konstantinopel ditarik begitu juga yang ada di kawasan bekas jajahan Byzantine. Tujuannya adalah untuk mewujudkan keamanan serta memberi peluang kepada para tentara untuk istirahat dan pulang bersama-sama keluarga mereka. Umar lebih memilih damai dalam penyelesaian masalah. Dialog adalah salah satu cara Umar untuk menghadapi musuh dalam negeri, hal ini dilakukan pada saat dia berdialog dengan kaun khawarij. Umar meyakinkan kaum khawarij dengan dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang dapat memuaskan hati mereka. Maksudnya adalah mereka dapat menerima argumentasi yang disampaikan Umar, sehingga pada masa ini tidak terjadi konflik yang menonjol dalam negeri.  Mengatur para penguasa dan pejabat daerah, bersikap netral dan Para gubernur yang zhalim dan semena-mena dipecat dan ia benar-benar memilih para gubernur atau pejabat yang dapat memegang amanah. Bahkan Khalifah Umar memecat Jarrah bin Abdillah Al-Hukmi gubernur Khurasan, gubernur yang ia pilih tetapi tidak dapat melaksankan tugas sesuai harapannya. Jarrah bin Abdillah ketahuan memungut jizyah dari para muallaf. Pada masa ini tidak ada KKN karena Umar memilih pejabat sesuai dengan kapabilitasnya. Untuk menghindari mereka dari khianat maka para gubernur gajinya dinaikkan 3000 dinar. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah memantapkan sumber pendapatan negara melalui yang pertama mengandalkan pajak tanah, pajak tanaman baik muslim maupun non muslim. Untuk pajak masa Umar tidak membedakan muslim ataupun non muslim mereka sama-sama mempunyai kwajiban pajak. Yang kedua membedakan antara pajak jizyah dan pajak kharaj pajak jizyah dihapuskan bagi oang muslim non Arab, ini menunjukkan pada kita bahwa Umar telah menyamaratakan hak antara bangsa arab dan non arab yang hanya berpijak pada kesamaan aqidah Islam, sehingga dengan sendirinya mawalli ini terhapus pada masanya. Sebagai pendukung penghapusan mawalli maka digalakkanlah asimilasi perkawinan antara arab dan non arab. Adapun untuk pajak kharaj antara muslim dan muslim atau antara arab dan non arab sama. Zakat juga dikenakan pada ummat muslim saja. Yang ketiga adalah menghapus segala perayaan (mahrajan) kebiasaan pesta berfoya-foya dan pemberian hadiah ditiadakan karena hal ini termasuk pemborosan dan menyalahgunakan harta rakyat. Pertanian dan perhubungan pada masa Umar juga diperhatikan. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki dan menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif, sebagai pendukung banyak digali sumur-sumur baru. Untuk mewujudkan kepeduliannya terhadap transformasi maka dibangunlah jalan-jalan dan penginapan untuk orang yang melakukan perjalan jauh. Dan tidak ketinggalan pula banyak dibangun masjid-masjid tetapi Umar tidak mementingkan segi keindahannya. Hal ini dilakukan Umar karena lebih mementingkan fakir miskin yang sedang kelaparan daripada pembiayaan untuk memperindah dinding-dinding dan perabot-perabot.
            Keadaan perekonomian dimasa khalifah Umar ini telah masuk kedalam taraf yang menakjubkan, semua literatur yang ada pada kita menguatkan bahwa kemiskinan, kemelaratan dan kepapaan diatasi pada masa ini. Boleh dikatakan mereka yang ingin mengeluarkan zakat sangat sukar untuk memperoleh orang yang mau menerima. Langkah yang telah dilakukan adalah redistribusi kekayaan negara secara adil. Dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi, penyederhanaan sistem administrasi, pada dasarnya Umar telah menghemat belanja negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah. Dalam konsep distribusi zakat, penetapan delapan objek penerima zakat atau mustahiq, sesungguhnya mempunyai arti bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus mempunyai dampak pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah. Sehingga dengan meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat, yang selanjutnya mendorong meningkatnya suplai. Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka produksi juga akan ikut meningkat. Jadi, pola distribusi zakat bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskinan absolut, tapi juga dapat menjadi faktor stimulan bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat makro. Itulah yang kemudian terjadi di masa Khalifah Umar bin abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus meningkat, sementara jumlah penerima zakat terus berkurang, bahkan habis sama sekali. Para amil zakat berkeliling di pelosok-pelosok Afrika untuk membagikan zakat, tapi tak seorang pun yang mau menerima zakat. Artinya, para mustahiq zakat benar-benar habis secara absolut. Sehingga negara mengalami surplus. Maka redistribusi kekayaan negara selanjutnya diarahkan kepada subsidi pembayaran utang-utang pribadi (swasta), dan subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan kebutuhan dasar yang sebenarnya tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya perkawinan. Suatu saat akibat surplus yang berlebih, negara mengumumkan bahwa “negara akan menanggung seluruh biaya pernikahan bagi setiap pemuda yang hendak menikah di usia muda.”  Yahya Ibn Sa’id membawakan suatu riwayat: Katanya Umar Ibn Abdul ’Aziz telah mengutus aku ke Afrika Utara untuk membagi-bagikan zakat penduduk di sana. Maka aku laksanakan perintah itu, lalu aku cari orang-orang fakir miskin untuk kuberikan zakat pada mereka. Tetapi aku tidak mendapatkan seorangpun juga dan kami tak menemukan orang yang mau menerimanya. Umar benar-benar telah menjadikan rakyatnya kaya. Akhirnya kubeli dengan zakat itu beberapa orang hamba sahaya yang kemudian kumerdekakan.
            Ulama-ulama kita bahkan menyebut Umar Bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama hijriyah, bahkan juga disebut sebagai khulafa rasyidin kelima. Mungkin indikator kemakmuran yang ada ketika itu tidak akan pernah terulang kembali, yaitu ketika para amil zakat berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika, tapi mereka tidak menemukan seseorang pun yang mau menerima zakat. Negara benar-benar mengalami surplus, bahkan sampai ke tingkat dimana utang-utang pribadi dan biaya pernikahan warga pun ditanggung oleh Negara. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan Umar juga meliputi dinas pos. Dinas pos tidak hanya berfungsi untuk membawa berita-berita resmi gubernur dan pegawai-pegawai kepada khalifah saja, akan tetapi juga untuk melayani kepentingan rakyat. Umar memerintahkan kepada pegawai pos untuk menerima semua surat-surat yang diserahkan orang padanya untuk disampaikan kepada yang berhak. Adapun da’wah Islam yang dilakukan Umar kepada golongan-golongan yang tidak Islam itu dengan menggunakan hikmah-kebijaksaan serta pelajaran yang baik. Mengirim para guru-guru agama kesegala negara dengan memilih tempat mana yang ia sukai. Bagi yang belum memeluk Islam diberikan hak dan kebebasan beribadat. Ini menunjukkan toleransi beragama telah ditanamkan pada masa Khalifah Umar bin abdul Aziz . Dan untuk menghadapi kaum khawarij Umar lebih mengandalkan dialog dengan menyertakan dalil-dalil yang kuat sehingga dapat diterima oleh akal mereka.  Dalam masalah agama beliau juga sangat berjasa, terutama dalam penulisan hadis. Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H), Gubernur madinah untuk menuliskan hadis yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal hadis. Khalifah Umar bin abdul Aziz juga meniadakan kutukan kepada Ali bin Abu Thalib di atas mimbar-mimbar sedangkan orang-orang bani umayah mencacinya. Hal ini tidaklah mengherankan, karena Umar adalah seorang khalifah yang telah mengikuti jejak ayahnya, Abdul ’Aziz di mesir. Diriwayatkan daripadanya, bahwa mendiang ayahnya ketika sampai pada penyebutan Amirul Mukminin Ali suka gagap. Pada waktu itu Umar bertanya: Mengapa ayahanda bersikap demikian? Dia menjawab: Wahai anaku! Ketahuilah, sekiranya orang-orang awam mengetahui tentang Ali Bin Abu Thalib seperti yang kita ketahui, niscara mereka akan lari meninggalkan kita dan mereka pasti akan menggabungkan diri pada anaknyaUmar juga mengeluarkan kebijakan mengembalikan uang pensiunan anak-anak yatim yang ditinggalkan oleh orangtuanya yang meninggal di medan perang. Pada awal pemerintahan Dinasti Umayah, banyak uang-uang pensiun para pejuang muslim yang gugur di medan pertempuran tidak diberikan kepada keluarga mereka. Sehingga hal ini membuat para keluarga pejuang muslim yang gugur, terutama anak-anak yatim, merasa tidak puas.  Telah kita ketahui bahwa Umat II, sebelum menjadi kholifah adalah orang yang paling kaya raya. Akan tetapi saat beliau mau wafat, ia hanya menyisakan pakaiannya yang ia pakai dan 17 dinar uang. Yang mana 17 dinar itu digunakan untuk perawatan jenazahnya; 5 dinar untuk kain kafan, 2 dinar untuk tanah pekuburan, dan 10 dirham untuk dibagikan kepada anak-anaknya.
            Yazid bin Abdul-Malik atau Yazid II (687 - 724) ialah Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa antara 720 sampai kematiannya pada 724. Pengangkatan Yazid dihantam oleh konflik internal dan eksternal di sana-sini. Sejumlah perang saudara mulai pecah di bagian yang berbeda dari kekhilafahan seperti Spanyol, Afrika dan di timur. Reaksi keras oleh penguasa Bani Umayyah tak membantu persoalan, dan kelompok anti-Umayyah mulai memperoleh kekuasaan di antara mereka yang tak puas. Ini menyebabkan kelompok seperti Bani Abbasiyah mulai membangun dasar kekuatan yang akan digunakannya untuk merobohkan Khilafah Bani Umayyah. Namun Khilafah Bani Umayyah belum benar-benar surut. Yazid II meninggal pada 724 karena tuberkulosis. Ia digantikan saudaranya Hisyam. Insiden khusus dari masa pemerintahannya terjadi dalam Pertempuran Karbala di mana cucu Nabi Muhammad, Husain bin Ali beserta pengikutnya terbunuh. Tidak hanya Husain tokoh terkemuka yang menentang kenaikan Yazid ke kursi kekhalifahan; ia juga ditentang Abdullah bin Zubair yang menyatakan menjadi khalifah sesungguhnya. Saat orang-orang Hejaz mulai memberikan kesetiaan pada Abdullah, Yazid mengirim pasukan untuk mengamankan daerah itu, dan Makkah diserbu. Selama penyerbuan, Ka’bah rusak, namun pengepungan berakhir dengan kematian mendadak Yazid pada 683. Sebagai lelaki muda Yazid mengkomando pasukan Arab yang ayahandanya Muawiyah mengirim untuk mengepung Konstantinopel. Segera setelah itu ia menjadi khalifah, namun banyak dari yang ayahandanya telah menjaga di bawah pengawasan memberontak terhadapnya.
            Walau disajikan dalam banyak sumber sebagai penguasa yang risau, dengan penuh semangat Yazid mencoba melanjutkan kebijakan ayahandanya dan menggaji banyak orang yang membantunya. Ia memperkuat struktur administrasi khilafah dan memperbaiki pertahanan militer Suriah, basis kekuatan Bani Umayyah. Sistem keuangan diperbaiki. Ia mengurangi pajak beberapa kelompok Kristen dan menghapuskan konsesi pajak yang ditanggung orang-orang Samara sebagai hadiah untuk pertolongan yang telah disumbangkan di hari-hari awal penaklukan Arab. Ia juga membayar perhatian berarti pada pertanian dan memperbaiki sistem irigasi di oasis Damsyik. Ia digantikan putranya Muawiyah II. Setelah Khalifah Walid bin Yazid bin Abdul Malik terbunuh oleh para pengepungnya, jabatan khalifah dipegang oleh Yazid bin Walid bin Abdul Malik. Ia adalah sepupu sang khalifah. Ayah Yazid adalah Walid bin Abdul Malik, saudara kandung Yazid bin Abdul Malik, ayah Walid (khalifah sebelumnya). Yazid bin Walid menjabat sebagai khalifah keduabelas Daulah Umayyah. Para sejarawan sering menulis namanya dengan Yazid III karena ia adalah sosok ketiga bernama Yazid yang menjabat khalifah Daulah Umayyah. Yazid I adalah Yazid bin Muawiyah, khalifah kedua. Yazid II adalah Yazid bin Abdul Malik, khalifah kesembilan. Sedangkan Yazid III adalah Yazid bin Walid, tokoh yang kini sedang dibahas. Ia dibaiat sebagai khalifah pada usia 46 tahun. Kebijakan pertama yang ia lakukan adalah mengurangi jumlah bantuan sosial dan mengembalikannya pada anggaran biasa seperti pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Kebijakan itu menyebabkan ia dikenal dengan julukan An-Naqish (sang Pengurang). Masa pemerintahan Yazid diwarnai dengan beragam kemelut. Hal ini tak mengherankan karena untuk mendapatkan jabatan khalifahnya,Yazid pun menumpahkan darah dengan terbunuhnya Walid bin Yazid, khalifah sebelumnya.
 Di antara mereka yang mengadakan gerakan ini adalah Sulaiman bin Hisyam. Pada masa pemerintahan Walid bin Yazid, Sulaiman termasuk di antara mereka yang dijebloskan ke penjara. Ketika Khalifah Walid bin Yazid mangkat dan Yazid III naik tahta, Sulaiman dibebaskan. Namun ia melihat dirinya pun berhak atas jabatan khalifah. Ia segera mengerahkan pendukungnya untuk merebut jabatan khalifah dari tangan Yazid. Hanya saja, Khalifah Yazid berhasil membujuknya dan Sulaiman kembali melakukan baiat.  Dari negeri Hims juga muncul rencana perebutan kekuasaan. Ketika mendengar terbunuhnya Khalifah Walid bin Yazid, para pendukungnya dari negeri Hims segera bergerak menuju Damaskus. Khalifah Yazid segera mengirimkan pasukan besar untuk menghalaunya. Pasukan Hims kalah dan sisa-sisa tentaranya kembali menyatakan baiat. Selain dua gerakan itu, dari wilayah Armenia dan Kaukasus, muncul juga usaha perebutan kekuasaan. Sejak terbunuhnya Walid bin Yazid, Marwan bin Muhammad segera mempersiapkan rencana kudeta. Rencana berbahaya itu segera terdengar oleh Khalifah Yazid. Ia pun segera mengirimkan utusan kepada Marwan. Sang Khalifah membujuknya agar tak melakukan penyerangan. Ia menjanjikan tambahan wilayah kekuasaan Azerbaijan dan Mosul kepada Marwan. Gubernur Marwan pun setuju dan kembali membaiat.
            Tampaknya, fanatisme kesukuan benar-benar telah mewabahi pemerintahan Yazid. Di samping usaha perebutan kekuasaan di atas, dari lembah Irak juga muncul gejolak. Namun gubernurnya berhasil meredam gejolak masyarakat. Penduduk Yamamah juga demikian. Mereka berusaha melakukan kudeta terhadap gubernurnya.
 Gejolak di wilayah Khurasan justru lebih parah. Gubernur Nushair bin Sayyaf menolak keinginan Khalifah Yazid yang ingin mengalihkan jabatannya pada Panglima Manshur bin Jamhur. Konflik berdarah pun terjadi.  Keadaan pemerintahan Khalifah Yazid semakin tak menentu. Gerakan Abbasiyah yang sejak beberapa tahun terakhir mulai muncul, makin berani unjuk diri. Beragam kerusuhan itu berakibat pukulan batin dari diri Khalifah Yazid. Ia meninggal pada 7 Dzulhijjah 126 Hijriyah setelah sebelumnya mengalami kelumpuhan fisik. Ada yang mengatakan ia meninggal karena penyakit tha'un. Masa pemerintahannya hanya beberapa bulan. Ia wafat tanpa meninggalkan jejak emas berarti. Bahkan ia mewariskan beragam permasalahan yang kelak berujung pada berakhirnya kejayaan Daulah Umayyah.
            Menurut riwayat,ia pernah berkata,"Tuhanlah yang menjadi hakim antara aku dan orang- orang yang telah menjadikan Hisyam sebagai pemisah antara aku dan engkau."Begitu Yazid meninggal,Hisyam naik tahta sebagai khalifah kesepuluh Daulah Umayyah.Sudah bisa ditebak,terjadi pertentangan antara Khalifah Hisyam dan keponakannya,Walid bin Yazid. Apalagi beberapa ahli sejarah menyebutkan,akhlak Walid tidak terlalu baik.Ia sering minum-minuman keras dan berfoya-foya. Kisah buruk tentang Khalifah Yazid ini tentu saja tidak bisa diterima begitu saja.Ketika terjadi pertentangan antara dua keluarga itu,tentu peluang menjelek-jelekkan nama baik musuh sangat besar. Selama pemerintahan Hisyam,Walid lebih banyak menghabiskan waktunya di luar Damaskus. Ketika Khalifah Hisyam bin Abdul Malik meninggal dunia,Walid sedang berada di Azrak,utara Damaskus.Ia segera kembali ke Damaskus dan dibaiat menjadi khalifah kesebelas Khalifah Bani Umayyah.Saat itu usianya sekitar 39 tahun. Pertentangan antara keluarga Yazid bin Abdul Malik dan Hisyam bin Abdul Malik agaknya tidak berhenti ketika keduanya meninggal.Ketika berkuasa,Yazid menangkapi orang-orang yang dianggap dapat membahayakan kekuasaannya,termasuk keluarga Hisyam.Ketika terjadi penangkapan besar-besaran itu,Yazid bin Walid bin Abdul Malik sempat melarikan diri. Secara diam-diam,Yazid berhasil menghimpun kekuatan.Ia pun dibaiat oleh keluarga Yamani di daerah Syria dan Palestina.Mengetahui ada gerakan yang akan membahayakan kekuasaannya,Khalifah Walid  bin Yazid segera mengerahkan pasukan untuk menghancurkan  pasukan Yazid. Namun terlambat,pasukan Yazid lebih dahulu  bergerak menuju istana.Khalifah Walid terkepung.Pada detik-detik menentukan itu,sebagian besar pasukan andalannya justru bersatu dengan musuh. Para sejarawan sering menulis namanya dengan Yazid III karena ia adalah sosok ketiga bernama Yazid yang menjabat khalifah Daulah Umayyah. Yazid I adalah Yazid bin Muawiyah, khalifah kedua. Yazid II adalah Yazid bin Abdul Malik, khalifah kesembilan. Sedangkan Yazid III adalah Yazid bin Walid, tokoh yang kini sedang dibahas. Setelah Khalifah Walid bin Yazid bin Abdul Malik terbunuh oleh para pengepungnya, jabatan khalifah dipegang oleh Yazid bin Walid bin Abdul Malik. Ia adalah sepupu sang khalifah. Ayah Yazid adalah Walid bin Abdul Malik, saudara kandung Yazid bin Abdul Malik, ayah Walid (khalifah sebelumnya). Yazid bin Walid menjabat sebagai khalifah keduabelas Daulah Umayyah. Ia dibaiat sebagai khalifah pada usia 46 tahun. Kebijakan  pertama yang ia lakukan adalah mengurangi jumlah bantuan sosial dan mengembalikannya pada anggaran biasa seperti pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Kebijakan itu menyebabkan ia  dikenal dengan julukan  An-Naqish (sang Pengurang). Masa pemerintahan Yazid diwarnai dengan beragam kemelut. Hal ini tak mengherankan karena untuk mendapatkan jabatan khalifahnya,Yazid pun menumpahkan darah dengan terbunuhnya Walid bin Yazid, khalifah sebelumnya. Di antara mereka yang mengadakan gerakan ini adalah Sulaiman  bin Hisyam. Pada masa pemerintahan Walid bin Yazid, Sulaiman termasuk di antara mereka yang dijebloskan ke penjara. Ketika Khalifah Walid bin Yazid mangkat dan Yazid III naik tahta, Sulaiman dibebaskan. Namun ia melihat dirinya pun berhak atas  jabatan khalifah. Ia segera mengerahkan pendukungnya untuk merebut jabatan khalifah dari tangan Yazid. Hanya saja, Khalifah Yazid berhasil membujuknya dan Sulaiman kembali melakukan  baiat. Dari negeri Hims juga muncul rencana perebutan kekuasaan. Ketika mendengar terbunuhnya Khalifah Walid bin Yazid, para  pendukungnya dari negeri Hims segera bergerak menuju Damaskus. Khalifah Yazid segera mengirimkan pasukan besar untuk menghalaunya. Pasukan Hims kalah dan sisa-sisa tentaranya kembali menyatakan baiat. Selain dua gerakan itu, dari wilayah Armenia dan Kaukasus, muncul juga usaha perebutan kekuasaan. Sejak terbunuhnya Walid  bin Yazid, Marwan bin Muhammad segera mempersiapkan rencana kudeta. Rencana berbahaya itu segera terdengar oleh Khalifah Yazid. Ia pun segera mengirimkan utusan kepada Marwan. Sang Khalifah membujuknya agar tak melakukan  penyerangan. Ia menjanjikan tambahan wilayah kekuasaan Azerbaijan dan Mosul kepada Marwan. Gubernur Marwan pun setuju dan kembali membaiat. Tampaknya, fanatisme kesukuan benar-benar telah mewabahi  pemerintahan Yazid. Di samping usaha perebutan kekuasaan di atas, dari lembah Irak juga muncul gejolak. Namun gubernurnya  berhasil meredam gejolak masyarakat. Penduduk Yamamah juga demikian. Mereka berusaha melakukan kudeta terhadap gubernurnya. Gejolak di wilayah Khurasan justru lebih parah. Gubernur Nushair  bin Sayyaf menolak keinginan Khalifah Yazid yang ingin mengalihkan jabatannya pada Panglima Manshur bin Jamhur. Konflik berdarah pun terjadi. Keadaan pemerintahan Khalifah Yazid semakin tak menentu. Gerakan Abbasiyah yang sejak beberapa tahun terakhir mulai muncul, makin berani unjuk diri. Beragam kerusuhan itu berakibat  pukulan batin dari diri Khalifah Yazid. Ia meninggal pada 7 Dzulhijjah 126 Hijriyah setelah sebelumnya mengalami kelumpuhan fisik. Ada yang mengatakan ia meninggal karena penyakit tha'un. Masa pemerintahannya hanya beberapa  bulan. Ia wafat tanpa meninggalkan jejak emas berarti. Bahkan ia mewariskan beragam permasalahan yang kelak berujung pada  berakhirnya kejayaan Daulah Umayyah.



BAB VIII

HISYAM TOKOH TERAKHIR

            Bani Umayyah (bahasa Arab, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I. Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.  Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.      Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
            Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah. Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, di antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah. Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut di mana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan hadits nabi yang mendukung pendapatnya. Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
            Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam. Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[7], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah. Kelompok Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan. Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
            Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, di mana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya. Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
            Dinasti Umayyah merupakan dinasti pertama yang memerintah Islam setelah masa Khulafa'ur Rasyidin, mereka disebut dengan bani Umayyah disandarkan pada kakek mereka yang bernama Umayyah. Yang pertama kali menjadi raja dan memegang tampuk kekuasaan dari bani mereka adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah, sedangkan yang terakhir kali adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin al Hakam bin Umayyah atau biasa disebut dengan Abu Abdul Malik atau Marwan II Dinasti Umayyah ini sendiri berkuasa dalam tempo yang relative lama, yaitu sekitar 91 tahun, dari tahun 41 H sampai tahun 132 H, dalam tempo ini, dinasti Umayyah berhasil menjadikan wilayah kekuasaan Islam semakin luas Kekuasaan Bani Umayyah kemudian terus meluas ke segala penjuru dari Spanyol di barat dan India di timur. Salah satu penaklukan yang terkenal adalah penaklukan Semenanjung Iberia oleh Tariq bin Ziyad yang menyeberangi Gibraltar. Ayahnya adalah Muhammad bin Marwan bin al Hakam bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib al Qurasyi Sedangkan ibunya adalah mantan budak yang dibebaskan berkat perkawinannya dengan ayahnya Di antara anak-anak Marwan II yaitu: Abdullah, Ubaidillah, Abdul Malik, Abdur Rahman, Abdul Ghofar, Utsman, Abu Utsman, Yazid, Aban, dan Muhammad  Marwan dilahirkan di Jazirah (wilayah hijaz), ayahnya adalah orang yang mendapat pekerjaan untuk memegang kendali kekuasaan di wilayah tersebut pada tahun 72 H, Marwan dikenal sebagai ahli kuda, pemberani, pejalan kaki yang kuat, licik dan serampangan Dia disebut al Himar karena kesabarannya yang melebihi keledai dalam menghadapi musuh-musuhnya yang memberontak. Dia mengambil tindakan yang sangat hati-hati dan sabar atas semua beban perang yang ditanggungnya, sedangkan dalam peribahasa disebutkan "Fulan lebih sabar dari pada keledai di dalam peperangan" karena kesabarannya ia disebut oleh kawan dan lawan politiknya sebagai al Himar. Ia juga disebut dengan al Ja'dy karena yang mengajarinya adab adalah Ja'd bin Dirham Marwan II adalah sosok yang berkulit putih, berperawakan besar dan gemuk, ia juga adalah orang yang fasih. Marwan II sendiri berumur sekitar 60 tahun, dilahirkan pada tahun 72 H dan wafat pada tahun 132 H. Marwan II pernah memerangi bumi Romawi pada tahun 105 H dan berhasil menaklukkan kota Qowniyah, ia juga menjadi amir Armenia, dan Azerbaijan menggantikan posisi ayahnya Marwan II dibaiat menjadi kholifah setelah ia memasuki Damaskus pada akhir tahun 126 hijriyah dan kepemimpinannya berlangsung hingga akhir tahun 132 hijriyah bersamaan dengan keruntuhan daulah bani Umayyah dan berdirinya daulah bani Abbas. Ketika ia memasuki Damaskus, Ibrohim bin al Walid pun melarikan diri, begitu pula Sulaiman bin Hisyam yang mengambil harta baitul mal lalu melarikan diri. Wali dari al Walid bin Yazid menuntut balas kepada Abdul Aziz bin Hajaj dan membunuhnya, ia lalu datang kepada Marwan dengan membawa kedua anak al Walid bin Yazid yang terbunuh, yaitu al Hakam dan Utsman, ia juga membawa Yusuf bin Umar, lalu mereka dikuburkan Setelah Marwan menyelesaikan urusan di Syam, ia segera kembali ke Hurran dan menetap di sana, lalu Ibrahim bin al Walid datang menemuinya dan meminta perlindungan kepadanya, begitu pula Sulaiman bin Hisyam yang datang bersama dengan penduduk Tadmar (Palmyra) yang kemudian membaiatnya Marwan II menetap di Hurran hanya tiga bulan sampai muncul pergerakan-pergerakan yang melawannya, maka ia mulai berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menyelesaikan perkara dan memerangi mereka Ketika penduduk Hims memberontak, maka Marwan II bersama pasukannya mendatangi mereka, akhirnya penduduk Hims mengumumkan ketaatan kepada Marwan II, meskipun sebagian mereka sudah diperangi Setelah itu gantian penduduk Ghoutoh di Damaskus yang memberontak, mereka dipimpin oleh Yazid bin Kholid bin Abdullah al Qusairy, maka Marwan mengutus pasukan yang akhirnya mengepung mereka, pasukan itu membumi hanguskan daerah Mazah dan beberapa desa, mereka juga membunuh Yazid bin Kholid al Qusairy Lalu terjadi pemberontakan Tsabit bin Naim dan penduduk Palestina, mereka berjalan menuju Tiberia dan mengepung daerah tersebut, maka Marwan mengirimkan pasukan untuk membebaskan Tiberia, yang kemudian disusul oleh pimpinan pasukan, Abu al Ward ke Palestina Marwan kembali ke jazirah melewati Tadmar (Palmyra), ketika sampai di Rosofah, Sulaiman meminta izin kepadanya untuk tetap tinggal di situ guna menyembuhkan sakitnya, ia pun diberi izin, setelah itu Marwan mulai menyibukkan dirinya dalam memerangi khowarij Datanglah detasemen dari pasukan ke Rosofah, yang di utus oleh Marwan dengan beberapa kepentingan ke berbagai arah, di sana detasemen tersebut diajak oleh Sulaiman agar membaiat dirinya dan melepaskan baiat mereka terhadap Marwan, maka detasemen pasukan tersebut pun melakukan hal itu lalu mereka berjalan menuju ke Qonsurain Mengetahui hal itu, wali Irak, Yazid bin Umar bin Hubairoh dan penduduk Syam mengirim surat kepada Marwan guna memberitahukannya akan pemberontakan tersebut, lalu Marwan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Isa bin Muslim, kedua pasukan bertemu dan berperang di bumi Qonsurain, lalu datanglah Marwan ke medan pertempuran dan membunuh Ibrohim bin Sulaiman bin Hisyam (anak Sulaiman yang paling tua), lalu Sulaiman kabur menuju Hims, dan berlindung di sana, penduduk Hims pun menolongnya, lalu ia mengumpulkan sisa-sisa pasukan, hingga akhirnya Marwan datang dan mengepung mereka, pengepungan itu terjadi selama sepuluh bulan, Sulaiman bin Hisyam dan sebagian pasukannya berhasil melarikan diri menuju Tadmar (Palmyra), penduduk Hims pun pasrah dengan keputusan dari Marwan atas mereka setelah pengepungan yang panjang itu. Sementara itu terjadi fanatisme golongan di Irak, Qoisiyah yang dipimpin oleh Nadhr bin Said al Harsyi, dan Yamaniyah dengan Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz, sempat terjadi konflik antara dua kelompok ini, namun akhirnya mereka menghentikannya karena kesepakatan mereka dalam memerangi khowarij Pada tahun 129 H, Marwan mengangkat Yazid bin Umar bin Hubairoh menggantikan Ibnu Umar bin Abdul Aziz sebagai wali Irak. Yazid bin Umar bin Hubairoh memerangi pendukung Abdullah bin Mu'awiyah bin Ja'far bin Abi Thalib yang menguasai daerah pegunungan, ia menyerang mereka dan menawan beberapa orang, di antaranya adalah Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Abbas yang ada bersama mereka Kemudian al Harits bin Suraih kembali ke Khurosan, padahal ia telah meminta perlindungan kepada Turki, maka Yazid bin al Walid menulis surat kepadanya dan memberikannya keamanan hingga akhirnya ia mau kembali pada tahun 127 H Akan tetapi dengan kembalinya al Harits bin Suraih, hampir menimbulkan fitnah karena ia meninggalkan wali Nasir bin Sayyar, akan tetapi fitnah itu tidak terjadi karena tidak lama setelah itu al Harits bin Suraih sudah terbunuh Fitnah yang terjadi bukan hanya antara Nashir bin Sayyar dengan al Kirmany, akan tetapi meluas kepada kubu al Qoisiyah yang mengokohkan wali Nashir bin Sayyar dengan pengikut Abu Muslim al khurosany yang percaya / sependapat dengan kelompok al Yamaniyah Tak lama kemudian Nashir bin Sayyar membunuh lawannya, yaitu al Kirmany sehingga pengikutnya bergabung dengan pasukan Abu Muslim al Khurosany, sehingga pendukung dan pengikut dakwah Abbasiyah semakin bertambah banyak.
            Ketika fitnah terbunuhnya al Walid bin Yazid terjadi, muncullah Sa'id bin Bahdal bersama orang-orang khowarij dalam jumlah yang besar di Irak, lalu datanglah pasukan kholifah sehingga pertempuran pun terjadi. Said bin Bahdal tewas karena terkena penyakit tho'un, lalu posisinya digantikan oleh ad Dhohak bin Qois as Syaibany Pertempuran tersebut memakan banyak korban dari kedua belah pihak, di antaranya adalah 'Ashim bin Umar bin Abdul Aziz, saudara dari amir Irak saat itu (Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz), lalu ad Dhohak memasuki Kufah setelah mengalahkan penduduknya Amir Irak dan pasukannya pun segera menuju ke Kufah, sehingga terjadi banyak pertempuran kecil yang luas. Lalu ad Dhohak berjalan memasuki Mosul dan membunuh wakil Mosul. hal itu pun sampai kepada Marwan yang sedang mengepung Hims, Marwan lalu memerintahkan anaknya, Abdullah untuk membuntuti ad Dhohak, lalu terjadilah pertempuran antara kedua kubu dan akhirnya ad Dhohak terbunuh Posisi ad Dhohak digantikan oleh al Khoibary, kemudian Sulaiman bin Hisyam bin Abdul Malik, seluruh keluarganya dan pasukannya membuntuti khowarij ini, sedangkan Marwan sendiri juga menuju kepada khowarij, dia berada di pasukan inti, sayap kanannya adalah Abdullah, anaknya, sedangkan sayap kiri adalah Ishak bin Muslim al 'Aqily. Bertemulah kedua kelompok ini, pihak khowarij langsung menyerang pusat/ inti pasukan, terjadilah pertempuran dahsyat yang mengakibatkan kaum khowarij kocar-kacir dan al Khoibary tewas, sedangkan para pengikutnya melarikan diri Setelah kematian al Khoibary, maka khowarij dipimpin oleh Syaiban bin Abdul Aziz al Yasykary, Sulaiman bin Hisyam memintanya agar tetap berada di Mosul dan membuat tempat perlindungan di sana, lalu Marwan segera menuju ke sana dan terjadilah pertempuran-pertempuran yang berlangsung selama setahun penuh Marwan mengirim surat kepada wali Irak yang baru, Yazid bin Amr bin Hubairoh agar memerangi kowarij dan mengejar mereka kemana saja mereka bergerak. Yazid sendiri telah mempersiapkan Kufah dan membuat pembagian besar di antara mereka, lalu mengirim pasukan untuk memperkuat Marwan yang sedang mengepung kota Mosul, ketika bantuan kekuatan datang untuk Marwan, maka khowarij segera meninggalkan Mosul dan bergerak ke Halwan, lalu pindah ke al Ahwaz, di al Ahwaz mereka bertemu dengan kekuatan Ibnu Hubairoh hingga sebagian besar mereka habis, sedangkan Sulaiman bin Hisyam dan keluarganya yang saat itu bersama mereka pergi menuju as Sanad melewati jalur laut. Lalu setelah itu, kembalilah Marwan ke Hurran dan menetap di sana Muncullah Abu Hamzah al Khorijy yang berhaji pada tahun 129 H, ia berdamai dengan amir Hijaz, Abdul Wahid bin Sulaiman bin Abdul Malik, lalu setelah musim haji, ia bergerak menuju Madinah dan memasukinya pada tahun 130 H, ia berhasil menguasai wilayah tersebut selama tiga bulan, sedangkan amir Madinah, Abdul Wahid melarikan diri. Mengetahui hal itu, Marwan segera mengirimkan pasukan dari penduduk Syam ke Madinah, pasukan ini bertemu dengan khowarij di lembah Wadil Quro, mereka berhasil mengalahkan kaum khowarij lalu mereka memasuki Madinah, lalu ke Makkah, lalu ke Yaman Keluarlah imam Yaman, yaitu Abdullah bin Yahya yang sering di serukan oleh Abu Hamzah dan dengan namanya Abu Hamzah berperang, maka penduduk Syam pun membunuhnya. Marwan segera mewakilkan hijaz kepada Muhammad bin Abdul Malik bin Marwan Di daerah Khurosan juga muncul Syaiban bin Salamah al Khorijy pada tahun 130 H, lalu Abu Muslim al Khurosany segera mengirim pasukan ke sana, membunuhnya dan menghabisi pengikutnya. Bani Umayyah secara umum bisa dikatakan berhasil lolos dari ujian yang menderanya dan menumpas pemberontakan yang terjadi pada masa pemerintahannya, mereka selalu menang sehingga membuat lawan-lawannya keder, membuat otak para pembuat makar trauma, sehingga mereka akan berpikir untuk tidak mengulangi untuk yang kedua kalinya Akan tetapi pemberontakan yang bertubi-tubi tak pelak meninggalkan bekas dalam bangunan yang megah ini, jika bangunan ini tidak kuat, maka akan hancur sejak dini, kendati bani Umayyah menang dalam menghadapi pemberontakan dan lawan-lawannya lemah, tapi pemberontakan tersebut tak ubahnya seperti tetesan air yang mengenai batu, jika itu terjadi terus-menerus, maka batu itupun akan pecah Meskipun bani Umayyah terlihat tegar dalam menghadapi pemberontakan dan mengubah hasilnya menjadi berpihak pada mereka, namun hal itu tidak terjadi ketika pemberontakan bani Abbasiyah muncul, sebab pemberontakan tersebut dirancang dengan rapi dan para konseptornya tepat dalam menentukan timingnya Kesemua pemberontakan tadi bukan penyebab satu-satunya kemenangan pemberontakan bani Abbasiyah, ada sebab-sebab lain yang mempercepat kehancuran bani Umayyah dan terbentuknya daulah Abbasiyah Sebab-sebab tersebut adalah lemahnya para khalifah, kecenderungan mereka hidup santai dan keluarnya mereka dari prinsip-prinsip Islam yang menjadi tonggak tegaknya sebuah Negara. Di antara mereka adalah Walid bin Yazid yang dikatakan oleh as Suyuti sebagai "Khalifah Fasik" Sebab lainnya adalah pertikaian para khalifah dan permusuhan mereka dengan sebagian yang lain padahal padahal mereka tadinya seia-sekata dan satu tangan dalam menghadapi pihak luar. Yazid bin Walid Abu Khalid yang bergelar "an Naqidh" misalnya, ia mengkudeta khalifah dan membunuh misannya Walid hanya untuk bisa menjadi khalifah Sebab lainnya adalah munculnya fanatisme kabilah dan lahirnya perilaku jahiliyah ke dalam internal kabilah, menyebabkan rakyat tidak mau mendukung khalifah dan mengalihkan perhatiannya kepada fanatisme kabilahnya dan mempertahankannya tanpa memikirkan benar salahnya Bahkan sebagian penguasa yang berpikiran dangkal sengaja membangkitkan fanatisme kabilah atau kelompok di kalangan rakyat karena menurutnya itu membuat mereka sibuk dengan yang lain dan perhatian mereka tidak tertuju pada penyelewengan dan pelanggaran yang terjadi pada para penguasa tersebut. Kalau toh itu terwujud dan manusia sibuk dengan fanatisme, maka hasil akhirnya tetap saja negative Fanatisme golongan meruntuhkan kekuatan, memecah belah persatuan dan menjadikan bangsa dalam satu Negara sebagai musuh yang tidak diikat dengan ikatan apapun, ketika gendering panggilan berdentang dan rakyat dipanggil membela tanah airnya sedang di tanah airnya tidak ada orang yang memperhatikan nasibnya dan kemaslahatannya, maka ketika itu juga Negara itu menjadi mangsa musuh-musuhnya dan menjadi santapan para penyerbunya. Dan itulah yang terjadi pada daulah bani Umayyah, fanatisme kabilah tidak hanya terbatas pada kalangan rakyatnya, tapi melebar kepada para khalifah sendiri dan mengantarkan mereka pada hasil akhir yang mengenaskan Puncak dari semua itu adalah kemunculan ajakan untuk ridha dengan keluarga Muhammad saw, yang mereka maksudkan dengan ridha di sini adalah pemberian gelar khalifah sehingga tidak diketahui nama aslinya dan dengannya melancarkan balas terhadap orang-orang bani Umayyah Ajakan untuk ridha terhadap keluarga Muhammad mulai menghangat pada tahun 101 H, tepatnya pada masa pemerintahan Yazid bin Abdul Malik, sedangkan orang yang pertama kali menyerukan ajakan imamah adalah Muhammad bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib Orang-orang Syi'ah secara teratur menemuinya di daerah Hamimah. Pada awalnya ajakannya hanya ditujukan kepada orang-orang Alawi, yaitu Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang masyhur dengan sebutan Ibnu Hanafiyah dan diteruskan oleh anaknya, Abu Hasyim. Ketika Abu Hasyim merasa ajalnya telah dekat ketika itu berada di daerah hakikat, tempat tinggal Muhammad bin ali, maka Abu Hasyim menceritakan tujuan dakwahnya kepada Muhammad bin ali dengan metode yang ia tempuh selama ini, serta ia kenalkan kepadanya nama-nama da'i yang mendukung idenya. Akhirnya Muhammad bin Ali mengundurkan diri dari jabatan khalifah dan dengan begitu daulah beralih ke tangan bani Abbas Muhammad bin ali mengkoordinir orang-orang Syi'ah, mengajak mereka bergerak secara rahasia dan menganjurkan agar tidak terlalu agresif agar rahasia mereka tidak terbongkar. Ia mengirim para pengikutnya ke daerah-daerah. Ada yang pergi ke daerah Irak dan Khurosan. Mereka sebarkan dakwahnya dengan rahasia sekali . semua tokoh mereka mengadakan koordinasi yang matang dan kerja yang berkesinambungan serta berkorban dengan apa saja yang mereka miliki Yazid bin Abdul Malik yang mendengar sepak terjak para da'i gerakan Abbasiyah kemudian menyuruh memenggal kepala dua orang dari mereka dan menyalibnya. Hal ini diketahui oleh Muhammad bin Ali, ia lalu berkata: "Alhamdulillah yang telah meluruskan ikatan ini, masih banyak pengikutnya yang akan mendapatkan syahadah Ketika Muhammad bin Ali wafat, anaknya Ibrahim bin Muhammad mengambil alih kendali, pada tahun 126 H/ 743 M ia mengirimkan surat kepada para pendukungnya di Khurasan melalui Abu Hasyim bin Mahan dengan membawa pesan khusus. Bakir bertolak menuju Marwa, setibanya di sana ia kumpulkan tokoh-tokoh dan da'i setempat dan ia informasikan kepada mereka akan kewafatan Muhammad bin Ali dan meminta mereka membaiat anaknya, Ibrahim bin Muhammad. Mereka menuruti permintaan Bakir dan menyerahkan kepadanya bantuan uang yang telah dikumpulkannya, kemudian bantuan uang tersebut diserahkan Bakir kepada Ibrahim bin Muhammad Pada tahun 127 H, sejumlah da'i bertemu dengan Ibrahim bin Muhammad termasuk Abu Muslim al khurosany dan menyerahkan kepadanya bantuan uang yang banyak dan mereka serahkan seperlima kekayaan kepadanya, tapi mereka tidak dapat berbuat banyak, karena banyaknya fitnah dan tragedy yang terjadi pada tahun itu juga Gerakan Ibrahim bin Muhammad semakin menghangat dan Abu Muslim al khurosany semakin aktif menyebarkan dakwahnya. Gubernur Khurosan, Nashr bin Sayyar dari kubu Marwan bin Muhammad tidak sempat memikirkan gerakan Ibrahim bin Muhammad karena terlalu sibuk menghadapi pembelotan Jadi' bin Ali yang terkenal dengan sebutan al Karmani. Pamor Abu Muslim semakin berkibar, sehingga Nashr bin Sayyar berpendapat bahwa gerakan Abu Muslim harus dibendung, karena kalau dibiarkan akan membahayakan, ia mengirim surat kepada Marwan bin Muhammad mengabarkan perkembangan yang sedang terjadi, lalu khalifah Marwan menyuruh gubernur di Syam memanggil Ibrahim bin Muhammad kemudian membawanya menghadap khalifah. Khalifah Marwan bin Muhammad menanyakan kepada Ibrahim bin Muhammad ihwal gerakannya, namun Ibrahim bin Muhammad mengelak dan mengaku tidak tahu menahu dengan apa yang ditanyakan khalifah Marwan bin Muhammad. Khalifah Marwan bin Muhammad naik pitam kemudian memerintahkan agar Ibrahim bin Muhammad dipenjara kemudian membunuhnya di penjara bersama Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz dengan hukuman gantung. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Shafar tahun 132 H Mendengar saudaranya terbunuh, Abdullah bin Ali melarikan diri ke Irak diikuti oleh saudara-saudaranya dan pengikutnya kemudian berhenti di Kufah. Abu Muslim datang menyampaikan bela sungkawa atas wafat saudaranya dan membaiatnya sebagai khalifah Abu Muslim membuat janji dengan para pengikutnya pada suatu hari. Ketika hari yang dijanjikan telah datang, makan konta semua pengikutnya keluar dengan baju duka atas wafatnya Imam Ibrahim bin Muhammad, semua orang dari segala penjuru berpihak kepada Abu Muslim al khurosany, selain itu Abu Muslim juga berhasil menggaet al Karmani ke dalam kubunya dalam melawan Nashr bin Sayyar. Berita perkomplotan keduanya di dengar oleh Nashr bin Sayyar, lalu Nashr bin Sayyar membuat konspirasi, hasilnya al Karmani terbunuh, dan setelah itu Nashr bin Sayyar melarikan diri. Dipihak lain Abu Muslim semakin tidak tertahankan dan puncaknya menguasai sejumlah besar daerah dan menunjuk orang tertentu sebagai gubernurnya Pasca meninggalnya imam Ibrahim bin Muhammad, saudaranya, Abul Abbas Abdullah as Shaffah di daulat sebagai khalifah dan saudaranya yang lain, Abu Ja'far Abdullah al Manshur sebagai putra mahkota pada bulan rajab pada tahun 132 H As Shaffah menginstruksikan pamannya, Abdullah bin Ali memerangi Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir bani Umayyah. Kedua kubu bertemu, kubu bani Abbasiyah dengan panglima perang Abdullah bin Ali dan kubu bani Umayyah dengan panglima perang khalifah Marwan bin Muhammad sendiri dan terjadilah pertempuran sengit. Yang terdengar hanyalah gemerincing suara senjata seperti suara tongkat beradu dengan tembaga. Bani Umayyah terpukul mundur, tapi mereka terus diburu kubu bani Abbasiyah kemudian dibunuh dan ditawan. Abdullah bin Ali berhasil menguasai apa saja yang ada dalam markas bani Umayyah, seperti harta kekayaan dan lain sebagainya. Berita kemenangan ini segera dikirimkan ke as Shaffah, as Shaffah pun langsung sujud syukur kepada Allah sebanyak dua rakaat Abdullah bin Ali mencari orang-orang bani Umayyah, baik yang masih hidup maupun mati. Ia gali lubang dan membantai keturunan bani Umayyah sebanyak 92.000 pada hari Ahad di tepi salah satu sungai di Ramlah As Shaffah menyuruh Abdullah bin Ali agar tetap tinggal di Syam dan menyuruh saudaranya, Shalih bin Ali segera pergi ke Mesir, ia mendapati Marwan bin Muhammad bersembunyi di gereja Abu Shair. Shalih bin Ali menyingkirkan para pengikut Marwan bin Muhammad lalu mengepung Marwan bin Muhammad dan membunuhnya lalu mengirimkan kepala Marwan bin Muhammad kepada abul Abbas as shaffah Pembunuhan Marwan bin Muhammad ini terjadi pada hari ahad tanggal 3 Dzulhijjah. Versi lain menyebutkan hari kamis 6 Dzulhijjah 132 H Dengan terbunuhnya Marwan bin Muhammad, berakhirlah masa kejayaan masa kejayaan bani Umayyah setelah berkibar selama 92 tahun. Selama jangka waktu tersebut, daulah Umayyah telah berbuat banyak demi Islam dan kaum muslimin. Dinasti Umayyah yang melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan pra lslam di TimurTengah mengundang kritik keras dan memunculkan kubu oposisi. Kelompok oposisi terbesar yang sejak awal menentang pemerintahan keluarga Bani Umayyah adalah kelompok Syi'ah, yaitu para pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib serta keturunannya yang merupakan Ahlul bait Selain kelompok Syi'ah, pemerintahan Dinasti Umayyah juga mendapat penentangan dari orang-orang Khawarij. Kelompok Khawarij ini merupakan orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, karena mereka merasa tidak puas terhadap hasil tahkim atau arbitrase dalam perkara penyelesaian persengketaan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah. Usaha menekan kelompok oposisi terus dijalankan oleh penguasa Umayyah bersamaan dengan usaha memperluas wilayah kekuasaan Islam hingga Afrika Utara dan Spanyol. Selain menghadapi persoalan eksternal, para penguasa Umayyah juga menghadapi persoalan internal, yaitu pemberontakan dan pembangkangan yang dilakukan oleh orang-orang dekat khalifah di berbagai wilayah kekuasaan Umayyah, seperti di Irak, Mesir, Palestina, dan Yaman. Pemberontakan yang terjadi selama pemerintahan Dinasti Umayyah umumnya dipicu oleh faktor ketidakpuasan terhadap kepala daerah yang ditunjuk oleh khalifah. Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II), misalnya, terjadi sejumlah pemberontakan di wilayah kekuasaannya. Di Mesir, kerusuhan terjadi karena gubernur yang diangkat Marwan II menghentikan pemberian tunjangan yang dulu diperintahkan oleh Yazid III untuk diberikan kepada para anggota baru dalam angkatan darat dan laut. Sementara di Yaman, kerusuhan timbul antara lain karena pemerintah setempat memungut pajak sangat tinggi dari orang Arab. Kesibukan Marwan II dalam menumpas pemberontakan membuat wilayah Khurasan dikuasai Bani Abbas (dinasti yang didirikan Abu Abbas as Saffah). Gerakan Bani Abbas ini merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup Dinasti Umayyah. Setelah Khurasan dapat dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat merebut wilayah itu dari pejabat Bani Umayyah. Setelah menguasai wilayah Irak sepenuhnya, pada 132 H/750 M, Abu Abbas as Saffah dibaiat sebagai khalifah yang menandai berdirinya Dinasti Abbasiyah. Sejak saat itu, Bani Abbas mulai melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Wilayah-wilayah yang dahulu dikuasai oleh Dinasti Umayyah pun berhasil direbut. Bahkan, pasukan Bani Abbas berhasil membunuh Marwan II dalam sebuah pertempuran kecil di wilayah Bushair, Mesir. Kematian Marwan II menandai berakhirnya Dinasti Umayyah yang berkuasa dari 41 H/661M-133 H/750 M. Runtuhnya Dinasti Umayyah bukanlah semata-mata disebabkan oleh serangan Bani Abbas. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah menyebutkan, terdapat sejumlah faktor yang sangat kompleks, yang menyebabkan tumbangnya kekuasaan Dinasti Umayyah.
            Sebagian besar khalifah Bani Umayyah mengangkat lebih dari seorang putra mahkota. Biasanya, putra tertua diwasiatkan terlebih dahulu untuk menduduki tahta. Setelah itu, wasiat dilanjutkan kepada putra kedua dan ketiga, atau salah seorang kerabat khalifah, seperti paman atau saudaranya. Putra mahkota yang lebih dahulu menduduki takhta cenderung mengangkat putranya sendiri. Hal itu menimbulkan perselisihan. Sejak pertama kali diturunkan, ajaran Islam berhasil melenyapkan fanatisme kesukuan antara bangsa Arab Selatan dan Arab Utara, yang telah ada sebelum Islam. Namun, pada masa Bani Umayyah, fanatisme ini muncul kembali, terutama setelah kematian Yazid bin Muawiyah (Yazid I). Bangsa Arab Selatan yang pada masa itu diwakili kabilah Qalb adalah pendukung utama Muawiyah dan putranya, Yaid I. Ibu Yazid I yang bernama Masum berasal dari Kabilah Qalb. Pengganti Yazid I, Muawiyah II, ditolak oleh bangsa Arab Utara yang diwakili oleh kabilah Qais dan mengakui kekhalifahan Abdullah bin Zubair (Ibnu Zubair). Ketika terjadi bentrokan di antara kedua belah pihak, kabilah Qalb dapat mengalahkan kabilah Qais yang mengantarkan Marwan I ke kursi kekhalifahan.



BAB IX

KEHANCURAN BANI MARWAN

            Hisyam digantikan oleh kemenakanya , walid ii. Sumber-sumber kami memberikan kesan bahwa tampilanya tahtanya sudah di atur selama 20 tahun. Tidak dragukan bahwa hisyam sendiri sam asekali tidak puas dengan engangkatan ini. Dilingkungan dekatnya oposisi terhadap penangkatan walid ii di scetuskan oleh seorang ulmaternama, az-zuh4ri. Ada keterangan bahwa hisyam berusaha digantikan dan mengajukan salah seorang anak laki-lakinya. Aslammah. Meskipun cukup aneh tdak aktif dan terkenal. Sebagaimana saudara-saudaranya selama pmerintahan ayanya. Bila keterangan ini benartampaknya hisyam berusah mengajukan scalom khalifah yang kompromis. Peristiwa yang terjadi menunjukkan dengan mudahnya keluarga bani marwan telah terpecah belah. Sebenarnya ketidak sepakatansepakata itumuncul sebelumnya dalam keluarga tersebut tetapi kali ini adala ketidak sepaktan yang paling serius dan ia megancam terjadinya disentrigasi salah satu pilar pemerintan yaiu kesatuan keluarga bani marwan sendiri.
            Secara mdah mungkin di duga sebenarnya para angta keluarga yang mendukung pengangkata wahdd inginseali melanjutkan kebijakan-kebijakan ekspansi secara ketat yang pernah dilakukan kembali selam pemerintahan ayahnya. Yazid ii. Beberapa peristiwa yang belakangan menunjukkan beberapa orang penentang walid mendukung dikembalikanya kebijan-kebijakan ini. Hsyam di dga telah mengetahui peecahan yang akam terjadi sehinnga ia mengajukan calon yang kompromis. Walid ii di gambarkan dalam sumber-siumber kaimi sabagai orang yag lemah yang hanya mementingkan kesenangan kesenangn ya sendieri. Tetapi gambaran yang seperti iyu jelas adalah tuduhantuduhan yang di lebih-lebihkn. Memang tuduhan itu tida lebih daripada desas desus yang dipropagandakan oleh banyak musuhnya. Kegaglan walid adalah bahwa ia tidak menydar akibatakibat yang timbul dari berbagai beban berat yang di[ikulkan kepaa pasukan syiria yang terbatas.  Walid ii dalam masa pemerintahanya yang singkat menampakkan lebih banyak mendukung kegiatan-kegiatan polotijk ekspansionis bani qais yang militant daripada hsyam. Setelah dipecat dari jabatnya sebagai gubernur irak timur. Khalid menetap di damasks. Dan dikabarkan kut dalam penyerangan-penyerangan pada musi m panas pada wilayah byzantoum. Walid ii memerintahkan agar ia ditangap da diserahan kepada musuhnya yusuf bin umar gubernur Iraq dan took bani qais. Khalid ii meninggal pada tahun 743M/126H .
            Berbalik paa pasukan Syria, walid ii mengetahui dengan bak bahwa dia tidak data memanggil kebali orang-orang yang dikirim keafrika utara iuntuk mengalahkan bangsa barbar. Sebaliknya dia malah beralih kepulau Cyprus yang telah lama dilupakan , yang direbut dari kerajaan byzantiunm. Sejak tahun 649 M/24H. sedangkan mengenai pasukan-pasukan yang berada di syiria. Dia menuntut kesetian ereka lebih erat kembali . ini sebagai praktek pembujukkan tetapi sayangnya praktek ini atau bujuan ini tidak berhasil . orang-orang syiria yang merasa dikecewakan kebijakan kebijakan poloik yan menimbulkan penyerangan-penyerangan secara terus menerus diseluruh wilayah Negara . sumbersumbrekami menyebutkan mereka sebagai kelompok yaman dengan dua alasan . pertama tanpa mempertimbangka kesuuan nominal mereka . kedua nomenklaturtersebut yakni yaani adalah lawan dari bani qais.
            Yazid iii  adalah pilihan jenderal pasukan sriyia unti menggantikan kemenakannya walid ii pada tahun 744M/126H. yang mengherankan bahwa yindakamyua adalah membatalkan kenakan tunjangan pada asukan sryiriz ini bukan tanda tidak berterimakasih kepada orang-orang yang telah memilihny sebagi penguasa tertinggi tetapi memberikan indikasi tertinggi dlam melaksaakan tugs atau diluar melaksanakan tugas. Dalam kenyataanya yzid iii berjanji untuk mempertahankan pasukan yang ada disyiria. Dala pidato pelantikanya yang disebarkan secara merata dan disebut daam-sumber-sumberkami dia memberikan garis beras yang secara tepat dapat dilukiskan sebagai manifeso yaman. Dia berjanji bahwa; semua bangunan yang tidak di perlukan akan diakhiri, tidak ada proyek pertanian yang dibiayai Negara, penghasilan wilayah Negara akan digunakan untuk penduuduk, tidak aka nada lagi ekspedisi militer, warga Negara akan diperlakukan secar baik, semua umat muslim akan mendapa tyunjangan. Dan akhirnya dia membatalkan semua tuntutan atas kekuasaan mutlak dan dia ersedia ditrunkan jika tidak memenuhui janji-janji.
            Butir terakhir ini menunjukkan ia menganut mazhab politik iskam yaitu qadariah. Meskipun sebagian besar pasukan syiria mendukung yazid iii sebagi asukan juns hims dan palestina menunyut aas terbunuhnya seorang halifah yang sah. Dalam hal ini sulaiman bin  hisyam yang pernah telah dipenjarakan pada masap ememerintahan walid ii yang dibebaskan oleh yazid iii. Denga jelas yazid iii bergerak secara hati-hati untuk melayani kelompok kuat ini. Situasi demesir sangat enguntungkan bagi penerapan kebijakankebijakan yazid yang baru itu.
            Anggota –anggota baru diwan mesir ini disebut secara khusus dalam sumber-sumber kami sebagai maqamisah dan mawali. Pel di catat bahwa angkata lauta rab adalah tiruan dari modwel Byzantium. Di mana satu kapal besar terdapat 00 orang pendayung. Acuan khusu mawali selain maamasah memperkuat persyaratan ini.  Situsi-situasi diwilayah ini ama sekali tidak terkendalikan sebagai akibat dari perbedaan sikap bangsa arab dengan spanyol terhadap suku barbar. Pada tahun 743M/125H. hanzalah bin safwan jenderlan dan gubernur  sriria  Mengirimkan salah satu kontingen asukanya untuk memulihkan ketertiban keamanan di spanyol. Pada tahun 745M/125H hanzalah dipakasa mundur bersama pasukanya kesyiria dan membiarkan afrika utara dalam gemgaman pemberontak arab yang dipipin oleh Abdurrahman bin habib cucu ukbah bin naïf seorang tokoh terkenal dalam penaklukan arab pertama. Mengenaiiraq yazid iii memcat gubernur bani qaisyusuf bin umar dan menggantikanya. Tugas penting selama pemerintahan yazid iii yang angat singkat adalah merekonstruksi ulang pasukan Iraq dan juga kas Negara sebagai pengganti pembayara dasarnya . abdulah bi umar ii dimata masyarakat Iraq adalah bukan tentang nama tetapi mengenai bagamana keagkitan kembali kebijakan politik mendiang ayahnya.
            Selama masa pemerintahanya yag pendek sebagai gubernur irak an wilayah timur masyur bin jummur mengankat saudaranya ansyur. Saying sekali yazid meninggal secara iba-tiba pada akhir tahun 744M/127H. saudaranya Ibrahim yang mengganitikanya selam 4 bulan tida diakui oleh pendduk sebgai amirul mukminin . erpecahan meluas di kalangna pasukan styiria dan situasi tersebut berkembang menjadi kekacauan. Arwan dengan tenang menetap dijazirah sebagai pim[inn tertinggi dalam Negara. Pimpinanmereka yang paling berpengaruh adalah ad dhkak bin bin ays qassaybani . mereka sama sekali tidak melihat alasan untuk menggabungkan diridalam pemberontakan-pemberontakan syiah.
            Sementara itu marwan memasuki damaskus   pada tahun 744M/127H dia memproklamasikan dirinya sendiri sebagai amirulmkminin. Marwan dua yang sekarang ini menguasai keadaan syira mengirim gubernur baruna diiraq. Meskipun banyak yang mengakui bani marwa sebagai amirul mukminin. Ini adalah pertma kalinya terjadinya gerakkan semacam itu dnyatakan secara terbuka denga mengatasnamakan orang yang bukan eturunan langsung ali. Hgeraan ni hanya mennjukan bahwa ajaran nabi Muhammad ahllul bait untuk memerinth mulai diterima secara melluas dank arena it secara merata diterakan untuk memasukkan semua kemenakan nabi. Sementara itu di kuffah terjjadi perjuangan yang sangat sengit diantar atiga kelmpok yang berbeda yang ertama adalah pasukan baru irak yang kedua adalah seuah kelompok yang disebut kelompok mudar atau kelompo yaman yang adalah kontingen passukan arab jazirah di bawah pimpinan nadr bin  said. Namun demikian persatuan antar kelompok mudar dan yaman itu segera berakhir. Segera dengan cepat kelopok peberontak ini menjadi lebih kuat setelah ia bergabung dengan kelompok terkenal lainya. Pasukan pemberontak ini segera bertambah kuat setelah bergabung degan para tokoh terkenal. Setelah itu mereka me nyerbu muasil odalam pertempuran sengit tersebut pasukan pemberontak bercerai berai dan sabagian menjadi buronan.
            Gerakan syiah palsu yang dipimpin oleh abdullah bin muawiyah sudah berubah menjadi gerakan khawarij. Mencoba mencari landasan baru dan ideologik yang mendukung kelompok ini sama saja dengan menentang logika. Mereka yang ikut serta didalamya baik orang-orang syiria, Iraq, jazirah, arab, ataupun bukan arab pasti tidak puasdengan pemerintahan bani marwan.



BAB X

AKHIR KURUN WAKTU

            Bila kekuatan dan kemampuan militer harus digunakan untuk menyelamatkan bani marwan dan untuk memulihkan ketertiban Negara. Kekuasaan yang dibangun Muawiyah bagi Daulat Umayah diawali dengan noda hitam. Pemberontakan Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang melahirkan Perang Shiffin menyebabkan sekitar 80 ribu orang tewas. Badri Yatim, dalam buku 'Sejarah Peradaban Islam' menyebut: "Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak." Praktek yang bertolak belakang dengan nilai Islam sebenarnya. Muawiyah menunjuk anaknya, Yazid, sebagai penggantinya. Cara demikian tidak dikenal Islam dalam pemilihan pemimpin negara. Masyarakat berontak. Sebagian mengangkat Hussein anak Ali sebagai khalifah. Melalui penipuan, Yazid menghancurkan kubu Hussein. Hussein yang berencana memenuhi ajaka damai Muawiyah, ternyata dibunuh. Di padang Karbala, Hussein dipenggal. Kepalanya dibawa ke Damaskus.  Abdullah anak Zubair juga tak mengakui kekhalifahan Yazid. Abdullah berkedudukan di Mekah. Tentara kerajaan di masa Khalifah Abdul Malik kemudian menyerbu Mekah. Keluarga Zubair dihancurkan. Abdullah wafat dalam pertempuran pada 73 H atau 692 Masehi.  Di masa Muawiyah, kekuasaan melebar ke Barat hingga Tunisia yang berada di seberang Italia. Di Timur, wilayah kekuasaan telah menjangkau seluruh tanah Afghanistan sekarang. Ekspedisi laut berulangkali menyerbu ke Byzantium, namum gagal menaklukkan Romawi. Wilayah itu kemudian diperluas oleh Khalifah Abdul Malik. Wilayah Asia Tengah seperti Bukhara, Khawarizm, Ferghana hingga Samarkand mereka kuasai. Pasukan Umayah bahkan wilayah Sind dan Punyab di India dan Pakistan.  Terobosan paling monumental terjadi di Gibraltar, Spanyol, di masa Khalifah Walid. Seluruh wilayah Afrika Utara -termasuk Aljazair dan Maroko-mereka kuasai. Pada tahun 711 Masehi, Panglima Perang Thariq bin Ziyad memimpin pasukan menyeberang selat dari Maroko ke dataran Spanyol di Eropa. Ibukota Spanyol segera mereka kuasai. Demikian pula kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Seluruh Spanyol pun menjadi wilayah kekusaan Bani Umayah.  Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tentara Bani Umayah di bawah komando Panglima Abdulrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi, bergerak dari Spanyol menuju Perancis. Setelah melalui pegunungan Piranee, mereka menguasai Bordeau, Poitiers dan hendak maju ke kota Tours. Di tempat ini terjadi pertempuran yang menewaskan Al-Ghafiqi. Tentara itu pun mundur kendali ke Spanyol.
            Dengan rentang wilayah kekuasaan yang sangat luas, di abad ke-8 Masehi tersebut, Bani Umayah merupakan kekuasaan yang paling besar di dunia. Kekuasaan besar lainnya adalah Dinasti Tang di wilayah Cina serta Romawi yang berpusat di Konstantinopel. Ke wilayah kekuasaan Bani Umayah itulah Islam kemudian menyebar dengan cepat.  Namun adalah sebuah kemustahilan untuk mempertahankan wilayah yang begitu luas terus-menerus. Apalagi masyarakat kemudian kehilangan rasa hormatnya pada kekhalifahan. Pemberontakan muncul di sana-sini. Yang terkuat adalah pemberontakan oleh Abdullah Asy-Syafah, atau Abu Abbas. Ia keturunan Abbas bin Abdul Muthalib -paman Rasulullah. Ia disokong oleh keluarga Hasyim -keluarga yang terus berseteru dengan Keluarga Umayah. Kalangan Syi'ah -para pendukung fanatik Ali-mendukung pula gerakan ini.  Abu Abbas kemudian bersekutu dengan tokoh kuat, Abu Muslim dari Khurasan. Pada tahun 750 Masehi, mereka berhasil menjatuhkan kekuasaan Bani Umayah. Khalifah terakhir, Marwan bin Muhammad, lari ke Mesir namun tertangkap danm dibunuh di sana. Berakhirlah kekuasaan Bani Umayah ini, meskipun keturunannya kemudian berhasil membangun Bani Umayah kedua di wilayah Spanyol. Yazid mencoba untuk menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair dengan menyerbu Mekkah pada tahun 64 H, ia mengirim pasukan yang dipimpin oleh Husain bin Numair. Pada saat pengepungan Mekkah, Husain menggunakan ketapel, di mana peluru ketapel ini pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi karena mendengar kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Husain bin Numair menghentikan pengepungan tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka Ibnu Zubair dapat terbebaskan dan ia membangun kembali Ka'bah yang berantakan karena serbuan pasukan Umayyah. Kematian Yazid yang tiba-tiba ini mengakibatkan pula makin berantakannya kekuasaan Bani Umayyah dan perang saudara antar Bani Umayyah. Sepeninggal Umar bin Abdul Azis menandai berakhirnya zaman kejayaan didalam sejarah bani Umayah, kekuasaan selanjutnya berada dibawah khalifah Yazid Ibnu Abdul Malik, penguasa yang satu ini terlalu gandrung terhadap kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamayan, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang kepentingan etnis politik, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abdul Malik. Kerusuhan terus berkelanjutan hingga masa pemerintahan khalifah berikutya (Hisyam Ibnu Abdul Malik), bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayah. Kekuatan itu berasal dari kalangan bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini mampu menggulingkan  dinasti Muawiyah dan menggantikan dengan dinasti baru (Bani Abbas). Sebenarnya Hisyam Ibnu Abdul Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil, akan tetapi karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya. Sepeninggal Hisyam Ibnu Abdul Mlik, Khalifah-khalifah Bani Umayah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk, hal ini mekin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, daulat umayah digulingkan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani, Marwan Ibnu Muhammad.      
   Ekspansi/perluasan yang terhenti pada masa khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dilanjutkan kembali oleh Dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tuniasia dapat ditaklukan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibukota Binzantium, dan Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh kekhalifahan Abd al-Malik. Ia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Markhand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Pada masa pemerintahan Muawiyyah terkenal sebagai era yang agresif karena perhatian terpusat kepada perluasan wilayah, dan kemajuan besarpun hadir dengan berhasilnya perluasan wilayah tersebut. Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam mersa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah al-Jajair dan Marokko dapat ditaklukan, Tariq bin ziyad, pemimpin pasukan Islam, menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai. Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pada saat itu, Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours. Namun dalam peperangan di luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayyah. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah sangat luas. Dalam jangka 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam, Daerah-daerah tersrebut meliputi: Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, Pakistan, Purkmenia, dan Kirgiztan yang termasuk sovyet (Rusia). Sampai akhirnya Dinasti ini dijuluki Dinasti Adi Kuasa. Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di Zaman Umayyah mencakup 3 Front penting, yaitu sebagai berikut:  Pertama  Front melawan bangsa Romawi di Asia Kecil dengan sasaran utama pengepungan ke Ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke Pulau-pulau dilaut tengah. Kedua, Front Afrika Utara. Selain menundukkan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyebrangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol. Ketiga, Front Timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah disebrang sungai jihun (Ammu Darya), sedangkan lainya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian Barat.
Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinansti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Mutholib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah. Dan kaum Mawali (non-Arab) yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayyah. Mereka orang non-Arab derajatnya dianggap lebih rendah, misalkan ada tunjangan dari negara maka tunjangan mereka harus lebih sedikit dari orang Arab. Penyerahan jabatan khalifah dari Ibrahim bin Walid kepada Marwan bin Muhammad terjadi pada pengujung tahun 126 H (745 M). Khalifah Marwan bin Muhammad menjabat khalifah pada usia 56 tahun. Ia adalah khalifah terakhir Bani Umayyah. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa', hal pertama yang ia lakukan ketika menjabat khalifah adalah membongkar kuburan Yazid dan menyalibnya. Hal ini ia lakukan karena Yazid telah membunuh Walid. Sebelum menjabat khalifah, Marwan bin Muhammad adalah seorang panglima perang yang terkenal gigih. Namun ketika menjabat khalifah, keadaan pemerintahan Bani Umayyah tak menentu. Oleh sebab itu, masa pemerintahannya yang hampir enam tahun, banyak diwarnai peperangan. Kendati Marwan bin Muhammad mempunyai kemampuan tangguh, tetapi karena keadaan tak mengizinkan, keruntuhan Bani Umayyah tak terelakkan.
Ancaman itu tak hanya datang dari internal pemerintahan saja, namun juga dari luar. Adalah Kaisar Constantine V yang dikenal gagah berani dalam sejarah imperium Romawi Timur. Setelah Kaisar Constantine V berhasil mengamankan negerinya, pemerintahan Bani Umayyah mulai terancam. Pada tahun 745 Masehi, Kaisar Constantine V melancarkan serangan ke Asia Kecil. Pasukan Islam yang berada di tempat itu terpaksa mundur, dan pada tahun berikutnya pasukan musuh berhasil menguasai perbatasan Syria bagian utara. Dalam keadaan demikian, Khalifah Marwan bin Muhammad justru sibuk memadamkan berbagai gejolak dalam pemerintahan. Dengan demikian, ancaman dari luar tak kuasa ia halau.
            Di antara gejolak yang harus dipadamkan Marwan bin Muhammad adalah gejolak dari daerah Himsh. Khalifah Marwan segera berangkat ke daerah itu dengan pasukannya. Ia berhasil mengamankan daerah itu kembali. Para pemberontak dihukum dan tubuh mereka disalib di tembok-tembok kota Himsh. Belum usai pemulihan Himsh, muncul gejolak di daerah Bogota, pinggir Damaskus di bawah pimpinan Yazid bin Khalid Ats-Tsauri. Khalifah Marwan segera mengirimkan pasukan dan berhasil mengamankan daerah itu kembali. Di Palestina pun muncul gejolak, Khalifah Marwan mengirimkan pasukan besar di bawah pimpinan Abul Wardi bin Kautsar. Gejolak itu pun bisa dipadamkan. Sementara itu, di Irak di bawah pimpinan Dhahak bin Qais Asy-Syaibani, kaum Khawarij memberontak. Gubernur Irak, Abdurrahman bin Umar, berangkat dari Kufah untuk memadamkan gejolak itu. Namun pasukannya kalah dan dia sendiri gugur dalam pertempuran. Dhahak bin Qais berhasil menguasai seluruh lembah Irak dari Kufah sampai ke Mosul belahan utara. Khalifah Marwan bergerak bersama pasukannya menuju Irak. Lagi-lagi dia menunjukkan kemampuannya. Pasukan Khawarij porak-poranda. Dhahak bin Qais sendiri gugur. Sisa-sisa pasukannya sendiri kocar-kacir melarikan diri. Pada saat mengamankan lembah Irak itu, mendadak muncul lagi gejolak di Kufah. Kali ini digerakkan oleh Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib dari keluarga Hasyim. Khalifah Marwan terpaksa kembali ke Kufah dan memadamkan kerusuhan tersebut. Pemuka pasukan itu melarikan diri ke Khurasan. Namun di sana ia ditangkap oleh Abu Muslim Al-Khurasani dan dijatuhi hukuman mati. Keadaan pemerintahan Umayyah yang tidak menentu dimanfaatkan oleh gerakan Abbasiyah. Gerakan yang sudah dibina bertahun-tahun di bawah tanah itu segera menampakkan diri. Di bawah pimpinan Abu Muslim Al-Khurasani, gerakan Abbasiyah meledak. Setelah berhasil menguasai wilayah Khurasan, lalu Iran, pasukan Abbasiyah bergerak ke Irak dan menghancurkan pasukan Khalifah Marwan. Khalifah terakhir Bani Umayyah itu melarikan diri ke Mosul, Hauran, Syria, dan terakhir ke Mesir. Di sana ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Panglima Shalih bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Kepalanya dikirim kepada keponakannya, Khalifah Abul Abbas Ash-Shaffah di Kufah. Khalifah Marwan bin Muhammad wafat pada tahun 132 H dalam usia 62 tahun. Masa pemerintahannya hanya lima tahun 10 bulan. Ada kisah unik yang dipaparkan Imam As-Suyuthi. Ketika Marwan terbunuh, kepalanya dipotong dan dibawa ke hadapan Abdullah bin Ali. Orang-orang tak sempat memerhatikan penggalan kepala itu. Tiba-tiba datang seekor kucing dan menggigit lidah Marwan bin Muhammad lalu menelannya. Abdullah bin Ali berkata, "Seandainya dunia ini tidak memperlihatkan kepada kita keajaibannya kecuali adanya lidah Marwan dalam mulut kucing. Itu sudah kita anggap keajaiban paling besar." Dengan meninggalnya Marwan, berakhir pula kekuasaan Bani Umayyah.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRUKTUR ORGANISASI KKN-Alfian Sentosa Gemilang

LAPORAN HASIL OBSERVASI KURIKULUM DI SDN 2 RANOMEETO