SEJARAH PERADABAN ISLAM
DAFTAR
ISI
BAB I
REVOLUSI
ISLAM DALAM LINGKUNGANYA
Sulit untuk
menulis secara obyektif tentang timbulnya islam atau juga tentang agama lain
dimanapun juga. Dengan mengesampingkan keyakinan-keyakinan perorangan jelasan
asal-usul agama yang bersangkutan.
Banyak buku yang telah ditulis mengenai kehidupan dan karya Muhammad (SAW) dan
secara rinci telah dipelajari secara cermat dan dianalisis secara sempurna
mengenai kegiatan-keiatanya. Namun demikian, fakta-fakta ini tidak menjelaskan
semua kegiatan ini dan juga tidak memudahkan kita untuk memahami motif-motifnya.
Tentu saja setiap penjelasan terkait dengan penafsiran terhadap
kegiatan-kegiatan tersebut dan wajarlah kiranya para sejarawan berbeda-beda
dalam memberikan penafsiran. Banyak yang mengatakan bahwa islam itu lahir di
Arab dan beberapa argument-argumen yan telah dilontarkan oleh para ahli. Ada
cukup alas an untuk mendukung setiap teori yang dilontarkan tetapi banyak
paraahli tidak menaruh perhatianya pada kondisi-kondisi Arab secara
keseluruhan. Padahal penelitian semacam ini penting bila kita ingin mengetahui
dan memahami kondisi Mekah dan berbagai
kegiatan Muhammad (SAW) baik di Mekah aupun di Madinah. Tetapi ini merupakan
pekerjaan yang amat sulit dan secara jujur, ketidakcermatan mengenai hal ini
merupakan kesalahan pengkaji pertamanya. Untung saja pengkajian-pengkajian saat ini lebih besar
perhatianya diletakan ada persoalan ini dan beruntung kita dapat memperoleh
suatu karya yang sangat diperlukan dari para sarjana seperti M.J Kister. Suatu
gambaran yang jelas saat ini mengenai hubungan-hubungan ang sangat rumit di Negara Arab sebelum timbulnya Islam.
Hubungan ini menyangkut para penduduk mekkah dengan para penduduk disebagian
wilayah Arab lainya baik yang nomad dan yang menetap. Dalam dunia perdagangan
yang semakin berkembang, perdagangan internasional dalam skala luas yang
melibatkan dua kekuatan esar saat itu yaitu kerajaan sasaniyyah dan Byzantium.
Wajarlah kepentingan-kepentingan dua kerajaan ini membawa akibat yang sangat
luas terhadap kerajaan Arab itu sendiri. Walaupun mereka telah menduduki yaman
sekitar tahun 570-575 M dan menguasai kedua teluk persia mereka memanfaatkan
vassal-vasal mereka yaitu raja-raja Hira di wilayah perbatasan sebelah barat
daya, umtuk menundukkan suku-suku Arab diwilayah pegunngan Arab tengah dengan
kekerasan. Tetap kebijakan ini haya menyebabkan lemahnya kerajaan Hira dan
berakhir dengan kejatuhanya. Bukan suatu hal yang kebetulan kejatuhan kerajaan
Hira berbarengan dengan kebangkian Mekkah menjadi kota yang makmur dan kuat.
Kerajaan Byzantium
barang kali lebih realistic dalam kebijaksanaan mereka dinegara Arab ini.
Sementara mereka menghindari petualangan militer diwilayah Arab, mereka
menyakskan dan mungkin mendorong usah kerajaan Abysinnia yang seagama dalam
menaklukkan Yaman pada tahun 525 M dan menyerang Mekkah dalam rangka menguasai
jalur perdagangan Yaman-Syria. Setelah kegagalan itu kerajaan Byzantium merasa
puas dengan melakukan kegiatan-kegiatan diplomatic dengan maksud mengembangkan
pwngaruh mereka kewilayah selatan.
Tidak mugkin
memperlakukan Mekkah dalm pengertian lain selain perdagangan karena
satu-satunya alas an keberadaanya adalah perdagangan. Pada mulanya didirikan
sebagai pusat perdagangan local disekitar tempat kegiatan agama. Sebab,
merupakan yempat suci maka para pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan
mereka harus menghentikan permusuhan selam mereka bermukim disana. Untuk
menjamin keamanan dalm perjalanan suatu siste yang rinci mengenai bulan-bulan
suci, ibadah haji, dan ibadah keagamaan lainya ditetapkan dengan suku-suku
sekitar atau yang berada disekitarnya. Keberhasilan system ini menghasilkan
perdagangan (pasar-pasar) baru. Untuk menandai suku-suku yang terikat dalam
system tersebut mereka meletakkan lambing-lambang sesembahan mereka ke ka’bah
tempat suci di Mekkah.
Perubahan nyata
dalam keberhasilan Mekkah terjadi dengan perubahan perdagangan local menjadi
internasional. Hal ini menjadi bukti keberhasilan Hasyim kakek dari kakek Nabi
Muhammad SAW yang hidup sekitar abad ke-6 M. ia memiliki keahlian,
kontak-kontak dan surplus perdagangan didalam negeri sendiri yang dapat
disalurkan dipasar-pasar Asing. Dia mendapat jaminan keamanan dari kaisar
Byzantium bagi saudagar Mekkah dan barang-barang daganganya ketika mereka
mengunjungi Syria.
Sekarang Hasyim
beralih kepihak yang lebih sulit dalam perjanjian Arab, yaitu pihak Arab.
Keamanan para kafilah niaga Mekah tergantung pada sikap berbagai suku yang
sebagian mereka tidak ikut dalam system Mekah tersebut. Kepada suku-suku ini
hasyim memberikan usul yang memberikan mereka pasarbagi barang-barang produksi
mereka dan memberikan keuntungan atas barang-barang mereka. Para pedagang mekah
akan dengan mudah membawa barang dagangan ke Syiria. Dan pada saat mereka
kembali mereka membayarkan kembali pada calon-calo mitra datangnya modal dan
semua keuntungan. Sebagai imbalanya
mereka akan memberikan imbalan kepada kafilah mekah berupa jaminan keamanan
diwilayah mereka. Sedangkan mengenai sukuisuku yang telah ikut ambil bagian
dalam perdagangan local di Mekah dan karena itu telah mengenal tempat-tempat
suci dan bulan-bulan suci serta ibadah keagamaan lainya serta bersedia mempertahankan tempat dan bulan-bulan suci
terebut. Mereka muncul sebagai hums suatau kata yang menunjukkan makna ide-ide
keberanian, keteguhan dan agama dan juga pengabdian kepada tempat ibadah.
Dengan demikian Mekah dikataan sebagai darul hums, ka’bah dikatakan sebagai
al-khamsa. Persekutuan ini menyangkut suku Quraisy dan penduduk Mekah dan
banyak suku yang tinggal disebagian wilayah Arab dan tidak berasal dari suku
yang sama yang lebih penting adalah banyak dari suku-suku ini banyak menguasai
jalur-jalur perdagangan diwilayah jazirah tersebut.
Untuk memmperkuat
persekutuan hums tersebut orang-orang Quraisy dengan suku-suku lainya dengan
kekuatan dan pengabdian kepada persemakmuran mekah. kister telah menunjukkan
tanpa ketaguan bahwa hubungan Quraisy dan suku-suk Tamim pada waktu itu
memberikan kekuasaan kepada para pemimpin untuk mengurus pasar yang ada
diwilayahnya dan bahkan kekuasaan untuk melaksanakan ibadah haji. Pendapat lalin
dari Kister yang tampaknya beralasan beralasan bahwa sebagian suku-suku Tamim
ikut ambil bagian dalam milisi antar suku untuk menjaga Mekah dan
pasar-pasarnya.
Di Mekkah sendiri
Hasyimlah yang melakukan Revolusioner. Tindakan ini berupa pemberian keuntungan
kepada orang-orang muslim sebagai imbalan atas pekerjaaan mereka atau boleh
jadi sebagai pembayaran atas investasi modal kecil bagi sanak keluarga yang
miskin. Kerjasama ini berbarengan dengan kerangka kerja yang rapi dari berbagai
persekutuan dan persetujuan yang terorganisasilan degan baik sekalidan tentu
saja memakmurkan berbagai pihak. Dalam kenyataanya memang ia sangat berhasil
untuk menghadapi tekanan-tekanan dalam persaingan yang sangat luas dalam
perdagangan yang semakin berkembang. Menjelang masa Muhammad, terlihat ada
kecenderungan di Mekah bahwa kekayaan akan disentralisasikan kepada sebagian
rakyat kecil. Dikemukakan bahwa pembentukan beberapa persekutuan terbatas pada
kelompok suku Quraisy yang sebenarnya
suatu usaha untuk memonopoli perdagangan kesuatu arah tertentu.
Diluar Mekah,
beberapa organisasi persemakmuran itu juga berjuang untuk menuntut kanaikan
atau bahkan penurunan bayaran pajak mereka kepada Quraisy. Sebab-sebab beberapa
peperangan seperti perang fijar dapat ditelusuri dari sejumlah
percobaan-percobaaan dari sejumlah suku-suku disepanjang jalur-jalur
perdagangan untuk menguasai wilayah suku-suku lain. Disamping itu perluasan
daerah perdagangan mendorong tumbuhnya
beberapa buah kota pasar yang mengembangkan kekuatan dan kekayaan
kelompok-kelompok masyarakat yang menetap di kota tersebut. Tetapi tidak
menguntungkan suku-suku nomad disekitarnya. Sebagai konsekuensinya, timbullah
ketegangan antar suku-suku yang menetap dan yang berpindah-pindah. Namun
demikian tidak ada satupun yang tampil untuk memberikan saran tentang bagaimana
menciptakan suatu keseimbangan antar persekutuan tersebut kecuali Muhammad.
Dia adalah salah
seorang yang turut ikut ambil bagian dalam perdagangan ini dan dia tidak dapat
menutup mata bahwa tidak hanya kehidupan suku Quraisy tetapi banyak kehidupan
suku lainya dan karenanya dia menyarankan untuk meletakkan dasar yang adil
untuk mempertahankanya. Mekkah memiliki tempat-tempat peribadahan yang erat
kaitanya dengan kegiatan perdagangan. Keyakinan-keyakinan agama Muhammad dan
kepecayaan yang murni terhadap wahyu kerasulanya yang berasal dari Allah tidak
perlu dibuktikan kebenaranya lagi. Upaya untuk mengkaji tentang upaya-upaya
Muhammad di Mekah dan Negara-negara Arab tanpa memperhatikan perdagangan sama halnya
mengkaji kawait atau arab tanpa memperhatikan minyak.
Pada mulanya
Muhammad menetapkan untuk memimpin perombakan dari dalam system itu sendiri,
secara konsisten dia mengajarkan kepada para suku Quraisy harus menata rumahnya
sendiri. Kerjasama antar yang kaya dan yang miskin adalah ajaran pokok
Muhammad. Apabila ajaran ini telah dapat ditegakkan di Mekah sendiri, maka ia
akan mudah diterapkan dalam persemakmuran itu. Walaupu para pengiutnya yang
pertama adalah golomgan kaya seperti utsman bin affan, hanya sedikit
orang-orang yang memperhatikan peringatan-peringatanya. Perang ekonomik
menyusul terjadi antara para pengikutnya dan orang-orang Quraisy. Pengikutnya
yang kaya melakukan pemboikotan kepada sukunya. Dia berusaha mengirimkan
beberapa para pengikutnya ke Abissinia, untuk melakukan hubungan-hubungan
perdagangan yang bebas tetapi usaha itu segera digagalkan oleh bangsa Quraisy.
Akhirnya Muhammad
mulai berusaha mendapat bantuan diluar untuk menghadapi Mekkah. Dia berfikir
bahwa ajaran-ajaranya akan lebih mudah diterima oleh masyarakat yang menetap.
Namun, pilihanya ke Ta’if sangat mengejutkan karena dia tidak dapat mengharakan
orang-orang saqif untuk menghadapi quraisy. Kemudian dalam keadaan kecewa ia
mengharapkan bantuan dari para suku-suku yang dating kemekkah untuk berdagang
pada musim haji, tetapi inipun juga tidak berhasil.
Sementaa situasi
Muhammad di mekah dengan sangat cepat semakin memburuk dan bahkan keselamatan
jiwanya juga tidak terjamin. Tetapi jaminan keamanan justru berasal dari arah
yang sama sekali tidak diharapkan, yaitu madinah. Penduduk madinah bukanlah
penduduk yang aktif dan mengambil bagian dalam perdagangan mekah dan para
sekutunya-sekutunya. Penduduknya tidak homogeny dan ketegangan antara
masyarakat yahudi dan bukan yahudi. Dimana masyarakat dari suku aus dan kharaj
yang saling berebut daerah kota dan segala sumberdayanya yang kebanyakan berada
ditangan yahudi. Hal ibni menjadi penjelasan tentang tidak adanya
kegiatan-kegiatan perdagangan berskala besar antara mekah dan madinah.
Orang-oang madinah tentu menyadari keadaan-keadaan yang ada di mekah dan
perlawanan terhadap Muhammad dan mereka juga mengambil sikap permusuhan
terhadap mekah. Disamping itu sikap itu diambil sebagai suatu perlindungan
kepada orang-orang quraisy dan mengundang muhammmad untuk hijrah ke madinah.
Dengan semakin ruwetnya keadaan mekah justru memberikan kedudukan kepadanya
sebagai penengah diantara mereka sendiri.
Sebenarnya hanya
sedikit penduduk madinah yang menganut agama baruersebut saaat ini. Karena itu
kita terdorong untuk mencari lebih jauh tentang dibalik alasan yang tidak
terduga dari warga madnah itu. Factor yan berperan dalam politik varab pada
waktu itu adalah perdagangan mekah dan tiak ada alasan untuk menganggap warga
madinah tidak memperhitungkan hal tersebut, tetapi yang penting disini adalah
nbahwa warga madinah tidak hanya menerima Muhammad tetapi juga ke70 pengikutnya
dari mekah dan menyediakan segala sesuatu ntuk menyambut mereka. Sebagai oran
yang ikut ambil bagian dalam perdagangan di mekah hamper selama hidupnya.
Muhammad telah menunjukkan reputasinya sebagai ,oran nyang dapat di percaya.
Selain keahlianya dalam perdagangan kemampuan dalam organisasi merupakan
eahlian dan kelebihan-kelebihanya yang tidak ternilai bahkan dimekah sendiri
diakui. Tawar menawar yang a lot sebelum hujrahnya ke madinah dan berujung pada
suatu akhir yang disebu sebagai ‘konstitusi madinah” yang aling penting adalah
yang ikut dalam persemakmuran ini adalah tidak harus memeluk agama islam.
Tetapi Muhammad mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap orang-orang
madinah tidak hanya menyelesaikan persoalan-persoalan kecil dank arena itu
menutut wewenang yang jauh lebuh besar. Walaupun kontitusi itu tidak
menyebutkan persetujuan dagang sama sekali, tetapi a menjadi syarat bagi
perjanjian-perjanjian kelompok lain di luar ummah itu.
Tentu saja
kegiatan-kegiaan di sekitar mekah ini diawasi oleh pihak quraisy dan boleh jadi
mereka diterima dengan aik jika melakukan praktek-praktek dagang yang baik dan
wajar. Orang-orang mekah menyadari bahwa syarat-syarat yang diajukan Muhammad
alam persetujuan itu tidak akan dapat diterima dan konflik ekonomi yang
terbatas itupun akan semakin berkembang. Kelompok mekah bertekad untuk
melenyapkan setiap ancaman terhadap kekuatan mereka, yang ternyata mengalami
kemunduran setelah madinah menyerbu jalur dagang menuju pasar mereka diwilaah
utara.
Stuai ini
menimbulkan ketegangan baik didalam maupun diluar madinah. Dalam ummah yang
baru saja terbentuk itu ketegangan-ketegangan ini sangat bergejolak. Kegagalan
mereka terhadap perang(parit) merupakan kemenangan nyata dari pihak Muhammad.
Dalam rangka memanfaatkan kemampan mereka untuk memulihkan kembali pandangan
mereka yang telah berantakan, usaha-usaha yang dilakukan untuk menguasai lawan
yang lemah itu berhasil dan dengan sikap yang tulus penuh maaf mereka diterima
sebagai anggota terhoramat dalam ummahnya.
Takluknya mekah
sudah barang tentu sebuah kemenangan besar bagi kaum muslim dan para pengikut
Muhammad alaupin ini bukan akhir dari persalan-persoalan yang dihadapinya. Pada
mulanya memeluk agama islam bukan menjadi syarat dalam konstitusi madinah
tetapi kini menjadi syarat yang harus diwajikan untuk mengikuti perjanjian
tersebut.dan juga para pemeluk perjanjian itu harus membayar pajak, zakat,
infak. Hanifah adalah satu-satunya suku
besar yang menolak pada kedua syarat tersebut,
namun tidak ada satupun tindakan yang diambil walaupun suku itu mempunyai
nabi palsu.
Permusuhan-permusuhan
diarab itu telah menghadapkan Muhammad kepada suatu persoalan. Sebagai seorang
yang bertanggung jawab untuk menghidupkan kembali perdagangan pada saat itu,
dia mengirimkan ekspedisi sepanjang jalur utara untuk menunjukkan kekuatanya
kepada para penguasa Byzantium dan suku
arab diperbatasan Syria. Walaupun Muhammad dalam jangka waktu kurang dari
10tahun telah berhasil menegakkan mekanisme yang d,iperlukan bagi sebuah pusat
perdagangan besar namun dia tidak mempunyai cukup waktu untuk mengeksploitasi
keberhasilanya itu. Resesi yang nyata yag timbul akibat kegiatan-kegiatanya ini
mendorong orang-orang arab untuk menyerang wilayah-wilayah di sekitarnya. Dan
tidak lama setelah wafatnya Muhammad mereka berhasil menegakkan/mendirikan
sebuah kerajaan besar.
Dalam semua
kegiatan Muhammad dia bukanlah orang suka mengada-ada dan secara berulang-ulang
ia meneknkan hal ini. Dia menekankan bahwa agamanya bukanlah agama yang baru
dan uga agama yang di baanya adalah agama yang sama yang dibawa oleh nabi-nabi
terdahuku sejak masa anabi irahim. Dalam pengertian nilai-nialai manusiawi,
inovasii nyata yang dilakukan Muhammad adalah pengamalan-pengamalan prinsip
kerjasama dalam semua ajaranya. Prinsip-prinsip kerjasama itu secara ketat di
antar para pengikut pesemakmuran itu. Muhammad
sebagi nabi mengajarkan agama menjelmakan kerjasama dalam sema ajaranya.
Muhammad sebagai pemimpin menegakkan masyarakat atas dasar kerjasama adalam
semua hubungan kemanusiaan. Perjanjian-perjanjian ilaf atau
persekutuan-persekutuan hums dengan semua implikasi keagamaan dan perdagangan di
kesampingkan dalam rangka mendorong islam “pax islamis” dimana para pengiutnya
didasarkan pada asas-asas kesamaan kedudukan. Muhammad tidak mendirikan sebuah
Negara melainkan mengambil alih system dan memodifikasinya tetapi dengan
kesadaran ia memberikan pengarahan dan tidak lupa pada tujuan akhirnya.
BAB II
MUNCULNYA
TOKOH ABU BAKAR
Walaupun Muhammad meninggal afgak
mendadak setelah mengalami sakit. Beliau jelas mengalami ganguan kesehatan
kurang lebih tiga bulan dan dalam usia 63 tahun. Setelah sakit dalam beberapa
minggu, Nabi Muhammad Saw wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul
Awal, 10 Hijriah), di Madinah. Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang
melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia
berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh
kasarnya, dan akan kembali sewaktu- waktu. Abu Bakar yang kebetulan sedang
berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia
menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas mengatakan: “Saudara-saudara!
Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi
barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati.”
Abu Bakar adalah gelar yang diberikan setelah masuk Islam. Nama seblum Islam
adalah Abdul Ka’bah. Nama aslinya Abdullah bin Abu Quhafah keturunan bani Taim
bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Kal Al-Quraisy. Beliau lahir pada tahun ke-2
dari tahun gajah atau dua tahun lebih muda dari Nabi Muhammad Saw. Abu Bakar memiliki budi pekerti yang baik dan
terpuji. Di kalangan bangsawan Qurasy, beliau dikenal dengan sosok yang ulet
dan jujur. Beliau merupakan pedagang yang kaya raya. Beliau berdagang dengan
jujur sehingga orangorang tertarik untuk membeli barangnya. Sikap jujurnya
hingga beliau mesuk terbawa Islam. Sejak Usia muda, Abu Bakar memiliki ikatan
persahabatan yang kuat dengan Nabi Muhammad Saw. Ketika Nabi Muhammad diangkat
menjadi Nabi dan Rasul dengan menerima wahyu pertama, Abu Bakar merupakan orang
dewasa pertama masuk Islam. Beliau mendapat gelar ash-shidiq atau orang jujur
terpercaya karena beliau orang pertama mempercayai peristiwa perjalanan Nabi
Muhammad dari Mekkah ke Baitul Maqdis di Yerusalem, dilanjutkan dengan
perjalann dari Baitul Maqdis ke sidrotulmuntaha dalam waktu semalam.
Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Meskipun ia telah
diangkat sebagi khalifah ahkan ia masih harus memerah susu biri-biri tetangganya untuk menambah penghasilanya.
Sebelum para masyarakat menyadari akan kebutuhanya akan seorang pemimpin ummah
yang purna-saat(full time). Maka baru pada saat itu ia mendapat imbalan dari
kantong masyarakat meskipun itu hanya cukup untuk menutupi kebutuhanya pribadi
dan juga keluarganya.
Sesungguuhnya
ummah itu memerlukan semua kekuatan yanag mungkin dikerahkan, tanpa terkecuali
kekuatan dari pemimpinya. Pada saat nabi wafat seluruh wilayah arab belum
tergabung dalam ummah tersebut. Bukan rahasia lagi selama tahun-tahun terakhir
masa hayat nabi Muhammad nabi-nab palsu
telah lahir diwilayah Arab selatan dan tengah. Mereka menganggap bahwa kematian
Muhammad adalah tanda-tanda berakhirnya masa kekuasaan nabi Muhammad.
Keberhasilan nabi Muhammad dalam memberantas nabi-nabi palsu membawa beberapa
dampak negative kepada masyarakat yaitu terhentinya proses perdagangan yang
menyebabkan bertambahnya beban yang diakibatkan kemacetan perdagangan dan
menyebabkan hilangnya sumber penghasilan. Bagi suku-suku yang memihak madinah
situasi ini menyebabkan beban tambahan yaitu mereka harus membayar pajak,
zakat, dan sadaqah.
Oleh sebab itu
beberapa orang suku arab bergabung dengan para nabi palsu itu untuk melawan
islam dan melepaskan diri dari ikatanya dengan Madinah. Hanifah, sebuah suku
besar diwilayah arab tengah, yang tidak bergabung dengan sekutu-sekutu Madinah
bergabung memimpin kelompok-kelompok lain yang ada di sekitarnya. Ia memiliki
apa yang dikenal sebagai nabi palsu, Musailamah yang tujuanya jelas ingin
menegakkan pesemakmuran di Yamamah. Wilayah ini memiliki produksi pertanian
yang tinggi dankomoditi pasarnya sejak dulu. Selain itu letaknya yang berada ditegah-tengah wilayah
timur dan barat dihancurkan untuk melemahkan Negara Muhammad. Di Yaman dan Arab
selatan situasinya sangat rawan tetapi sepenuhnya memberikan harapan bagi
madinah. Di situ terdapat apa yang memuncak hamper seperti kabangkitan nasional
di Yaman yang beradab seperti dimasa lalu. Ia dipimpin oleh nabi palsu lainya
yaitu Al-Aswad Al- Ansi. Para pendukungnya tentu diharapkan dari masyarakat
petani di Yaman, akan tetapi pada saat itu terjadi perpecahan didalam negeri.
Sejumlah besar kelompok suku secara terbuka menentang gerakanya dan memihak
kepada Madinah. Mereka menyadari bahwa tanpa bantuan Madinah mereka kehidupan
mereka tidak dapat diperbaiki lagi dan resikonya cukup jelas. Al-Asy’As Bin
qais al-kindi, salah seorang pemimpin pemberontakan itu, memiliki tanah
pertanian yang luas di Hadramaut, sementara Abu musa al-asy’ari, muslim pertama
yang tetap setia dalam Islam, hamper dapat dikatakan sebagai wakil rakyat Yaman
dan Mekah sebelum Islam.
Di Madinah sendiri
abu bakar bertekad untuk meraih rencana Muhammad untuk mencapai keberhasilan
tinggi dalam pesemakmuran itu. Dibelakangnya berdiri tegak warga Madinah yang
teguh bersatu tetapi cukup mengherankan ia mendapatkan bantuan dari warga Mekah
dan Ta’if. Mantan-mantan musuh Muhammad yang paling bengis tidak mengambil
keuntungan dari peristiwa tersebuttetapi malah menjadi pendukung masyarakat
Madinah. Pada fase abu bakar dapat memanfaatkan masyarakat Madinah , Mekah, dan
Ta’if serta beberapa suku setengah nomad yang bertetangga denganya. Tetapi
sebenarnya ini adalah awal terpecahnya sebuah siituasi ketegangan antara kaum
nomad dan kaum penetap di Arab. Kelompok-kelompok nomad di sekitar Madinah
berusaha menyerang kaum Madinah yang jelas dapat dengan mudah memukul mudur
mereka. Orang-orang madinah sebenarnya dalam keadaan yang cukup mengkhawatirkan
karena sebagin besar kekuatanya telah dikerahkan dalam ekspedisi kewilayah
utara. Demi melaksanakan rencana Muhammad ia bertekad dan melaksanakan
ekspedisi untuk menekan penduduk Arab di wilayah perbatasan Byzantium dan
pemipin-pemimpin mereka. Abu bakar berani mengabaikan semua tantangan dan
ekspedisi ini dilakukan pada tahun 633 M/11 H. tindakan itu merupakan resiko
yang cukup besar tetapi juga gerakan yang memiliki nilai nilai politik yang
cuku tinggi.
Situasi yang tidak
sejalan dengan abu bakar inilah yang antara lain mengubah situasi yang mencekam
menjadi sebuah kemenangan ang diperoleh dalam kurun waktu yang amat cepat.
Bukan secara kebetulan bahwa kami mendapat berbagai acuan, dalam sumber-sumber
kami yang tertua mengenai kekuatan-kekuatan ini sebagi ahlul qura atau
orang-orang kampong. Tradisi-tradisi berikutnya menyebut ahlul qura ini
sebagai qurra. Dalam sumber-sumber kami penekanan ahlul qura dimaksudkan
untuk menarik perhatian kita bahwa penyerangan madinah terhadap hanifah adalah
berbeda dalam artian ini sama dengan perang antara dua kelompok penetap.
Gerakan riddah
yang terkenal ini , yakni peperangan yang melawan orang-orang yang beralih dari
agama Islamke agama mereka semula. Dipihak lain orang-orang yang telah
ditaklukkan tidak cukup terpercaya untuk ditugaskan memerangi para pemberontak.
Suku-suku sebelumnya tidak memeluk islam jugaa dalam waktu cepat digabungkan
dalam kekuasaan Madinah, diantara mereka adalah suku Hanifah di arab tengah
yang dikalahkan dalam perang aqraba pada tahun 633M/11H. hal ini membawa status
quo walaupun abu bakar tidak dapat meremehkan ancaman hanifah terhadap
rencana-rencana perdagangan persemakmuran madinah.
Khalid pahlawa
dalam perang aqraba adalah komandan perang dalam perang riddah di arab tengah
itu. Kemhiranya dalam bidang kemiliteran merupakan satu-satunya penyebab
kemenangan kaum quraisy ketika melawa pasuka Muhammad pada perang uhud pada
tahun 625M/3H. dia adalah orang yang memiliki kedudukan kuat di mekah dan
anggota ternama dari kelompok bani makhzum. Dalam pertempurnya melawan
orang-orang murtad dia tidak mendengarkan perintah abu bakar malah dengan
seenaknya dia menyerang siapa saja yang harus diserang. Dalam sumber-sumber
kami disebutkan banyak kelompok suku asad, gatafan, fazarah, tayy, dan tamim.
Dalam perang aqraba ia membuktikan diri bahwa ia adalah seorang panglima besar.
Dia mengetahui bahwa sebagian masyarakat syaiban adalah muslim tetapi ia tidak
ikut dalam peperangan riddah karena sibuk melakukkan peperangan dengan
wilayah-wilayah di perbatasan sasaniyah. Sebagai pemimpin jelas abu bakar
menyadari kenyataan bahwa dia harus menyetujui perpecahan yang dilakukan
Khalid. Segera abu bakar menyadari bahwa perpecahan ini merupakan perpecahan
ideal. Setelah berlsngsung perang selama satu dasawarsa , perdagangan di arab
masih tetap mati dan tidak ada tanda tanda samasekali bahwa ia akan hidup
kembali. Hampir seperti hadiah saja bahwa suatu ekspedisi di siapkan pada tahun
634 M/13H. dari orang orang yang teguh mendukung pemerintah selama masa
pahitnya yaitu orang mekah, madinah, dan taif. Di antara mereka termasuk juga
termasuk orang-orang dulu ikut dalam perang riddah, terutama dalam kelompok
suku-suku di yaman. Musuh musuh madinah dalam peperangan ini sama sekali diusir
dan dilarang dalam mengambil bagian dari perolehan-perolehanya. Ekspedisi ini
di pimpin oleh tokoh quraisy seperti amr ibnu as danyazis bin abu sufyan yang
karena sebelumnya pernah aktif dalam dalam kegiatan perdagangan.
Orang-orang arab
rupanya keliru dalam menilai kekaisaran Byzantium atau malah menganggap
keadaanya sama dengan kerajaan sasaniyah. Serangan-serangan islam yang berkali
kewilayah perbatasan Byzantium tidak membawa pengaruh yang dan ancaman yang
jelas. Walaupun mereka sedikit mendapat keuntungan dari kemangan yang berasla
dari kontingen kecil pasukan Byzantium tetapi pasukan abu bakar harus berjuang
melawan pasukan regular yang lebih terorganisasi. Satu-satunya alternative
adalah dengan mengirim pasukan Khalid yag sedang melakukan serangan mendadak di
Irak. Tetapi keadaan darurat di palestina memaksa abu bakar untuk memerintahkan
Khalid agar bergabung dengan pasukan muslim yang ada di palestina di mana
keadaanya sangat tekepung. Cukup menarik memang bahwa pengangkatannya ini tidak
berdasarkan keputusan abu bakar tetapi melalui pertimbangan kemampuan militer
Khalid sendiri sekitar 24.000 orang yang merupakan seluruh kekuatan madinah.
Kekuatan Byzantium dipalestina merupakan seluruh kekuatan militer dari tentara-tentara
sewaan dari arab dan amenia. Dan tidak menghernkan bahwa ketika pertempuran
mulai berkecamuk pasukan gabungan itu memperoleh kemenangan menentukan ajnadain
(634M/13H).
Abu bakar
meninggal dunia sebelum mendengar berita besar ini. Kami ia meninggal dunia
sebagai orang yang mendapat kepuasan karena dalam masa pemerintahanya yang
pendek ia dapat melaksanakan tugas utama yang di hadapinya: dia tidak hanya
berhasil mempersatukan suku-suku yang terpecah belah tetapi juga mengislamkan
suku-suku yang sebelumnya memusuhi islam. Melalui perang riddah hasrat untuk
menyatu tertanam dalam diri masyarakat arab. Kepemimpinan keempat
khulafaurasidin berbeda-beda sesuai dengan karakter pribadinya dan situasi
masyarakatnya. Pada masa Abu Bakar, Beliau dikenal dengan Khalifaturrasul yaitu
pengganti Rasul sebagai pemimpin agama dan pemerintahan. Semasa kepemimpinanya
yang singkat, beliau memprioritaskan penyelesaian problem dalam negeri.
Beberapa kelompok berusaha melepaskan diri dari jamaah Islam. mereka
menggangkap setelah Nabi Muhammad Saw. meninggal maka berakhir pula kekuasaan
Islam terhadap mereka. Selain itu beberapa orang mengaku sbagai nabi pengganti
rasul. Juga ada yang menolak membayar zakat. ketiga pembelot tersebut, Abu
Bakar memutuskan untuk memerangi mereka. Pusat kekuasaan bersifata sentral.
Segala kekuputusan ada di tangan Khalifah Abu Bakar. Walaupun begitu, Beliau
selalu mengadakan musyawarah dengan para Sahabatnya sebelum memutuskan sesuatu.
Seperti keputusan untuk memerangi orang yang tidak membayar zakat. Terjadi
musyawarah antara umar bin Khattab. Dan alasan Abu Bakar bahwa tidak ada yang
memisahkan antara shalat dan zakat. Dissi lain
beliau meneriam saran sahabat dalam hal penulisan al-Qur’an. Beliau
beralasan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak pernah mencontohkannya. Tapi setelah
mendengar pendapat para Sahabat bahwa penulisan itu untuk kemaslahatan umat,
beliau menerimnya.
Abu Bakar menunjuk
langsung Umar bin Khattab sebagai penggantinya dengan mempertimbangkan situasi
politik yang ada. Beliau khawatir kalau pengangkatan melalui proses pemilihan
seperti pada masanya akan memperkeruh situasi politik. Selain itu agar
pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat. Khalifah Abu
Bakar ash Shidiq memimpin umat Islam selama 2 tahun. Walaupun waktu yang
singkat sebagai pengganti Nabi dalam kepemimpinan Agama dan pemerintahan.,
Khalifah Abu Bakar melakukan beberapa kebijakan dalam
rangka mengembangkan Islam. Beberapa tindakan Khalifah Abu Bakar
yang memberikan kontribusi terhadap umat Islam, antara lain: Abu Bakar terpilih
menjadi Khalifah secara demokratis, hal ini tidak menjamin situasi umat Islam
akan stabil. Setelah Nabi wafat, krisis kepemimpinan menimbulkan gejolak
perpecahan umat. Sebagian umat Islam mulai menentang kebijakan Nabi Muhammad Saw.
Mereka menciptakan ketidakstabilan umat Islam. Khalifah Abu Bakar menetapkan
kebijakan yang tegas terhadap para pembangkan. Ada sekelompok orang di Madinah
menyatakan keluar dari Islam. Ketika umat Islam kehilangan lebih dari 70 orang
yang gugur di perang melawan para pembangkang. Umar bin Khattab merasa khawatis
kehilangan al- Qur’an. Beliau mengusulkan kepada Abu Bakar untuk membukukan
al-Qur’an. Pada awalnya Khalifah Abu Bakar menolaknya karena Nabi Muhammad
tidak pernah menyuruhnya. Tapi setelah mendapat penjelasan dari Umar. Abu Bakar
menerimnya. Abu Bakar as Siddiq dengan menunjuk Zaid bin Tsabit
sebagai pemimpin pengumpulan. Setelah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an selesai,
mushaf disimpan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Setelah Abu Bakar ash-Shiddiq
meninggal dunia, mushaf tersebut disimpan oleh Hafsah binti Umar, putri Umar
bin Khattab dan salah seorang istri Rasulullah. Khalifah Abu Bakar melanjutkan
penyebaran Islam ke Syiria yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid bin Haritsah.
Panglima ini telah dipersiapkan sebelumnya pada masa Nabi Muhammad Saw. sempat
tertunda karena Nabi wafat. Pada masa Abu Bakar, pasukan ini bergerak dari
negeri Qudha’ah, lalu memasuki kota Abil. Khalifah Abu Bakar merencanakan
penyebarannya ke wilayah yang dikuasai kekaisaran Persia dan Byzantium. khalid
bin Walid dan Musanna bin Harits. mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa
kota lainya yaitu Anbar,Daumatul Jandal dan Fars. Peperangan dihentikan setelah
Abu Bakar ash-Shiddiq memeerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Suriah.
Ia diperintahkan untuk membantu pasukan muslim yang kesulitan dalam melawan
aukan Byzantium. Komando pasukan dikemudian dipegang oleh Musanna bin Haritsah.
intahan di wilayah Arab dan sekitarnya. untuk menghadapi mereka.
Ketika itu pasukan
Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi berjumlah 240.000 orang. Pasukan Islam
mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid
berangkat menuju Syam. Perjalanan mereka selama 18 hari melewati 2 lembah
padang pasir yang belum pernah dilewatinya. Pertempuran akhirnya pecah di
pingggir sungai Yarmuk, sehingga dinamakan perang Yarmuk. Ketika perang sedang
terjadi ada kabar bahwa Abu Bakar meninggal. Beliau digantikan Umar bin
Khattab. Khalid bin Walid kemudian digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah.
Peperangan ini dimenangkan oleh Pasukan islam dan ini menjadi kunci utama
kemenagan islam atas Byzantium.
BAB III
UMAR DAN
PENAKLUK-PENAKLUKANYA
Pada musim panas
tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari senin 21
Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat
telah menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya sebagai
khalifah. Penunjukan ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang
pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir kalau
tidak segera menunjuk pengganti dan ajar segera datang, akan timbul
pertentangan dikalangan umat islam yang mungkin dapat lebih parah dari pada
ketika Nabi wafat dahulu. Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur
pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu
Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui
pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau
watsiat oleh pendahulunya
(Abu Bakar). Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin,
dan secara langsung beliau diterima sebagai khalifah yang resmi yang akan
menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan dan akan siap membuka
cakrawala di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai khlifah pada tahun 13H/634M.
Umar Bin Khattab
memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Naufal bin Ayahnya bernama Khattab
bin Nufail Al-Shimh Al-Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Beliau lahir
pada tahun 581 M di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku
Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Umar lahir dari keluarga
bangsawan, ia bisa membaca dan menulis, yang pada merupakan sesuatu yang
langka. Beliau memiliki karakter keras dan tegas. sehingga disegani dan dihormati
oleh penduduk Makkah. Umar ibn Al-khaththab dilahirkan di mekah dari
keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat . Ia lahir empat tahun
sebelum terjadinya perang fijar atau sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad
Al-khudari bek , tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW . Sebelum masuk islam , umar termasuk di antara
kaum kafir Quraisyyang paling di takuti oleh orang orang yang sudah masuk islam.
dia adalah musuh dan penentang Nabi Muhammad SAW . yang paling ganas dan kejam,
bahkan sangat besar keinginanya untuk membunuh Nabi Muhammad dan
pengikut-pengikutnya . dia sering menyebar fitnah dan menuduh Nabi Muhammad
sebagai penyair tukang tenung. Beliau seorang
pemberani dan sering menyelesaikan peperangan yang terjadi dizaman jahiliyah Sebelum
masuk Islam, Umar melakukan adat istiadat Jahiliyah, antara lain perrnah
mengubur putrinya hidup-hidup dan seorang peminum berat .
Beliau sangat memusuhi
dan membeci Islam. Peristiwa Islamnya Umar bin Khattab sangat istimewa. Suatu
hari Umar mencari Nabi Muhammad Saw untuk membunuhnya. Tengah perjalanan beliau
mendapat berita bahwa adiknya yang bernama Fatimah telah masuk Islam. Umar marah
dan pergi ke rumah adiknya untuk membuktikan kabar tersebut. Ketika dia tiba di
rumah adiknya, ia mendengar adiknya sedang melantunkan beberapa ayat suci
al-Qur`an. Mendengar bacaan tersebut, Umar minta adiknya untuk memberikan
lembaran tersebut; namun adiknya tidak memberikan bacaan tersebut sebelum Umar
mandi. Selesai mandi Umar menerima lembaran yang dibaca oleh adiknya, maka
bergetarlah hatinya ketika membaca ayat-ayat awal pada surat Thaha. Kemudian
Umar bin Khattab pergi ke rumah Nabi Muhammad Saw dan menyatakan keIslamnnya.
maka bergemalah takbir keluar dari mulut para sahabat yang hadir pada saat itu.
Menurut riwayat Umar masuk Islam setelah masuk Islamnya 40 laki-laki dan 11
perempuan atau orang ke-52 yang masuk Islam. Namun ada juga yang berpendapat
Umar adalah orang yang ke-40 masuk Islam. Setelah masuk Islam, Sikap keras dan
kebencian terhadap Nabi Muhammad Saw dan umat Islam mulai berubah menjadi lemah
lembut dan tumbuh kecintaan kepada Nabi Saw. Sebaliknya, Sikap tegas dan keras
tetap ditunjukan jika berhadapan dengan kafir qraisy. Dengan watak yang keras
dan tegas ummar bin khattab menjadi pembela utama Nabi Muhammad Saw dan umat
Islam dari gangguan kafir quraisy. Hal ini menjadikan islam lebih disegani. Umar
bin Khattab memiliki pemikiran kritis. Dia sering memprotes kebijakan Nabi
Muhammad Saw. yang dianggap tidak rasional. Misalnya tentang perjanjian
Hudaibiyah yang menurut dia merugikan umat Islam. Juga ketika Abdullah bin ubay
tikoh munafik madinah untuk tidak dishalatkan. Sebelum meninggal, Khalifah Abu
bakar bertanya kepada para Sahabatnya tentang penunjukan Umar bin Khattab
sebagai penggantinya. Beliau menanyakan hal itu kepada Abdurrahman bin Auf,
Usman bin Affan, Asid bin Hudhair Al-Anshary, Said bin Zaid serta
sahabat-sahabatnya dari kaum Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya mereka setuju
dengan Abu Bakar dan kemudian disetujui oleh kaum muslim dengan serempak. Ketika
Abu Bakar sakit, beliau memanggil Usman bin Affah untuk menulis wasiat yang
berisi tentang penunjukan Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Tujuanya agar
ketika sepeninggal beliau tidak ada kemungkinan perselisihan di kalangan umat
Islam untuk masalah Khalifah. Keputusan Abu Bakar tersebut diterima oleh Umat
Islam. sehingga mereka secara beramai-rama membaiat Umar sebagai Khalifah.
Dengan demikian keputusan bukan keputusan Abu Bakar sendiri namun persetujuan
umat Muslim semua. Umar mengumumkan dirinya buka sebagai KHULAFAURRASYIDIN atau
pengganti Rasul tapi sebagai amirulmukminin atau pengurus urusan
orang-orang mukmin. Umar menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. Abu bakar
sebelum meninggal pada tahun 634 M./ 13 H. menunjukUmar ibn Al-khaththab
sebagai penggantinya . kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang belum pernah
terjadi sebelumnya , tampaknya menujnukan ini bagi abu bakar merupakan hal yang
wajar untuk di lakukan . ada beberapa factor yang mendorong AbuBakar untuk menunjuk
Umar menjadi khalifah . pertama, kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan
di tsaqifah bani sa’idah yang nyaris menyeret umat islam kejurang perpecahan
akan terulang kembali , bila ia tidak menunjuka seorang yang akan menggantinya
. kedua, kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklami sebagai golongan yang
berhak menjadi khalifah . ketiga, umat islam pada saat itu baru saja selesai
menumpas kaum murtad dan pembangkang . sementara sebagian pasukan mujahidin
sedang bertempur di luar kota Madinahmelawan tentara Persia di satu pihak dan
tentara Romawi di pihak lain .
Selama
pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil
alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid
dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta
mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari
kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia
dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman Umar. Sejarah
mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada
pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam
mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Umar melakukan banyak reformasi secara
administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun
sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan
diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia
memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan
Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar
dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada
sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan
keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa
hijrah. Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin
Khtthab, yang meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial,
seni, dan agama.
Pada masa khalifah
Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan
wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi
dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan
penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa
Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu
tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan.
Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid
dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih
Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi
(Byzantium). Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi:
Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa
Umar bin khatab mulai dirintis tata cara menata struktur pemerintahan yang
bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa Umar pemerintahan dikelola oleh
pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi. Karena telah banyak daerah yang
dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan administrasi pemerintahan, maka
khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan seorang hakim
(yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif). Adapun hakim
yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik dan
mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan
sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn
Shamit sebagai Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi kufah. Pada
masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang disebut
lembaga penerangan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya
sistem atau badan kemiliteran. Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi
Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam
bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan
peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Karena perluasan
daerah terjadi dengan cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur administrasi
negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Pada masa ini juga mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak
tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian
dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Pada masa khalifah Umar bin
Khatab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk
keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas.
Jadi kalau ada diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke
Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan
tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam
sampai keluar jazirah Arab, nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam
didaerah-daerah yang baru ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab
memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu
kota, hendaknya mereka mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah dan
pendidikan.Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab
merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota
Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar
serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan
itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran Islam lainnya seperti
fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam. Meluasnya kekuasaan Islam,
mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru
menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang
menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut
ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam.
Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah
pembidangan disiplinn keagamaan. Dengan demikian pelaksanaan pendidikan dimasa
khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada
dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping telah ditetapkannya
mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan
Islam diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu
bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pada masa Khalifah Umar ibn
Khatthab ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan
berdiam diwilayah kekuasaan Islam. Aldzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi,
Nasrani dan Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan
pada masa Umar. Dengan membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi
bagi para
tentara Muslim yang memasuki kota mereka, selama tiga hari
berturut-turut.
Pada masa umar sangat memerhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum
fakir, miskin dan anak yatim piatu, juga mendapat perhatian yang besar dari
Umar ibn Khathab.
Di zaman Umar
Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama
terjadi ; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian,
setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria
jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi
diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke
Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu.
Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641M. Dengan
demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Selama sepuluh tahun pemerintah umar
(13 H, /634 M. -23 h. / 644 M.),
sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melembarkan pengaruh
islam keluar arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan
negri-negri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang di mulai dari awal
pemerintahanya , bahkan sejak pemerintahan sebelumnya .
Faktor-faktor
yang melatar belakangi timbulnya konflik antara umat islam dengan bangsa Romawi
da Persia yang pada akhirnya mendorong umat islam mengadakan penaklukan negri
Romawi dan Persia , serta negri-negri jajahanya karena: pertama, bangsa Romawi
dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik islam ; kedua , semanjak
islam masih lemah , Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan islam ;
ketiga , bangsa Romawi dan Persia sebagai Negara yang subur dan terkenal dengan
kemakmuranya , tidak berkenan menjalani hubungan perdagangan dengan
Negara-negara arab ; keempat, bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh
menghasut suku-suku badui untuk menentang pemerintah islam dan mendukung musuh
–musuh islam ; dan kelima , letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat
strategis untuk kepentingan keamanan dan pertahanan islam .
Pada tahun 637 M./ 16H. , Persia bermaksud membalas kekalahannya ,
sehingga terjadi peperangan di jakilah . Namun, maksud tersebut tidak dapat
terwujud , bahkan pasukan Persia terdesak dan kota Hulwan dikuasai juga oleh
pasuk islam-arab pertempuran terjadi di Nahawanpada tahun 642 m./21 H. dalam ,pertempuran ini , pasuka Persia dapat
di tundukan secara mutlak . dengan demikian , seluruh Wilayah kekuasaan menjadi
wilayah kekuasaan pemerintah islam .
Kota damaskus, salah satu pusat siria yang paling jatuh di tangan pasukan
islam-arab pada tahun 635 M./ 14 H. dibawah komando abu ubaidah . ketika Romawi
(bizantium) memutuskan untuk melakukan
serangan balasan secara besar besaran terhadap para penyerang , pasukan abu
ubaidah mampu menghadapinya dengan kekuatan penuh pada pertempuran yarmuk pada
tahun 16 H./ 631 M. Mesir secara keseluruhan berada di bawah kekuasaan
islam-arab setelah penyerahan Iskandariyah (Alexsandaria), ibu kota mesir dan
ibukota kedua bagi kekaisaran Romawi timur pada tahun 642 M./21 H. Usaha
perluasan daerah dan pengembangan Islam di Persia dan Syiria yang oleh Khalifah
Umar bin Khattab hingga selesai dan juga perluasan daerah dan pengembangan
islam di mesir. Pada zaman umar bin
khatab ombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi di ibu kota
Syiria, Damaskus. Kota ini jatuh pada pada tahun 635 M. dan setahun kemudian,
setelah tentara byzantum klah seluruh daerah Syria jatuh ketangan islam.
Dengan memakai
Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir dibaawah
pimpinan Amr bin Ash ra. dan ke Irak dipimpin oleh Saad bin Abi
Waqqash ra. Iskandariyah/Alexandria, ibu kota Mesir saat itu ditaklukan tahun
641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah,
sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. dari sana serangan
dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada saat itu juga. Pada
tahun 641 M. Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan
umar wilayah islam telah encapai jazirah Arabia, Palestina, Syiria, sebagaian
besar wilayah Persia dan Mesir. Betapa diperhitungkannya kekuatan militer Islam
di zaman kekhilafahan. Tengok saja di masa kepemimpinan Amirul Mukminin Umar
bin Khattab. Yerusalem – yang saat ini Israel mencaploknya dari Palestina –
begitu mudahnya ditaklukkan tanpa ada perlawanan. Uskup gereja di sana saat itu
menyerahkan “kunci kota” kepada umat Islam dengan keyakinan tinggi bahwa
penaklukkan Islam di Yerusalem sebagai kehendak Tuhan yang mengakhiri kekuasaan
kaum Byzantium. Tapi, penaklukan kota tua ini diawali dengan perjalanan perang
jihad yang panjang. Khalifah Umar memerintahkan Amr Ibn Al Ash dan Syarhabil
Ibn Hasanah untuk menguasai Yerusalem. Kejadian ini terjadi pada tahun 635 M.
Amr dan Syarhabil akan menuju Yerusalem dengan membawa pasukan.
Tapi, itu bukan jalan mudah. Pasalnya, mereka mesti menaklukkan terlebih dahulu
beberapa daerah untuk bisa masuk ke Yerusalem.
Pasukan
pun melangkah lewat area pegunungan subur dan penuh pepohonan di Golan
(Jaulan). Di sini, pasukan muslim akan melewati Galileia yang ada di utara
Palestina. Sama seperti Golan, wilayah ini juga sangat subur. Kaum Yahudi dan
Nasrani memiliki memori sejarah penting di kota ini. Dan, peperangan kecil
terjadi. Pasukan yang dipimpin Amr dan Syarhabil berhasil memenangkan
pertempuran dengan pasukan Byzantium yang kala itu berkuasa. Kota-kota
sepanjang Galileia mampu ditaklukkan pasukan muslim, dan penduduknya diberikan
jaminan keamanan dan kepemilikan. Rupaya strategi Umar untuk menaklukkan
Yerusalem sangat cerdas. Kota ini bakal dikuasai dengan jalan pengepungan. Di
lain sisi Palestina, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Muawiyah ternyata juga diutus
untuk membantu menaklukkan Yerusalem. Muawiyah membawa pasukan untuk
menaklukkan wilayah utara Palestina lainnya. Akhirnya Beirut, Tripoli,
Sidon, Byblos, dan Latakia berhasil dikuasai. Sementara itu, Yazid
menaklukkan daerah di Palestina sebelah selatan. Daerah yang berhasil dikuasai
Yazid dan pasukan muslim adalah Sidon, Tyre, Acre, hingga Haifa. Usai
menaklukkan Haifa, Yazid dan pasukannya bergabung dengan Amr. Dua kekuatan
militer ini lantas berjalan menuju Yerusalem. Pangeran Konstantin II, penguasa
wilayah Caesarea yang ada barat Palestina, merasa gelisah dengan pergerakan
pasukan Islam ke Yerusalem. Dari kota bandar yang ada di pesisir Levantina ini,
Pangeran Konstantin II meminta bantuan pasukan Byzantium dari Siprus dan
Konstantinopel. Padahal, kala itu, pertahanan Caesaria cukup kuat sebagai
daerah kekuasaan Byzantium. Lalu, terbentuklah pasukan Byzantium di bawah
komando Artavon yang harus menghadang pasukan Islam yang harus melewati daerah
Caesarea untuk bisa sampai ke Yerusalem. Tak ayal lagi, pasukan Amr dan Yazid
bertemu pasukan Artavon dari Caesarea. Perang hebat pun terjadi di daerah
Ajnadin. Atas izin Allah, pasukan Islam menang. Artavon lalu melarikan diri ke
Yerusalem. Dari kemenangan inilah rencana penaklukan Yerusalem jadi semakin
mudah. Khalifah Umar segera memerintahkan penambahan pasukan untuk mendukung
Amr. Pasukan yang dipimpin Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah diminta
untuk membantu setelah sebelumnya menaklukkan Suriah dan pesisir Levantina.
Dan, pasukan Islam pun mengepung sepanjang kota selama musim dingin. Rasa
gentar dihadapi oleh Artavon dan Patriarch Sophronius. Patriarch adalah
uskup agung gereja Yerusalem. Mereka beradu mulut. Artavon tidak
ingin bila Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam. Di lain sisi, Patriarch
menginginkan Yerusalem diserahkan pada pasukan Islan dengan damai. Dia yakin
kedatangan pasukan Islam sebagai bentuk kehendak Tuhan. Perdebatan itu
disaksikan oleh orang-orang di dalam gereja yang letaknya dalam benteng. Dan,
orang-orang ini menyetujui ide Patriarch. Lantas dikirimlah utusan gereja
menemui pasukan Islam. Utusan ini menyampaikan bahwa Yerusalem akan diserahkan
dengan beberapa syarat. Yaitu, penyerahan kota tidak dilakukan dengan jalan
peperangan, pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju Mesir, dan Khalifah Umar
diminta datang ke Yerusalem untuk serah-terima “kunci kota”. Abu
Ubaidah yang menerima utusan gereja itu menyanggupi permintaan yang ada. Setelah
kabar gembira ini disampaikan ke Umar, beliau pun segera menuju Yerusalem.
Masyarakat kota ini bahkan menyiapkan arakan untuk menyambut Umar yang bagi
mereka cukup disanjung sikap adilnya. Tapi, arakan ini mendadak hilang.
Pasalnya, orang-orang di Yerusalem hanya melihat dua orang dan seekor unta.
Salah satunya naik ke punggung unta. Sungguh, tidak tampak seperti kedatangan
penguasa di zaman sekarang ini yang penuh dengan penyambutan mewah. Penduduk
kota menyangka Umarlah yang naik di punggung unta. Justru sebaliknya, yang di
punggung unta adalah pengawal Umar. Ternyata mereka bergantian naik unta selama
dalam perjalanan. Umar tidak egois membiarkan pengawalnya kelelahan. Kejadian
ini menambah kagum penduduk Yerusalem terhadap pemimpin barunya.. Apalagi, Umar
hanya memakai pakaian lusuh, bekal makanan seadanya, dan satu tikar untuk
sholat. Sesampainya di kota, Umar disambut Uskup Patriarch. Umar diajak ke
beberapa tempat suci di kota. Uskup membukakan Gereja Makam Suci kala waktu
dhuhur tiba. Maksudnya, Umar dipersilakan shlat dulu di gereja itu. Namun, hal
tersebut ditolak Umar. “Jika saya melaksanakan shalat di gereja ini, saya
khawatir para pengikut saya yang tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke
sini dimasa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini kemudian
mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah shalat di dalamnya. Mereka
akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk menghindari kesulitan ini dan
supaya Gereja kalian tetap sebagaimana adanya, maka saya shalat diluar,” ucap Umar
yang tetap menghormati pemeluk agama lain dalam wilayah perlindungan Islam.
Ketika Umar meminta diantar ke bekas Kuil Sulaiman, dia mendapati reruntuhan
itu tidak terawat. Ada banyak kotoran dan timbunan sampah. Umar dan shahabat
lainnya membersihkan tempat itu dan menjadikannya tempat shalat. Ke depannya,
di tempat ini berdiri sebuah masjid atas perintah Umar. Masjid itu dinamai
dengan Masjid Umar. Kemenangan Umar atas Yerusalem hingga seluruh wilayah
Palestina. Yordania, pesisir Levantina, dan Suriah, menandai
berakhirnya kakuasaan Byzantium (Yunani-Romawi). Setelah dalam genggaman Islam,
Palestina hidup dalam naungan pemerintahan Islam. Kabar baiknya, sekali pun
sudah berada dalam kekuasaan Islam, hak-hak masyarakat non Islam tetap
dilindungi. Ini berkebalikan dengan pemerintahan Zionis Israel di zaman
sekarang yang melakukan pembunuhan massal penduduk Palestina untuk merebut
tanah suci ini dan seluruh wilayah di sekitarnya. Dalam waktu dekat, insya
Allah Palestina akan segera dibebaskan kembali dari cengkeraman orang-orang
kafir.
BAB IV
KEHANCURAN PEMERINTAHAN MADINAH
Hampir semua
sejarawan membagi dinasti Umayah (umawiyah ) menjdi dua yaitu dinasti umayah
yang di rintis dan didirikan oleh muawiyah ibn abi sofyan yang berpusat di
damaskus (siria).fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system
pemerintahan dari system khalifah pada system mamlakat (kerajaan atau monarik
), dan dinasti umayah di Andalusia (sirebia) yang pada awalnya merupakan
wilayah taklukan umayah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman walid ibn
abd Al-malik :kemudian menjadi kerajaan yang terpisah dan kekuasaan dinasti
bani abbas setelah berhasil menaklukan dinasti umayah di damaskus .
Keberuntungan Muawiah berikutnya adalah
keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. jabatan Khalifah setelah
Ali r.a. wafat, dipegang oleh putranya , Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Khalifah Muawiyah mendirikan suatu pemerintahan yang terorganisasi
dengan baik. ‘’ Ketika Muawiyah menjadi penguasa terjadi banyak kesulitan .
Pemerintahan Imperium yang didesentralisasikan itu tanpak kacau . munculnya
berbagai anarkisme dan ketidak disiplinan kaum nomad yang tidak lagi
dikendalikan oleh ikatan agama dan moral menyebabkan ketidakstabilan
dimana-mana dan hilangnya kesatuan . Secara umum, penaklukan Pemerintahan Bani
Umayah , meliputi tiga wilayah . pertama, melawan pasukan Romawi di Asia Kecil
. penaklukan ini sampai dengan pengepungan Konstantinopl dan beberapa kepulauan
di laut Tengah. Kedua , Wilaya Afrika Utara , penaklukan ini sampai ke samudra
Atlantikdan menyebrang ke gunung Thariq hingga ke Spanyol. Ketiga , Wilaya
Timur. Penaklukan ini sampai ke sebelah timur irak. Kemudian , meluas ke
wilayah Turkistan di Utara, ke wilayah
sindh di bagian selatan .
Seorang
operasional , ahmad Al-Usairy menjelaskan lekak-likuk penaklukan tersebut bahwa
ke wilayah romawi (turki) ketika itu selalu dilakukan pengintaian dan ekspedisi
ke sana . tujuan nya adalah melakukan konstantinopel . kota itu di kepung pada
tahun 50H/670M dan tahun 53-61/672-680 M namun tidak berhasil di taklukan
muawiyah membentuk pasukan laut yang besar yang siaga di laut tengah dengan
kekuatan 1.700 kapal .dengan kekuatan itu dia berhasil menaklukan pulau jabra
di Tunisia pada tahun 49 H /669 M ,.kepulauan kreta pada tahun 55 H/ 680 M .
Mu`awiyah
mendirikan Daulah Umayyah pada tahun 41 H di Damaskus, dengan berdirinya pusat
pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti bergeserlah pusat pemerintahan
Islam dari Madinah ke Damascus. Perpindahan ibu kota tersebut terjadi melalui
proses yang panjang didukung oleh strategi politik yang dibangun oleh
Mu`awiyah. Dan Mu`awiyah memperoleh pengalaman politik dalam masa yang cukup
lama, yakni mulai masa Rasulullah SAW sampai masa khalifah yang terakhir.
Dengan berdirinya Daulah Umayyah, maka sistem politik dan pemerintahan berubah.
Pemerintahan khalifah tidak lagi dilakukan secara musyawarah sebagaimana proses
pergantian khalifah-khalifah sebelumnya. Suksesi pemerintahan dilakukan secara
turun-temurun melalui pemilihan, seorang khalifah tidak lagi harus sekaligus
pemimipin agama sebagimana khalifah-khalifah sebelumnya. Urusan agama
diserahkan kepada para ulama, dan ulama hanya dilibatkan dalam pemerintahan
jika dipandang perlu oleh khalifah.
Selama masa pemerintahan dan kekuasaan khalifah pertama (Mu`awiyah),
Daulah Umayyah banyak mencapai keberhasilan, terutama penaklukan sejumlah kota
penting di kawasan Asia Tengah, seperti Kabul, Heart dan Gazna. Dalam
pemerintahan, ia mendirikan beberapa departemen yang mengurus masalah-masalah
kepentingan umat, seperti playanan pos, pembagian tugas pemerintahan pusat dan
daerah, pemungutan pajak dan pengangkatan gubernur-gubernur di daerah. Kalau
ditelusuri lebih jauh daulah tersebut berkuasa hampir satu abad, tepatnya
selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Yang dimulai oleh Mu`awiyah Ibn Abi
Sufyan dan ditutup oleh Marwan Ibn Muhammad. Diantara mereka ada
pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di dalam berbagai bidang sesuai dengan
kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah.
Mu`awiyah mendirikan Daulah Umayyah pada tahun 41 H di Damaskus, dengan
berdirinya pusat pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti bergeserlah
pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damascus. Perpindahan ibu kota
tersebut terjadi melalui proses yang panjang didukung oleh strategi politik
yang dibangun oleh Mu`awiyah. Dan Mu`awiyah memperoleh pengalaman politik dalam
masa yang cukup lama, yakni mulai masa Rasulullah SAW sampai masa khalifah yang
terakhir.
Dengan
berdirinya Daulah Umayyah, maka sistem politik dan pemerintahan berubah.
Pemerintahan khalifah tidak lagi dilakukan secara musyawarah sebagaimana proses
pergantian khalifah-khalifah sebelumnya. Suksesi pemerintahan dilakukan secara
turun-temurun melalui pemilihan, seorang khalifah tidak lagi harus sekaligus
pemimipin agama sebagimana khalifah-khalifah sebelumnya. Urusan agama
diserahkan kepada para ulama, dan ulama hanya dilibatkan dalam pemerintahan
jika dipandang perlu oleh khalifah. Selama masa pemerintahan dan kekuasaan
khalifah pertama (Mu`awiyah), Daulah Umayyah banyak mencapai keberhasilan,
terutama penaklukan sejumlah kota penting di kawasan Asia Tengah, seperti
Kabul, Heart dan Gazna. Dalam pemerintahan, ia mendirikan beberapa departemen
yang mengurus masalah-masalah kepentingan umat, seperti playanan pos, pembagian
tugas pemerintahan pusat dan daerah, pemungutan pajak dan pengangkatan
gubernur-gubernur di daerah. Kalau ditelusuri lebih jauh daulah tersebut
berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah.
Yang dimulai oleh Mu`awiyah Ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan Ibn
Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di dalam
berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah
yang tidak patut dan lemah. Empat orang khalifah memegang kekuasaan sepanjang 70
tahun, yaitu: Mu`awiyah, Abdul Malik, Al-Walid I dan Hisyam. Sedangkan sepuluh
khalifah sisanya hanya memerintah dalam jangka waktu 20 tahun saja. Dan para
pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa khalifah-khalifah terbesar mereka
ialah: Mu`awiyah, Abdul Malik dan Umar Ibn Abdul Aziz.
Untuk
memelihara keutuhan dan mencegah perpecahan umat Islam karena suksesi
kepemimpinan, sebagaimana yang pernah ia saksikan pada masa beberapa khalifah
sebelumnya, Mu`awiyah mencalonkan putranya, Yazid sebagai putra mahkota yang
akan menggantikan kedudukanya jika ia meninggal, pencalonan tersebut
dilakukannya pada tahun 679. untuk mengamankan pencalonann itu, Mu`awiyah
melakukan bebagai pendekatan kepada para pemuka masyarakat hingga seluruh
lapisan masyarakat. Namun rencana tersebut mendapat tantangan dari beberapa
pihak, terutama pemuka-pemuka masyarakat hijaz, sepeerti Abdullah bin Umar,
Abdul Rahmn bin Abi Bakar, Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin
Abbas. Penolakan mereka didasari atas suatu keinginan agar khalifah yang
diangkat tidak melalui penunjukan, melainkan dengan musyawarah sebagaimana yang
pernah diperaktekkan oleh khalifah-khalifah sebelumnya. Setelah Mu`awiyah
wafat, Daulah ini harus berusaha keras mempertahankan posisinya yang goyah,
kondisi politik tidak stabil, banyak kelompok masyarakat yang tidak puas dengan
raja baru yang sebelumnya telah dinobatkan sebagai putera mahkota. Pengangkatan
putera mahkota ini mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dari
kalangan sipil yang menyebabkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan
berkepanjangan. Maka setelah Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia terhadapnya meskipun pada akhirnya terpaksa
tunduk juga, kecuali Husain Ibn Ali dan Abdullah Ibn Zubair. Bersamaan dengan
itu, Syi`ah (pengikut Ali) melakukan konsilidasi (penggabungan) kekuatan
kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husain Ibn Ali pada
tahun 680 M. namun tentara Husain kalah dan dia sendiri terbunuh dalam
pertempuran yang tidak seimbang, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus,
sedang tubuhnya di kubur di Karbala. Perlawanan kaum Syi`ah tidak padam dengan
terbunuhnya Husain, bahkan mereka menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar
luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi`ah terjadi, diantaranya
terjadinya pemberontakan Mukhtar di Kufah yang mendapat dukungan dari kaum
Mawali pada tahun 685-687 M. selain itu Bani Umayyah juga mendapat tantangan
dari kaum Khawarij, dan meskipun gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan baik
dari pihak syi`ah maupun dari khawarij dapat dipatahakan oleh Yazid tetapi
tidak berarti menghentikan gerakan oposisi dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Dan
hubungan pemerintahan dan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Umar
bin Abdul Aziz (717-720). Dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan
Syi`ah, dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lainnya untuk
beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaannya, pajak diperingan, kedudukan
Mawali disejajarkan dengan muslim Arab. tetapi sayang sekali angin kedamain
yang berhebus dari pesona kepemimpinan Umar yang adil dan bijaksana ini tidak
berlangsung lama, hanya lebih kurang dua tahun memerintah kemudian beliau
meninggal dunia. Penggantinya adalah Yazid Ibn Abd. Malik (720-724) Khalifah
ini jauh berbeda dengan khalifah sebelumnya, ia terlalu gandrung kepada
kemewahan dan kurang memperhatikan rakyat, sehingga kerusuhan terus berlangsung
hingga masa pemerintahan Hisyam Ibn Abd. Malik (724-743). Bahkan dizaman ini
mucul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahahn Bani
Umayyah. kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh
golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius dalam perkembangan
berikutnya kekuatan baru ini mampu menggulingkan Daulah Umayyah dan mengantinya
dengan Daulah baru, yakni Daulah Bani Abbasiyyah. Sepeniggal Hisyam Ibn Abd.
Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga
bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun
750 M Daulah Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim
al-Khurasani. Marwan Bin Muhammad khalifah terakhir bani Umayyah, melarikan
diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh disana. Ketidakcakapan para penguasa serta
kejahatan perilaku mereka merupakan faktor utama hancurnya kekuasaan dinasti
ini. Hampir semua penguasanya lemah kecuali 5 khalifah besar bani Umayyah.
Khalifah-kahalifah setelah Hisyam adalah penguasa yang tidak cakap dan bermoral
jahat. Kesenangan mereka hanya berburu, meneguk anggur serta asyik mendengarkan
musik dan tarian dari harem-harem istana. Para penguasa lupa mengurusi
pemerintahan dan nasib rakyat, mereka malah membebani rakyatnya dengan pajak
yang tinggi. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu
yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.
Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini
menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga
istana. Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi
menjadi dua kelompok yaitu kelompok Mudariyah (Arab Utara) yang menempati Irak
dan kelompok Himyariah (Arab Selatan) yang berdiam di wilayah Suriah. Di Zaman
Umayyah, persaingan antaretnis itu mencapai puncaknya karena para khalifah
cenderung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya. Egoisme para pejabat
pemerintahan dan terjadinya pembelotan militer. Pada umumnya para penguasa
mempercayakan urusan pemerintahan kepada para pejabat istana. Pejabat istana
menjalankan amanah itu untuk memuaskan ambisi dan tujuan-tujuan pribadi.
Mekanisme pemerintahan tersebut tidak memuaskan semua pihak sehingga
menimbulkan gerakan yang mengguncang stabilitas kerajaan. Hal ini dibuktikan
dengan bergabungnya tentara kerajaan dengan pihak musuh. Perlakuan yang tidak
Adil terhadap non-Arab (Mawali). Muslim non-Arab merasa tidak senang dengan
tindakan penguasa Umayyah yang selalu membedakan mereka dengan Muslim Arab baik
dari segi sosial politik maupun ekonomi. Akibatnya muslim non-Arab sering
melakukan pemberontakan dan terakhir mereka bergabung dengan gerakan Abbasiyah.
Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka adalah pendatang baru
dari kalangan bangsa-bangsa taklukkan yang mendapatkan sebutan mawali. Status
tersebut menggambarkan infeoritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab
yang mendapatkan fasilitas dari penguasa Umayyah. Padahal mereka bersama-sama
Muslim Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa orang di antara
mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata bangsa Arab. Tetapi
harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak
dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada mawali itu
jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang
Arab. Propaganda dan gerakan Syi’ah. Mereka adalah pendukung Ali yang
berkembangan menjadi suatu aliran setelah tragedi Karbala. Sejak semula
kelompok ini tidak mengakui pemerintahan Umayyah dan menganggap para
penguasanya sebagai perampas kekuasaan. Mereka tidak pernah memaafkan kejahatan
pembunuhan Ali, Hasan dan Husen. Misi dan propaganda mereka untuk membela
keturunan Nabi Muhammad secara efektif berhasil menarik simpati kelompok yang
tertindas. Kerajaan Islam pada zaman kekuasaan Bani Umayyah telah demikian luas
wilayahnya, sehingga sukar mengendalikan dan mengurus administrasi dengan baik,
tambah lagi dengan sedikitnya jumlah penguasa yang berwibawa untuk dapat
menguasai sepenuhnya wilayah yang luas itu. Latar belakang terbentuknya kedaulatan
Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah
dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan
sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Adanya pola hidup
mewah di lingkungan istana menyebabkan anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu,
golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap
perkembangan agama sangat kurang. Penindasan terus menerus terhadap
pengikut-pengikut Ali pada khususnya, dan terhadap Bani Hasyim (Hasyimiyah)
pada umumnya, sehingga mereka menjadi oposisi yang kuat. Kekuatan baru ini,
dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abdul al- Muthalib dan mendapat dukungan
penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum mawali yang merasa
dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Hal ini menjadi penyebab langsung
tergulingnya kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Propaganda dan gerakan Abbasiah.
Propaganda kelompok Abbasiyah secara gencar menyerang segi-segi negatif dan
kelemahan-kelemahan sepanjang pemerintahan dinasti Umayyah. Setelah propaganda
mereka berhasil memobilisasi berbagai kelompok masyarakat termasuk tiga
kelompok terbesar yaitu Abbasiyah, Syi’ah dan Mawali yang dipimpin oleh Abu
Abbas, mereka berkoalisi mengadakan penyerbuan dan berakhir dengan runtuhnya
Daulah Umayyah di bawah pemerintahan khalifah terakhir Marwan Ibn Muhammad.
Dari
berbagai kesuksesan dan kebesaran yang telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata
tidak mampu menahan kehancurannya, akibat kelemahan-kelemahan internal dan
semakin kuatnya tekanan dari fihak luar. Sepeninggal Ali ibn Abi Talib,
Gubernur Syam tampil sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaannya
merupakan awal kedaulatan bani Umayyah. Muawiyah ibn Abu Sufyan ibn Harb adalah
pendiri dinasti Umayyah dan sekaligus menjadi khalifah pertama setelah Hasan
ibn Ali berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepadanya . Ia memindahkan
kekuasaan Islam dari Kufah ke Damascus. Bani Umayyah atau dinasti Umayyah
adalah kekhalifaan pertama setelah masa Khulafā’ al-Rāsyidīn yang memerintah
dari tahun 661 sampai tahun 750 di jazirah Arab dan sekitarnya. Nama dinasti
ini diambil dari nama tokoh Umayyah ibn ‘Abd al-Syams, kakek buyut dari
khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah. Keberhasilan Muawiyah mendirikan
kekuasaan dinasti Umayyah disebabkan dalam dirinya terkumpul sifat-sifat
penguasa, politikus dan administratur. Ia pandai bergaul dengan berbagai
tempramen manusia, sehingga ia dapat mengakumulasi berbagai kecakapan
tokoh-tokoh pendukungnya, bahkan bekas lawannya sekalipun. Berkat kepiawaiannya
bersama dengan khalifah-khalifah yang lain dari dinasti ini, maka hanya dalam
kurun waktu lebih kurang 90 tahun banyak bangsa baik di Timur maupun Barat yang
masuk dalam kekuasaan Islam seperti Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina,
Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang
sekarang disebut Pakistan, Uzbekistan dan Kirgistan. Di samping perluasan
daerah kekuasaan, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam berbagai bidang, baik
politik maupun sosial budaya. Ia juga memberi peluang bagi perkembangan
berbagai aliran yang tumbuh di masyarakat yang tanpa disadari mengakibatkan
timbulnya pertentangan-pertentangan terutama dalam hal perebutan kekuasaan yang
pada akhirnya membawa kemunduran bahkan melululantahkan kekuasaan Bani Umayyah.
Meskipun
keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan
munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan
terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid naik
tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia
kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya
untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua
orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdulah ibn Zubair. Bersamaan
dengan itu, Syi'ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan
kembali.
Perlawanan orang-orang Syi'ah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras dan tersebar luas. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali.. Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair.
Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Untuk memperoleh dukungan Ia menyanjung-nyanjung Husein dan menjelek-jelekkan bani Umayyah. [15] Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd al-Malik. Hubungan pemerintah dengan gerakan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Sepeninggal Beliau, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau.
Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya. Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
Perlawanan orang-orang Syi'ah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras dan tersebar luas. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali.. Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair.
Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Untuk memperoleh dukungan Ia menyanjung-nyanjung Husein dan menjelek-jelekkan bani Umayyah. [15] Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd al-Malik. Hubungan pemerintah dengan gerakan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Sepeninggal Beliau, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau.
Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya. Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
Secara
Revolusioner, Daulah Abbasiyyah (750-1258) menggulingkan kekuasaan Daulah
Umayyah, kejatuhan Daulah Umayyah disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya
meningkatnya kekecewaan kelompok Mawali terhadap Daulah Umayyah, pecahnya
persatuan antarasuku bangsa Arab dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan
keinginana mereka untuk memilki pemimpin karismatik. Sebagai kelompok penganut
islam baru, mawali diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara bangsa
Arab menduduki kelas bangsawan. Golongan agamis merasa kecewa terhadap
pemerintahan bani Umayyah karena corak pemerintahannya yang sekuler. Menurut
mereka, Negara seharusnya dipimpin oleh penguasa yang memiliki integritas
keagamaan dan politik. Adapun perpecahan antara suku bangsa Arab,
setidak-tidaknya ditandai dengan timbulnya fanatisme kesukuan Arab utara, yakni
kelompok Mudariyah
dengan kesukuan Arab Selatan, yakni kelompok Himyariyah. Disamping itu,
perlawanan dari kelompok syi`ah merupakan faktor yang sangat berperan dalam
menjatuhkan Daulah Umayyah dan munculnya Daulah Abbasiyyah. Namun secara garis
besar menurut Badri Yatim faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran antara lain adalah Sistim pergantian khalifah melalui garis
keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih
menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem
pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat
dikalangan anggota keluarga istana Latar belakang terbentuknya Daulah Bani
Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa
Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara
tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan
terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah. Pada masa
kekuasaan bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays)
dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian
besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur
lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada
masa Bani Umayyah Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah juga disebabkan
oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak
sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan,
disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap
perkembangan agama sangat kurang Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib.
Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan
kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
BAB V
MUAWIYAH DAN PERANG SAUDARA
YANG KEDUA
Pada masa sebelum Islam berkembang, kota
Madinah bernama Yatsrib, kota ini dikenal sebagai
pusat perdagangan. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW hijrah menuju kota
ini diganti namanya menjadi Madinatun Nabi atau madinatul
Munawwaroh. Madinatun Nabi berarti
kota sang Nabi sedangkan Madinatul Munawwaroh berarti kota penuh cahaya, akan
tetapi kota ini lebih sering disebut dengan nama Madinah.
Nabi Muhammad SAW.
Melakukan hijrah ke Madinah karena ada tekanan dari kaum qurays ketika berada
di Makkah sehingga merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk pindah ke
Yatsrib. Akan tetapi ada potensi lain ketika Nabi hijrah ke kota ini dan
menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan lebih lanjut sehingga terbentuknya
masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan ibrahim
yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebelum hijrah Nabi ke
kota ini, masyarakat disini terdiri dari dua suku yaitu bangsa Arab dan Yahudi
yang awalnya ditempati oleh suku amaliqah atau badi’ah namun suku ini musnah.
Yatsrib merupakan wilayah yang subur sehingga cocok sebagai lahan pertanian
penghasil sayur dan buah-buahan karena tersebut memiliki oase disamping itu
juga masyarakatnya berdagang dan beternak.
Adapun peta demografis
Madinah saat Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim,
bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi SAW, Anggota suku Aus dan
Khazraj yang masih menganut paganisme, Orang-orang Yahudi yang
terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraizha. Dalam dunia pengetahuan Islam, negara ini menjadi kota ilmu pengetahuan
Islam pertama sejak Rosulullah SAW menerima wayu, menjalan kan pemerintahan hingga
wafatnya beliau. Setelah itu banyak lahirnya tokoh-tokoh besar Islam yang
lahir didaerah tersebut yang dapat dijadikan sebagai sumper ilmu Islam setelah
wafatnya sang rosul. Sebelum Islam datang, Yatsrib tidak memiliki pemimpin dan
pemerintah resmi, yang ada hanya terbatas pada pemerintahan kepala suku atas
anggota-anggota sukunya sehingga mereka hanya mementingkan suku mereka dan
selalu bersaing pada permusuhan dan peperangan antar suku. Pada awalnya wilayah
ini dikuasai oleh kaum Yahudi baik dalam bidang ekonomi, perdagangan dan
penguasaan lahan pertanian. Pada tahun 618 M kota
Yatsrib dilanda perang antara kaum Yahudi dengan kaum Arab. Yahudi menggunakan
siasat adu domba dengan menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian antara suku
Aus dan Khazraj. Suku Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuqa, sedangkan suku Aus
bersekutu dengan Bani Quraizah dan Bani Nadir yang puncak peperangannya
dinamakan perang Bu’a. Setelah perang usai, mereka sadar yang pada akhirnya
sepakat untuk mengangkat Abdullah Bin Muhammad dari suku Khajraj sebagai
pemimpin mereka sebab Abdullah dianggap berpandangan luas. Kemudian pada tahun
620 M. masyarakat suku Kajraj banyak yang menjalankan ibadah haji dan ketika
berkemah di Makkah mereka ditemui oleh Rasulullah SAW. Untuk memperkenalka
Islam dan mengajak bertauhid kepada Allah sehingga kaum Khajraj berjanji untuk
masuk Islam dan mengajak masyarakat Yatsrib untuk turut menganutnya.
Kehadiran Islam ke Madinah
tidak hanya mencari posisi aman dari ancaman kafir Qurays Makkah atau mencari
suaka politik saja untuk Rasulullah dan kaum Muhajirin. Akan tetapi ada misi
lain yang dibawa oleh Rasulullah dan kaum Muhajirin. Rasulullah dan kaum Muhajirin
dalam penyebaran Islam ke Madinah dapat dikatakan diterima oleh masyarakat
setempat karena pada dasarnya masyarakat tersebut yang belum mengenal Islam
mereka sudah mengenal adanya Tuhan disamping itu juga karena sudah adanya
perjanjian atau sering disebut Baiat Aqobah I dan II.
Kehadiran Rasulullah SAW
bersama kaum muslimin Mekkah atau yang disebut kaum Muhajirin sangat
disambut dengan gembira dan penuh rasa persaudaraan oleh masyarakat Madiah yang
kemudian disebut dengan kaum Ansor. Dengan adanya hubungan atau respon
baik semacam itu berarti Islam dan Muhajirin mendapat lingkungan baru
yang bebas dari ancaman para penguasa Qurays Makkah. Sehingga Rasulullah dan
pengikut dari Makkah dapat melanjutkan da’wahnya dan menjabarkan dalam
kehidupan sehari hari.
Sekalipun Rasulullah SAW.
Merasakan rasa nyaman akan tetapi beliau tidak mudah terlena dengan segala
kondsi yang ada. Suadah kita ketahui bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah
tidaklah seorang diri melainkan ada pengikutnya. Kaum Muhajirin atau orang
Makkah yang secara langsung ditempat barunya ada hubungan dengan orang-orang
yang belum masuk Islam kemudian tidak senang dengan terbentuknya masyarakat
muslim disekitarnya. Selain itu juga harus
waspada terhadap ancaman Qurays Makkah yang kemungkinan sewaktu-waktu datang.
Hal ini menjadi sebuah pertimbangan yang harus dipikirkan oleh Rasulullah SAW
dan tidak bisa diabaikan. Melihat kenyataan
tersebut, beliau mulai mengatur dan menyusun segenap potensi yang ada
dalam lingkungannya, memecahan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan
menggunakan segala potensi dan kekuatan yang ada dalam rangka menyusun
masyarakat baru yang terus berkembang dan mampu menghadapi segenap tantangan
dan rintangan dari luar dengan kekuatan sendiri.
Nama
lengkapnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abd
Syams bin Abdul Manaf, biasa dipanggil Abu Abdurrahman. Ia masyhur
dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Ia lahir di Mekkah tahun 20 sebelum hijrah.
Ayahnya adalah Abu Sufyan, dan ibunya adalah Hindun binti Utbah. Ia adalah
sosok yang terkenal fasih, penyabar, berwibawa, cerdas, cerdik, badannya tinggi
besar, dan pembukaan kota Makkah tahun 8 H. Ia pernah ikut perang Hunain dan ia
adalah seorang juru tulis Al-Qur’an. Karir politiknya diawali ketika Umar bin
Khattab pernah menugaskan sebagaimgubernur Yordania dan pada masa Utsman bin
Affan, dia ditugaskan menjadi gubernur Syiria. Muawiyah menjadi Khalifah pada
tahun 41 H setelah Hasan bin Ali menyerahkan Khalifah kepadanya. Muawiyah bin
Abi Sufyan mendirikan dinasti Bani Umayyah dan sebagai Khalifah pertama. Ia
memindahkan ibukota dari Madinah al-Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah
Syiria. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan
Islam yang terhenti pada masa Khalifah Usman dan Ali. Disamping itu ia juga
mengatur tentara dengan cara yang baru. Membangun administrasi pemerintahan dan
juga menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah bin Abu Sufyan menerapkan sistem monarchiheridetis
(kepe-Pemimpinan seacra turun temurun) sebagai penerusnya. Ia mengadopsi
dari sistem monarki yang ada di Persia dan Byzantium. Muawiyah bin Abu Sufyan
berkuasa selama 20 tahun. Ia meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan
di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
Perang
saudara islam yang pertama (656–661), juga disebut sebagai Fitnah Pertama
adalah perang saudara besar
pertama pada saat Kekhalifahan islam. Peperangan ini diakibatkan karena
pembunuhan khalifah Utsman
bin Affan. Pertempuran sengit yang berkecamuk sepanjang
hari menyebabkan banyaknya korban yang berjatuhan di kedua belah pihak,
terutama di kubu Muawiyah. Kendati demikian, Ali juga kehilangan beberapa
sahabat terkemuka Rasulullah SAW yang ikut mendukungnya dalam perang tersebut.
Di antara mereka adalah Hasyim bin Utba dan Ammar Yasir.Riwayat mengenai jumlah
pasukan yang terbunuh di kedua belah pihak berbeda satu sama lain. Kendati
demikian, sejarawan klasik asal Inggris, Gibbon Edward dalam bukunya The
History of the Decline and Fall of the Roman Empire menuturkan, jumlah tentara
yang tewas di kubu Ali diperkirakan sebanyak 25 ribu orang, sedangkan di pihak
Muawiyah mencapai 45 ribu orang. Terbunuhnya Ammar bin Yasir membuat kubu Ali
dan Muawiyah merasa terguncang, sehingga keduanya pun sepakat untuk berdamai.
Mereka juga mengkhawatirkan wilayah perbatasan yang sedang lemah dan bisa
diserang kapan saja oleh pasukan Persia dan Romawi Timur (Byzantium).
Pertempuran Shiffin berakhir imbang. Perjanjian
damai antara Ali dan Muawiyah dibuat berdasarkan Alquran dan Sunnah. Adapun
juru runding dari pihak Ali adalah Abu Musa al-Asy’ari, sedangkan dari kubu
Muawiyah adalah Amr bin Ash. Selang beberapa tahun setelah perundingan
tersebut, kelompok yang merasa tidak puas dengan Ali merencanakan pembunuhan
terhadap sang khalifah. Sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW itu akhirnya
wafat pada 21 Ramadhan 40 H setelah diserang oleh seorang Khawarij bernama
Abdurrahman ibn Muljam. Air mata Muawiyah untuk Ali Muhammad Asy-Syallabi dalam
bukunya Muawiyah bin Abu Sufyan mengisahkan, saat mendengar kabar tentang
kematian Ali, Muawiyah pun menangis. Istrinya lantas menanyakan mengapa pendiri
Dinasti Umayyah itu menagisi orang yang dulu pernah memeranginya. Muawiyah
menjawab, “Kamu sebaiknya diam saja. Kamu tidak mengetahui berapa banyak
manusia kehilangan keutamaan, fikih, dan ilmu karena kematiannya (Ali).”Setelah
kematian Ali bin Abi Thalib, kekuasaan kekhalifahan diberikan kepada putra
tertua Ali yaitu Hasan. Namun, perseteruan antara keluarga Muawiyah dan Ali
ternyata kembali berlanjut. Hasan hanya memerintah beberapa bulan sebelum
akhirnya dia membuat perjanjian damai dan menyerahkan kekhalifahan kepada
Muawiyah pada 661.
Fitnah ini dimulai
dengan serangkaian pemberontakan terhadap Khalifah Ali ibn Abi Talib,
yang diakibatkan oleh pembunuhan terhadap khalifah sebelumnya yaitu Utsman bin Affan.
Hal ini berlangsung sepanjang Ali memerintah dan diakhiri dengan pengangkatan Muawiyah sebagai
khalifah menggantikan putra Ali bernama Hasan bin Ali yang menjadi
khalifah selama beberapa bulan menggantikan khalifah Ali yang meninggal.
Muawwiyah menandatangani perjanjian damai dengan Hasan bin Ali dan Muawwiyah
mendirikan Dinasti Umayyah yang berkuasa selama beberapa abad di Semenanjung Arab.
Fitnah kedua, atau Perang saudara islam yang kedua, adalah suatu kekacauan
politik dan militer yang melanda kekhalifahan islam pada masa awal Dinasti Umayyah memerintah
setelah kematian khalifah pertama dari Dinasti Umayyah yaitu Muawwiyah. Keadaan
ini terjadi disekitar tahun 680-an. Setelah khalifah Muawiyah meninggal pada
tahun 680, dia digantikan oleh putranya yaitu Yazid I. Pengangkatan
Yazid menjadi khalifah ini ditentang oleh Husain bin Ali. Husain adalah
cucu Muhammad, putra dari
khalifah Ali bin Abi
Thalib dan juga adik dari khalifah sebelum
Muawiyah yaitu Hasan bin Ali. Husain beserta keluarga dan para pendukungnya dibunuh oleh
pasukan Yazid di daerah karbala. Peristiwa Pertempuran
Karbala ini menjadi awal dari perpecahan
yang lebih sengit antara sekte sunni dan syiah dalam agama islam. Sampai saat
ini, peristiwa di karbala ini masih diperingati oleh sekte Syiah sebagai Hari Asyura. Kemudian
setelah itu, Yazid menghadapi pemberontakan yang kedua dari Abdullah bin
Zubair, yang merupakan putra dari Sahabat nabi Zubair bin Awwam,
yang sebelumnya susah memberontak terhadap khalifah Ali di Pertempuran Basra. (Arab)
(Mei-Juli 657 Masehi) terjadi semasa zaman fitnah besar atau perang saudara
pertama orang Islam dengan pertempuran utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli.
Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan dan
Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam)
pada 1 Shafar tahun 37 Hijriah.
Setelah
terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Talib diangkat sebagai
khalifah , tetapi penerimaan dari seluruh kekhalifahan islam sangatlah sulit
didapat. Muawiyah, Gubernur dari Suriah yang merupakan kerabat dari khalifah
yang terbunuh , sangat menginginkan pembunuh dari sang kalifah diadili dimuka
hukum. Muawwiyah berpendapat Ali bin Abi Talib tidak berniat untuk melakukan
hal ini , sehingga Muawwiyah memberontak terhadap Ali bin Abi Talib dan membuat
Ali bin Abi Talib berniat memadamkan pemberontakan Muawwiyah. Hasil dari
keadaan ini adalah pertempuran di Siffin antara kedua belah pihak.
Peperangan
ini berlangsung imbang sehingga kemudian kedua belah pihak setuju untuk
berunding dengan ditengahi seorang juru runding. Pertempuran dan perundingan
membuat posisi Ali bin Abi Talib melemah tetapi tidak membuat ketegangan yang
melanda kekhalifahan mereda. Oleh penganut aliran Syiah , Ali bin Abi Talib
dianggap sebagai Imam pertama. Oleh penganut aliran Suni , Ali bin Abi Talib
adalah khulafaur rasyidin yang ke empat dan Muawiyah adalah khalifah pertama
dari Dinasti Ummayyah. Kejadian kejadian disekitar pertempuran Shiffin
sangatlah kontroversial untuk Suni dan Syiah dan menjadi salah satu penyebab
perpecahan di antara keduanya. Awalnya, Imam Ali berusaha melakukan perundingan
demi mencegah pertumpahan darah di antara sesama muslim. Namun, Muawiyah tetap
membangkang dan pecahlah perang di sebuah daerah bernama Shiffin di tepi sungai
Furat, Irak. Ketika pasukan Imam Ali hampir mencapai kemenangan, penasehat
Muawiyah bernama Amru bin Ash memerintahkan pasukannya agar menancapkan
Al-Quran di tombak mereka dan menyerukan gencatan senjata atas nama Al-Quran.
Imam Ali yang memahami tipuan ini memerintahkan pasukannya agar terus
bertempur, namun sebagian kelompok menolak. Kelompok ini kemudian dikenal
sebagai kelompok Khawarij. Atas desakan kelompok Khawarij pula, perang
dihentikan dan diadakan perundingan antara kedua pihak. Dalam perundingan ini,
delegasi Muawiyah melakukan tipuan. Akibatnya, kekhalifahan kaum muslimin
direbut dari tangan Imam Ali dan jatuh ke tangan Muawiyah.
Perang
ini terjadi setelah Muhammad meninggal dan Ali bin Abi Thalib menjabat
kekhalifahan dan memaksa Abu Sufyan untuk mengakui kekhalifahannya, dan perang
ini terjadi di bukit Shiffin. Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Amru bin Ash
dan Ali berhasil menjatuhkan dan melemparkan pedang Amru bin Ash, namun Amru
yang menyadari kekalahan dan kematiannya, Amru dengan nekad membuka celananya,
sehingga Ali yang akan menghujamkan pedang kearah Amar dan melihat perbuatan
Amru, Ali bin Abi Thalib segera memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amru yang
telanjang. Sehingga Amru dengan perbuatan memalukannya itu selamat dari tebasan
pedang Ali dan Zulfiqar dan juga selamat dari kematian.
Faktor
terpenting meletusnya perang Shiffin adalah penolakan Muawiyah untuk berbaiat
kepada Baginda Ali As dengan dalih bahwa Baginda Ali As terlibat dalam kasus
pembunuhan Usman. Tatkala perang nyaris berakhir dengan kemenangan sempurna
Amirul Mukminin, dengan tipu-daya Amr bin Ash peperangan berakhir dan dengan
peristiwa arbitrase (hakamain) yang mengharuskan Amirul Mukminin menarik diri
dari beberapa keinginannya sementara waktu dan menghentikan peperangan karena
desakan dan tuntutan kemaslahatan. Sebagian pasukan Amirul Mukminin As yang
sangat berperan dalam mendesak Imam Ali As untuk mengehentikan perang,
menyadari kesalahan mereka setelah beberapa waktu dan meminta Amirul Mukminin
untuk melupakan perjanjian dengan Muawiyah. Karena Imam Ali As menolak untuk
melakukan hal itu maka desakan ini yang menjadi cikal-bakal meletusnya perang
Nahrawan.
Ali
As dalam masa singkat pemerintahannya yang berlangsung selama lima tahun melewati
masa tersebut dengan tiga peperangan. Perang pertama yang dikenal sebagai
perang Jamal berakhir dengan kemenangan beliau namun kemenangan dan penaklukan
ini tidak berlangsung lama karena musuh lainnya seperti Muawiyah bin Abi Sufyan
di Syam (Suriah), yang telah memerintah sebagai Gubernur Syam semenjak
kekhalifahan Umar, telah lama menaruh perhatian untuk menjadi khalifah dan
keinginan ini ia wujudkan hingga akhir usianya memerintah di tempat itu. Atas
dasar ini, Imam Ali As, karena tugas berat dalam rangka memelihara umat Islam
dari penyimpangan, mau-tak-mau harus menumpas rival licik dan para pengikutnya
yang dikenal sebagai Qâsithin dalam lembaran sejarah. Ali As setelah
pemilihannya sebagai khalifah di Madinah berada pada tataran menertibkan dan
memersatukan umat Islam dengan menumpas api fitnah orang-orang Syam malah kini
harus berhadapan dengan fitnah perang Jamal di Basrah buntut dari pengusiran
wakil Imam Ali As di Basrah dan membuat kerusuhan di kota tersebut oleh para
pelanggar Baiat. Karena itu, Imam Ali harus melupakan dulu untuk menindak
lanjuti keputusan pertamanya dan memutuskan bertolak menuju Basrah. Sebab
pengambilan keputusan untuk menumpas api fitnah dengan bergerak ke arah Syam
adalah karena Muawiyah dalam jawaban suratnya ke Baginda Ali As tidak hanya mau
turut kepada baiat kepada Baginda Ali As malah sebagaimana orang-orang Jamal,
Ali As dituding sebagai orang yang terlibat dalam pembunuh Usman. Muawiyah
menjadikan keinginannya menuntut darah dari para pembunuh Usman sebagai dalih dan
alasannya mengangkat senjata melawan Amirul Mukminin Ali As.
Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, banyak
sekali terjadi fitnah. Fitnah itu seharusnya menjadi pelajaran bagi kita umat
Islam untuk mengambil hikmah dalam menjaga persatuan umat ini. Ditengah egoisme
kepentingan kelompok maupun pribadi. Berbeda dengan 3 khalifah sebelumnya yang
mendapat suara bulat dari dewan syura’. Naiknya Ali bin Abi Thalib tidak dengan
suara utuh, bahkan di dalam kota Madinah sekalipun. Bukan karena tuduhan bahwa
Ali telah membunuh Utsman. Yang dituntut oleh Aisyah dalam perang Jamal adalah
ketegasan Ali dalam menghukum kaum pemberontak yang telah membunuh Utsman,
sedangkan bukti maupun terdakwa tentang siapa pelakunya sangat sedikit. Posisi
Ali ketika itu juga sedang dikepung oleh banyaknya kaum Munafik, hal ini bisa
dimaklumi karena banyak sahabat yang meninggalkan Madinah setelah Rasulullah
meninggal. Baik yang mati syahid ataupun menetap di daerah baru untuk
meneruskan penyebaran syiar Islam. Walhasil, yang di Madinah justru banyak
orang-orang Munafik yang sedari semasa Nabi hidup sudah enggan untuk berjihad
dan berdakwah di jalan Allah. Maksud Ali menunda Hadd / mahkamah atas pembunuh
Utsman adalah menghindari perpecahan antara golongan Anshor dan Muhajirin di
Madinah. Karena kaum munafik selalu dengan akal-licik berusaha memisahkan tali
antara dua golongan ini. Bahkan demi terlaksana-nya Hadd ini, Ali memindahkan
pemerintahan ke tempat netral, Kufah. Agar lepas dari pengaruh kaum munafik. Enggak
heran, bila dikemudian hari, Muawiyyah juga memilih untuk memindahkan
pusat pemerintahan ke Damaskus, karena untuk menghindari kaum munafik
juga. Posisi Ali ketika itu juga diperparah dengan semakin fanatik-nya golongan
Syi’ah Kadzabiyah (semacam gerakan Nabi Palsu dengan mencoba mengangkat Ali
sebagai Nabi dan Putra Tuhan) sudah ada sejak zaman Abu Bakar. Awalnya maksud
dan tujuan Muawiyah dengan 20.000 orang pasukan adalah untuk memberikan
dorongan moral bagi Ali bin Abi Thalib yang sedang dikepung oleh golongan
Munafikun. Sekaligus untuk berjaga-jaga jika mahkamah hadd dilaksanakan, dan
terjadi perang saudara antara Muhajirin dan Anshor karena hasutan kaum munafik.
Muawiyah dapat segera membantu meredam dengan pasukannya. Muawiyah ingin
memberikan dukungan moril dan menjaga independensi keputusan Ali terkait akan
digelarnya mahkamah atas pembunuhan Ustman. Tapi issu yang dihembuskan oleh
kaum munafik (pimpinan Abdullah bin Saba’) adalah bahwa, Muawiyah bermaksud
memberontak. Maka kaum munafik ini mendorong Ali bin Abi Thalib untuk keluar
dan membatalkan mahkamah atas pembunuh Utsman karena ada pemberontak yang
sedang menuju Madinah. Ali sendiri sebenarnya lebih suka menyambut pawai
pasukan dari Damaskus sebagai tamu. Karena dia tahu benar, bahwa Muawiyah
bukanlah sosok pemberontak, dan pasti ada maksud baik dari kedatanganya.
Sebagaimana pujian beliau ketika ditanya tentang sosok Muawiyah “bahwa Muawiyah
adalah orang yang paling baik adabnya diantara kami” Tapi salah seorang
panglima Ali berkaum munafik malah memulai dulu pertempuran, sehingga pecahlah
perang Shiffin. Amr bin Ash, salah seorang sahabat Nabi yang strategi perang
dan politiknya dikagumi oleh orang Romawi. Akhirnya bisa membaca, bahwa perang
ini adalah buah provokasi kaum Munafik.
Terutama
setelah sahabat Amar bin Yasir meninggal dalam pertempuran. Tewasnya
beliau memberi pengaruh amat besar bagi kedua belah pihak, dimana sebelumnya
Rasulullah (SAW) telah berkata kepada Amar, bahwa ia tidak meninggal, kecuali
terbunuh di antara dua kelompok orang-orang mukmin Oleh karenanya, Amr bin Ash
berijtihad dengan menyuruh seorang prajurit untuk menombak al-Qur’an dan
mengangkatnya untuk bisa menghentikan perang, melakukan evaluasi sekaligus
mengidentifikasi mana yang mu’min asli dan mana kaum munafik. Kaum munafik
pasti menginginkan perang terus berlangsung, sedang orang mukmin pasti
meletakkan senjata menunggu ijtihad para ulama dan umara’ sesuai al-Qur’an. Selama
proses Tahkim dan musyawarah antara sahabat terkemuka Nabi inilah kebenaran
nyata akan Orang mu’min sejati dan kaum munafikun tersibak. Orang mukmin
meletakkan senjatanya dengan ikhlas, terutama di yang berada di pihak Ali bin
Abi Thalib. Orang mukmin di pihak Ali jelas menanggalkan egoisme pribadi mereka
dengan suka rela meletekkan senjata, padahal kemenangan mereka sudah nyata di
depan mata. Sedang orang munafik, mereka tetap tidak mau meletakkan senjata.
Terus membujuk Sayyidina Ali untuk melanjutkkan perang, karena kemenangan
tinggal selangkah lagi. Tapi Sayyidina Ali adalah orang mengutamakan kepentingan
umat dan persatuan umat. Untuk apa sebuah kemenangan, tapi persatuan dan
kesatuan umat terkoyak. Hasil dari tahkim sendiri sebenarnya berisi, bahwa Ali
bin Abi Thalib ditetapkan membawahi wilayah Iraq dan penduduknya, sedangkan
Muawiyah ditetapkan membawahi wilayah Syam beserta para penduduknya, dan tidak
boleh lagi ada pertempuran. Tapi fakta sejarah kemudian menerangkan, bahwa
benar ketika itu Sayyidina Ali dikelilingi oleh orang-orang munafik yang
berperang demi kepentingan pribadi. Bahkan penduduk Kufah sendiri mengkhianati
beliau.
Kiranya
kita perlu mencermati masalah ini bahwa masalah menuntut darah pembunuhan Usman
bagi setiap penjahat telah berubah menjadi dalih dan alasan untuk menyebarkan
fitnah. Dan anehnya orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman telah
berganti peran dan muncul sebagai orang-orang yang menuntut darah Usman. Mereka
menuding orang lain sebagai dalang dari pembunuhan ini yang sama sekali tidak
ada sangkut pautnya dalam pembunuhan Usman bahkan telah menunjukkan itikad baik
kepadanya dengan memberikan wejangan dan nasihat kepadanya. Tatkala rumah Usman
dikepung, Imam Hasanlah yang mengirimkan air ke rumah Usman untuk memenuhi
persediaan air di rumahnya Menanggapi tudingan Muawiyah, Amirul Mukminin Ali As
membantah surat Muwaiyah dengan menulis, “Baiatku adalah baiat yang bersifat
umum. Dan mencakup seluruh kaum Muslimin baik mereka yang hadir di Madinah
tatkala memberikan baiat atau mereka yang berada di Basrah, Syam dan kota-kota
lainnya. Dan engkau mengira bahwa dengan melemparkan tuduhan sebagai orang yang
terlibat dalam pembunuhan Usman maka engkau dapat menolak untuk berbaiat
kepadaku. Dan semua orang tahu bahwa bukan aku yang membunuhnya sehingga aku
harus mendapatkan qishas dari perbuatan tersebut. Pewaris Usman lebih
layak menuntut darahnya darimu. Engkaulah di antara orang-orang yang
menentangnya dan pada masa itu ia meminta pertolongan darimu namun engkau tidak
menolongnya sehingga ia terbunuh. Ali As dalam banyak hal memberikan penyuluhan
dan pencerahan kepada umat ihwal kelicikan dan kelihaian Muawiyah. Untuk telaah
lebih jauh kami persilahkan Anda untuk merujuk pada kitab-kitab yang memberikan
ulasan atas kitab Nahj al-Balaghah dan kitab-kitab yang telah ditulis dalam masalah
ini. Kelompok ketiga yang diperangi oleh Baginda Ali As adalah kaum Khawarij.
Mereka adalah kelompok yang tadinya bersama Baginda Ali As pada perang Shiffin.
Karena penentangan mereka terhadap Amirul Mukminin pada peristiwa arbitrase
mereka berpisah darinnya dan keluar dari ketaatan kepada Baginda Ali As karena
mereka keluar (khurûj) memerangi Amirul Mukminin Ali As. Karena itu
mereka juga disebut sebagai Mâriqin.
BAB VI
KURUN WAKTU
HAJAJ
Berbicara
tentang Hajjaj bin Yusuf, berarti kita mengangkat pembicaraan tentang seorang
pemimpin yang zalim, otoriter, dan kejam. Buku sejarah manapun yang kita buka
yang meceritakan tentang Hajjaj bin Yusuf, maka tema besar pembicaraannya
serupa, semua bercerita tentang kesewenang-wenangannya sebagai seorang
pemimpin. Sampa-sampai sebagian ahli sejarah menjadikan namanya sebagai sinonim
kata zalim dan menjadikannya sebagai profil batas maksimal kezaliman seorang
penguasa. Namun, Hajjaj juga memiliki sisi-sisi humanis dan jasa-jasa yang
layak untuk diapresiasi. Ahli sejarah melulu menceritakan kejelekannya sehingga
sosok Hajjaj tidak tergambar secara utuh. Saat Abdullah bin Zubair radhiallahu
‘anhu memproklamirkan diri menjadi khalifah di Mekah –tahun 64 H / 683 M
setelah wafatnya Yazid bin Muawiyah-, ia berhasil mencuri perhatian masyarakat
dunia Islam karena latar belakangnya anak dari sepupu Rasulullah, cucu dari Abu
Bakar ash-Shiddiq, dan salah satu sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan
hadis. Saat itu nyaris hanya Yordania saja yang memberikan loyalitas penuh
kepada kekhilafahan Bani Umayyah. Marwan bin Hakam sebagai pengganti Yazid bin
Muawiyah hanya mampu mengamankan Mesir dari pengaruh Abdullah bin Zubair.
Kemudian
diangkatlah Abdul Malik bin Marwan sebagai pewaris tahta. Untuk membereskan
masalah dengan Abdullah bin Zubair, Abdul Malik melirik Hajjaj bin Yusuf karena
Hajjaj dikenal sebagai orang yang keras, memiliki karakter kepemimpinan yang
kuat, dan pantang menyerah. Kekuatan Abdullah bin Zubair pun bias didesak
sehingga kekuasaannya hanya terbatas di wilayah Hijaz. Akhirnya Hajjaj berhasil
mengepung Kota Mekah yang menjadi benteng terakhir Abdullah bin Zubair. Hajjaj
menggempur kota suci itu dengan tembakan-tembakan manjaniq, sampai-sampai
sebagian dari Ka’bah roboh tertimpa peluru-peluru manjaniq pasukan Hajjaj.
Hajjaj benar-benar tidak peduli dengan kehormatan kota yang mulia itu.
Pengepungan itu akhirnya menewaskan Abdullah bin Zubair dan berakhirlah masa
kekuasaannya. Umat Islam kembali lagi bersatu di bawah satu kepemimpinan,
kepemimpinan Bani Umayyah dengan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Sebagai
penghargaan untuk keberhasilan Hajjaj, khalifah melimpahkan kekuasaan Hijaz di
tangan Hajjaj bin Yusuf. Dengan demikian kekuasaan Mekah, Madinah, dan Thaif
berada di tangan gubernur bertangan besi yang ditakuti. Kemudian kekuasaan
Hajjaj ditambah lagi dengan wilayah Yaman dan Yamamah. Pada kesempatan kali ini
penulis akan memaparkan sisi lain dari sosok Hajjaj bin Yusuf, sehingga jelas
bagi kita pribadi Hajjaj bin Yusuf; manis dan pahitnya, baik dan buruknya.
Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dilahirkan di daerah Thaif pada tahun 41 H / 661
M. Ia dibesarkan di keluarga yang terhormat dari kalangan Bani Tsaqif. Ayahnya
adalah seorang yang taat dan berilmu. Sebagian besar waktu sang ayah dihabiskan
di kampungnya, Thaif, mengajarkan anak-anaknya Alquran. Dengan didikan sang
ayah, Hajjaj pun berhasil menghafalkan Alquran secara sempurna, 30 juz.
Kemudian ia mengulang-ulang hafalannya di majilis-majlis para sahabat dan
tabi’in, seperti: Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Sa’id bin al-Musayyib,
dll. Kemudian ia mulai diberi tanggung jawab untuk mengajar anak-anak lainnya.
Masa kanak-kanak yang ia habiskan di Thaif sangat berpengaruh terhadap
kefasihannya berbahasa. Di sana juga ia bergaul dengan Kabilah Hudzail, kabilah
Arab yang paling fasih dalam berbahasa. Setelah ditempa dengan baik, Hajjaj
tumbuh menjadi seorang orator, memiliki kemampuan public speaking
yang luar biasa. Abu Amr bin Ala’ mengatakan, “Aku tidak pernah melihat
seseorang yang lebih fasih (dalam berbahasa) seperti Hasan
al-Bashri kemudian Hajjaj. Setelah Basyar bin Marwan
–saudara Khalifah Abdul Malik- wafat, khalifah menunjuk Hajjaj bin Yusuf
menjadi gubernur Irak. Irak adalah sebuah wilayah yang luas yang sedang
mengalami gejolak dan kekacauan, orang-orang Khawarij terus membuat makar di
wilayah ini sehingga stabilitas sulit dicapai. Sebelumnya penduduk wilayah
berani menolak perintah khalifah untuk berangkat berjihad memerangi Khawarij
Azariqah. Jadi, menurut khaligah Hajjaj-lah orang yang tepat yang mampu meredam
keadaan ini dan mengembalikan keamanan di tengah-tengah rakyat Irak. Hajjaj
menyambut perintah khalifah dan langsung berangkat menuju Irak pada tahun 75 H
/ 694 M. sesampainya di Kufah, ia langsung berkhutbah di tengah-tengah
rakyatnya dengan khutbah yang keras bagaikan badai. Isi khutbahnya adalah
ancaman terhadap orang-orang yang merusak stabilitas Irak, mengancam para
Khawarij, dan teguran bagi mereka yang malas berjihad. Hajjaj mengancam akan
membunuh orang-orang yang malas untuk berangkat berjihad. Mendengar ancaman
itu, rakyat Kufah pun bersegera berangkat berjihad memerangi Khawarij Azariqah.
Saat suasana Kufah sudah mulai bisa dikendalikan, Hajjaj berangkat menuju
Bashrah. Sesampainya di Bashrah, rakyat Bashrah ternyata sudah ciut nyalinya
untuk berhadapan dengan Hajjaj. Hajjaj kembali mengancam orang-orang Khawarij
di kota itu agar tidak membuat onar dan kembali menaati khalifah. Hajjaj
mengatakan, “Sesungguhnya aku mengingatkan dan aku tidak akan menimbang-nimbang
setelahnya, aku sudah menegaskan dan aku tidak akan memberi keringanan, aku
sudah mengancam dan tidak akan memaafkan…” Hajjaj berhasil menuntaskan banyak
pergolakan yang terjadi di wilayah Irak, seperti pemberontakan Abdurrahman bin
al-Asy’ats yang dibaiat menjadi khalifah oleh penduduk Irak. Awalnya Ibnu
al-Asy’ats tidak menginginkan menjadi khalifah, ia hanya tidak senang dengan
perlakuan Hajjaj yang teramat zalim, namun situasi kian memanas, dan
orang-orang pun membaiatnya menjadi khalifah. Akibat peperangan Hajjaj dan
Abdurrahman bin al-Asy’ats ini, ribuan jiwa tewas.
Berbiacara
tentang kezaliman dan kekejaman Hajjaj, hal itu adalah sesuatu yang tak
terbantahkan, ia sangat mudah menumpahkan darah orang yang tak bersalah.
Kekejamannya itu menyebabkan beberapa panglima perangnya membelot karena tidak
tahan menerima perintah yang menzalimi kelompok tertentu. Namun pada masanya
juga ada masa-masa perbaikan. Setelah pergolakan di Irak dapat ia atasi, ia
mulai mewujudkan pembangunan fisik di Irak. Pembangunan kantor-kantor,
fasilitas umum dan kesehatan. Sungai-sungai di Irak yang kala itu tidak
memiliki jembatan, dibuatkan Hajjaj jembatan untuk mempermudah masyarakat, ia
juga membuat bendungan untuk menampung air hujan, nantinya bendungan tersebut
digunakan untuk kebutuhan masyarakat dan para musafir. Sedangkan daerah-daerah yang
jauh dari bendungan diperintahkan menggali sumur. Hajjaj juga dikenal detil dan
selektif dalam memilih pegawai pemerintahan, ia benar-benar menunjuk
orang-orang yang capable di bidangnya karena ia sangat benci dengan
kesalahan dan keteledoran. Ia juga berhasil menaklukkan banyak wilayah.
Di antara wilayah yang ditaklukkannya adalah wilayah Balkh, Baikan, Bukhara,
Kasy, Thaliqan (sebuah kota yang mencakup daerah Thakharistan, kota di
Afganistan, dan Thaliqan Qazawin di Iran sekarang), Khawarizm, Kasyan (daerah
di wilayah Iran sekarang), hingga kota-kota perbatasan Cina. Mungkin buah dari
penakulukkan Hajjaj terhadap Bukhara adalah lahirnya seorang imam besar di
Bukhara, Imam Bukhari rahimahullah. Hajjaj juga memerintahkan sepupunya
yang masih sangat belia, pahlawan Islam yang terkenal, Muhammad bin Qasim
ats-Tsaqafi menaklukkan wilayah India, hingga muncullah kerajaan besar di abad
pertengahan, Kerajaan
Mughal. Para sejarawan mengaitkan penaklukkan
Muhammad bin Qasim ast-Tsaqafi ini dengan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam terhadap Bani Tsaqif. Di antara jasa-jasa Hajjaj yang paling
besar adalah keseriusannya dalam memberi titik dan harakat pada huruf-huruf
Alquran. Tidak salah untuk mengatakan bahawa Al-Hajjaj bertanggungjawab
menguatkan pengaruh Dinasti Umayyah pada masa pemerintahan Malik bin Marwan.
Al-Hajjaj mempunyai beberapa panglima yang hebat dan pintar, hampir setaraf
dengan beliau. Kesemua mereka adalah hasil didikan beliau. Beliau adalah Musa bin
Nusair, Muhammad bin Qasim dan Qutaiba
bin Muslim. Di bawah kepimpinan Musa bin Nusair, Afrika
Utara dan Semenanjung Iberia telah berjaya ditawan. Tariq bin Ziyad adalah
panglima Musa bin Nusair yang membantunya menawan Semenanjung Iberia. Muhammad
bin Qasim pula berjaya menawan Turkestan manakala Qutaiba bin Muslim menjelajah
sejauh Pakistan untuk menawan wilayah Sindh.
BAB VII
REFORMASI
YANG MODERAT DAN RADIKAL SERTA REAKSINYA : MASA PEMERINTAHAN SULAIMAN, UMAR II,
DAN YAZID II
Sulaiman
bin Abdul Malik bin Marwan. Dia dilahirkan pada tahun 54 H. Dia adalah adik
dari khalifah sebelumnya al-Walid. Dia menjadi kholifah kurang lebih selama
tiga tahun yaitu pada tahun 96-99M/714-717 H.
ulaiman bin Abdul-Malik (± 674 - 717) ialah Khalifah Bani Umayyah yang
memerintah dari 715 sampai 717. Ayahandanya ialah Abdul-Malik, dan merupakan adik khalifah sebelumnya al-Walid I. Setelah diangkat sebagai khalifah, sulaiman tidak melupakan
orang-orang yang pernah mendukung maksud tersebut. Sungguhpun hajjaj wafat
sebelum al-walid, keluarganya tidak lepas dari pelampiasan dendam sulaiman.
Mereka bersama Muhammad bin qasimdan qutaibah bin muslim mengalami siksaan
berat. Muhammad dan qutaibah akhirnya dibunuh padahal keduanya berjasa
memperluas kekuasaan bani umayyah. Muhammad bin qasim misalnya berhasil
memperluas wilayah sampai ke negeri sind, sedangkan qutaibah berhasil menguasai
khurasan dan daerah di seberang sungai oxus yang meliputi tukharistan, balkh,
Bukhara, Samarkand, dan khawarizm. einginan untuk
menaklukkan Konstantinopel timbul kembali pada masa khalifah Al-Walid
bin Abdul Malik. Untuk itu dia memrintahkan agar jalan menuju kesana terlebih
dahulu diamankan dengan cara meruntuhkan kubu Romawi di sepanjang jalan
tersebut. Tetapi Al-Walid I sudah meninggal sebelum pasukan dikirim.
Sulaiman yang
menggantikan Al-Walid I mencoba melaksanakan rencana tersebut. Perebutan
kekuasaan di lingkungan kekaisaran Bizantium menjadi salah satu faktor pendorong
bagi Sulaiman untuk mewujudkan recana itu. Sulaiman juga mendapat dukungan dari
penguasa Mar’asy yang bernama Leon yang bersedia berjuang bersama kaum muslim
dan berjanji akan memerintah atas nama khlifah jika ia berhasil menduduki
singgasana Bizantium.
Sebuah pasukan
besar yang dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Malik bergerak melalui darat dan
laut dan berhasil mencapai Konstantinopel serta mengepungnya. Tetapi pasukan
ini tidak memperoleh hasil yang berarti karena Leon berkhianat. Leon yang
berhasil menduduki singgasana kekaisaran Bizantium atas bantuan kaum muslim
justru berbalik menyerang mereka. Musim dingin dan terputusnya bantuan serta
perbekalan menimbulkan banyak kesukaran bagi kaum muslim. Akhirnya khalifah
Umar bin Abdul Aziz, yang menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik, memerintahkan
penarikan seluruh pasukan pada tahun 717 M. Dengan demikian pengepungan pun
berakhir dan untuk kedua kalinya Konstantinopel terhindar dari kejatuhannya
dari kaum muslim.
Selain itu
kemajuan juga disumbang oleh Musa ibnu Nushair ke negeri afrika dan usaha
Thariq ibnu Zayyad memasuki Spanyol menyebabkan banyak harta rampasan yang
didapat, akan tetapi hati khalif tidak senang. Sulaiman memberikan penganiayaan
kejam terhadap panglima besar Musa Ibnu Nushair. Dan penganiayaan itu bukanlah
berpangkal kepada maslaah putera mahkota akan tetapi semata-mata timbul dari
ketamakan Sulaiman sendiri, dan kecintaannya berlebih-berlebihan kepada
keduniaan. Menurut riwayat, Musa Ibnu Nushair datang dari Andalusia dengan membawa
hadiah-hadiah dan barang-barang bingkisan. Ketika ia dalam perjalanan Khalifah
Al-Walid I di damaskus jatuh sakit. Dan Sulaiman ingin sekali supaya ia
Al-Walid I meninggal dunia, dan semua bingkisan-bingkisan dari Andalusia itu
jatuh ke tangannya sendiri. Maka ditulislah surat kepada Musa minta supaya
pelan-pelan dalam perjalanannya, hingga ia sampai ke damaskus sebelum Al-Walid
I meninggal dunia. Sebab itu sulaiman menaruh dendam kepadanya. Dan setelah
menjadi khalifah maka disiksanya Musa dan dimasukkannya kedalam penjara.
Disitanya semua harta benda dan dipaksanya dia membayar denda yang besar
jumlahnya, sehingga Musa terpaksa meminta pertolongan bangsa Arab untuk
membayar denda tersebut.
Sulaiman mengambil kekuasaan, dalam, pada lawan politiknya Al-Hajjaj bin
Yusuf. Bagaimanapun, al-Hajjaj meninggal
pada 714, maka Sulaiman menyiksa sekutu politiknya. Di antaranya ada 3 jenderal
terkenal Qutaibah
bin Muslim, Musa
bin Nusair, dan Muhammad
bin Qasim. Seluruhnya ditahan dan kemudian
dibunuh. Di bawah pemerintahannya, ekspansi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Tabiristan. Sulaiman juga memerintahkan serangan ke Konstantinopel, namun gagal.
Di kancah domestik, dengan baik ia telah membangun di Makkah untuk ziarah, dan
mengorganisasi pelaksanaan ibadah. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya
yang luar biasa, namun hukuman matinya pada ke-3 jenderalnya menyuramkan
reputasinya. Ia hanya memerintah selama 2 tahun. Ia mengabaikan saudara dan
putranya, dan mengangkat Umar bin
Abdul-Aziz sebagai penggantinya sebab reputasi
Umar sebagai salah satu dari yang bijaksana, cakap dan pribadi alim pada masa
itu. Dia dikenal sebagai tokoh yang menghidupkan kembali kegiatan shalat di
awal waktu, yang mana pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, shalat selalu
diulur-ulur waktunya. Dia memecat kroni-kroni Hajjaj bin Yusuf,
gubernur Irak yang kejam,
dan melarang adanya nyanyian dan musik. Hanya saja, dia punya kebiasan makan besar; diketahui dalam
catatan Imam Suyuthi, bahwa dalam sekali makan saja
dia dapat menghabiskan 60 delima, seekor kambing, 6 ekor ayam, dan anggur
kering [dari] Tha'if. Pengangkatan
seperti jarang terjadi pada masa itu, walau secara teknis memenuhi cara Islam
untuk mengangkat pengganti, mengingat pengangkatan berkelanjutan tidak. Dia
adalah kholifah ketujuh dari daulat bani Umaiyyah. Dia memperoleh tahta sesuai
dengan wasiat dari ayahnya yaitu Abd al-Malik, agar anaknya Walid dan Sulaiman
menjadi kholifah sesudahnya. Setelah al-Walid I wafat, dia secara otomatis naik
tahta menjadi kholifah menggantikan adiknya. Sebelum menjadi kholifah dia
menjadi gubernur di Ramlan. Sebelum wafat al-Walid pernah bermaksud untuk
memecat Sulaiman dari kedudukannya sebagai putra mahkota. Hal ini dikarenakan
ia ingin mengangkat putranya sendiri yang bernama Abdul Aziz untuk
menggantikannya. Tetapi usaha yang dilakukan al-Walid untuk menggeser putra
mahkota itu berdampak buruk, karena menyebabkan awal pemerintahan Sulaiman
diwarnai dengan aksi balas dendam terhadapnya.
Tatkala duduk sebagai kholifah, dia memerintahkan semua jajaran dan
rakyatnya untuk melakukan sholat tepat pada waktunya dimana sebelumnya
diakhirkan hingga keakhir waktunya. Era sulaiman dikenal kurang baik
dibandingkan dengan pendahulunya (al-Walid) dan penggantinya (Umar II). Para
jenderal yang mengharumkan nama Islam di tiga benua pada masa pendahulunya,
justru dipecat oleh Sulaiman dengan tidak hormat. Seperti Musa dan Thariq
dipecat dan diambil kekayaan mereka dengan alasan mereka tidak patuh pada
perintah Sulaiman. Putra Musa al-Aziz dibunuh dengan alasan menikahi janda
Roderic. Keponakan Musa, al-Ayub dipecat. Ibn Qosim dibunuh secara keji karena
ia adalah keponakan dan menantu Hajaj. Hajaj pernah usulkan kepada al-Walid
untuk pembatalan wasiat Abd al-Malik dan mengangkat putranya Walid sendiri
sebagai khilifah, namun al-Walid wafat dan Hajjaj pun wafat sebelum al-Walid
wafat, maka kemarahannya jatuh kepada keluarga Hajjaj.
Sulaiman bin Abdul Malik naik tahta sebagai khalifah menggantikan
saudaranya, Walid bin Abdul Malik, pada usia 42 tahun. Ia hanya memerintah
selama dua tahun (97 H-99 H). Menurut
sebagian ahli sejarah, menjelang wafatnya, Walid bin Abdul Malik tidak sempat
menunjuk seseorang sebagai pengganti. Para pemuka keluarga Bani Umayyah
akhirnya memutuskan Sulaiman bin Abdul Malik sebagai Khalifah Ketujuh Daulah
Umayyah di Damaskus, Syria. Saat itu Sulaiman sendiri berada di kota Ramallah.
Ia baru mengetahui berita wafatnya Walid setelah sepekan kemudian. Begitu
menjabat khalifah, banyak perubahan yang dilakukan Sulaiman bin Abdul Malik.
Yang terbesar adalah pergantian beberapa pejabat penting pemerintah. Inilah
yang membuat puncak kejayaan Daulah Umayyah menurun. Sebelumnya, Abdul Malik
bin Marwan dan Walid bin Abdul Malik menempatkan tokoh-tokoh terkuat di
beberapa daerah. Misalnya, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim ditempatkan
di wilayah timur, sedangkan Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad ditempatkan
di wilayah barat. Sulaiman bin Abdul Malik memberhentikan ketiga tokoh
tersebut. Musa bin Nushair, penakluk Spanyol dan Portugal, tiba di Damaskus
tiga hari sebelum Walid bin Abdul Malik wafat. Tanpa alasan yang bisa diterima,
Musa bin Nushair diberhentikan dan dibuang ke Madinah. Dua tahun kemudian,
tokoh ini wafat. Putra Musa bin Nushair, Abdul Malik bin Musa yang menjabat
gubernur wilayah Afrika di Kairawan juga diberhentikan. Sebagai penggantinya
diangkatlah Muhammad bin Yazid. Sedangkan Abdul Azis bin Musa, putra Musa bin
Nushair yang menjabat gubernur di wilayah Andalusia yang berkedudukan di
Toledo, dikudeta oleh pasukannya sendiri dan gugur dalam sebuah peperangan.
Sebagai penggantinya, Sulaiman bin Abdul Malik mengangkat Abdurrahman
Ats-Tsaqafi.
Sementara itu, Hajjaj bin Yusuf meninggal terlebih dahulu daripada Walid bin Abdul Malik. Namun demikian, keluarganya tak ada yang luput dari kebijakan Kalifah Sulaiman. Mereka yang masih memegang jabatan langsung diberhentikan. Tindakan fatal lainnya yang dilakukan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik adalah membebaskan para tahanan politik di Irak dan Iran. Dilihat dari sudut kemanusiaan, sekilas tindakan ini positif. Namun di sisi lain, mereka yang menentang pemerintahan selama ini menjadi bebas berbuat apa saja. Ketika masih hidup, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim sepakat untuk mengangkat Abdul Azis bin Walid sebagai calon pengganti sang khalifah. Namun, Walid bin Abdul Malik meningga sebelum sempat menetapkan keputusan itu. Itulah yang membuat Khalifah Sulaiman tidak senang dengan Hajjaj dan Qutaibah. Rasa tidak senang itu sudah terbaca oleh Qutaibah. Apalagi ketika melihat tindakan Khalifah Sulaiman terhadap keluarga Hajjaj dan Musa bin Nushair. Qutaibah bin Muslim menggerakkan rakyat Khurasan untuk memberhentikan Khalifah Sulaiman. Namun kekuatannya kalah. Ia gugur dalam peperangan. Sebagai gantinya diangkatlah Wakki At-Tamimi. Sedangkan jabatan Hajjaj bin Yusuf tak pernah diisi lagi. Khalifah Sulaiman menunjuk Yazid bin Muhallib sebagai gubernur wilayah Irak dan Iran. Karena kemampuannya, Yazid bin Muhallib diangkat menjadi gubernur wilayah Khurasan menggantikan Wakki At-Tamimi. Selanjutnya, gubernur Yazid melebarkan sayap kekuasaannya ke daerah Tabaristan dan Jurjan. Sementara itu, kemenangan Panglima Maslamah bin Abdul Malik di daerah Asia Kecil pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik, membuat geger imperium Romawi Timur. Hal itu membangkitkan minat Khalifah Sulaiman untuk menaklukkan Konstantinopel. Ia pun mempersiapkan bala bantuan berkuatan 120.000 orang untuk memperkuat pasukan saudaranya. Khalifah Sulaiman sendiri ikut dalam pasukan itu. Namun ia terpaksa berhenti di Caesarea wilayah Galtia karena sakit. Sedangkan Maslamah dan pasukannya meneruskan perjalanan. Pasukan Romawi tidak mengadakan perlawanan. Mereka bertahan di benteng Konstantinopel dalam kepungan pasukan kaum Muslimin yang cukup lama.
Di awal pemerintahannya diwarnai dengan aksi balas dendam terhadap pemimpin-pemimpin besar yang pernah ada dalam sejarah. Pada masa pemerintahannya dia hendak melaksanakan aksi balas dendam terhadap hajjaj yang mendukung Walid ketika Walid mau mengesampingkan hak dia sebagai pengganti kholifah. Para pemimpin itu sebelumnya telah sepakat dengan saudaranya, Walid, untuk menurunkan sulaiman dari kedudukannya sebagai putra mahkota dan menggantinya dengan anaknya. Mereka yang setuju itu adalah Muhammad bin Qosim dan Qutaibah bin Muslim. Tetapi ada pula orang berkata bahwa Qutaibah ibnu Muslimlah yang lebih dahulu berusaha untuk memecat Sulaiman, lantaran ia sangat takut kepadanya. Karena itu, maka Bani Tamim yang merupakan inti dalam pasukan Qutaibah memberontak terhadap Qutaibah sendiri. Setelah naik tahta Sulaiman membebaskan siapa saja yang dipenjara oleh Al Hajjaj dan dia menindas para pendukung Walid. Akibat perlakuan buruk terhadap para pahlawan termasyur ini perkembangan islam menjadi terganggu. Pada masanya dia bersikap baik terhadap bangsa Arab Yaman dan memusuhi Arab Hijjaz. Yazid bin Muhallab yang tidak disukai pada masa pemerintahannya Walid kembali memperoleh kekuasaan sebagai gubernur khurasan. Prestasi Sulaiman yang patut dicatat adalah ia membatalkan wasiaaat ayahnya dan mengangkat Umar II sebagai penggantinya. Menurut penulis Sulaiman membayar hutang budi kepada Umar II, barangkali inilah salah satu faktor dan sekaligus sebagai balas jasa kepada Umar II yang membela Sulaiman ketika al-Walid memaksa dalam pertemuan rahasia antara kholifah dengan tiga orang Gubernur Jendral -Musa, Hajjaj, Umar II, dimana Umar II menolak untuk mengkhianati seorang yang kepadanya memberikan sumpah setia saat menjabat sebagai Gubernur semasa Abd Malik selama tujuh tahun. Umar II memprotes wasiat Abd Malik itu bahwa sesudah al-Walid I, Sulaiman menjadi putra mahkota ,hanya dapat diubah apabila rakyat setuju maka harus diserahkan dulu kepada kehendak rakyat. Menjelang Sulaiman wafat ia tinggalkan wasiat tertulis yang menetapkan umar. sebagai penggantinya. Penaklukan dimasa pemerintahannya sangatlah terbatas. Dikawasan barat dia menyerang Konstatinopel melalui darat dan laut. Pada tahun 98H/716 M, Sulaiman dengan petunjuk jendral Bizantium, bernama Leo memutuskan untuk menaklukan Konstatinopel. Untuk tujuan ini dia mengirim satu pasukan dibawah pimpinan maslamah yang menyebrangi Helespoin tanpa mendapat perlawanan dan mengepung Konstatinopel. Tetapi tanpa diduga leo diangkat oleh bangsa romawi yang ketakutan untuk menduduki tahta kerajaan. Karena itu Leo memutuskan hubungan dengan Islam. Orang Islam dikalahkan dan mengalami kesulitan karena kelaparan, kedinginan dan penyakit sampar selama satu tahun. Armada itu terpaksa mundur. Kholifah juga sangat terkejut dengan pengkhianatan Leo. Penyerangan ini dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Mali. Maslamah terus tinggal disitu dan berjanji tidak akan kembali sebelum menaklukan Konstatinopel. Sedangkan dikawasan lain Yazid bin Muhallab berhasil menaklukan Jurjan dan mengirimkan harta rampasan yang berlimpah ruah kepadanya. Sehingga pada masanya terjadi ekspansi ke Iran. Selain ekspensi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Thibristan. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa namun hukuman matinya kepada ke tiga jendralnya menyuramkan reputasinya. Dimasa pemerintahannya dia terkenal dengan kehidupannya yang mewah. Dia sangat baik terhadap para sahabatnya namun sangat kejam terhadap musuh-musuhnya.Satu-satunya jasa yang diberikan kepada negara adalah dia mengangkat saudara sepupunya yang handal, Umar untuk menduduki tahta kerajaan yang karena perbuatan besarnya dia disebut “kunci rahmat”.
Sementara itu, Hajjaj bin Yusuf meninggal terlebih dahulu daripada Walid bin Abdul Malik. Namun demikian, keluarganya tak ada yang luput dari kebijakan Kalifah Sulaiman. Mereka yang masih memegang jabatan langsung diberhentikan. Tindakan fatal lainnya yang dilakukan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik adalah membebaskan para tahanan politik di Irak dan Iran. Dilihat dari sudut kemanusiaan, sekilas tindakan ini positif. Namun di sisi lain, mereka yang menentang pemerintahan selama ini menjadi bebas berbuat apa saja. Ketika masih hidup, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim sepakat untuk mengangkat Abdul Azis bin Walid sebagai calon pengganti sang khalifah. Namun, Walid bin Abdul Malik meningga sebelum sempat menetapkan keputusan itu. Itulah yang membuat Khalifah Sulaiman tidak senang dengan Hajjaj dan Qutaibah. Rasa tidak senang itu sudah terbaca oleh Qutaibah. Apalagi ketika melihat tindakan Khalifah Sulaiman terhadap keluarga Hajjaj dan Musa bin Nushair. Qutaibah bin Muslim menggerakkan rakyat Khurasan untuk memberhentikan Khalifah Sulaiman. Namun kekuatannya kalah. Ia gugur dalam peperangan. Sebagai gantinya diangkatlah Wakki At-Tamimi. Sedangkan jabatan Hajjaj bin Yusuf tak pernah diisi lagi. Khalifah Sulaiman menunjuk Yazid bin Muhallib sebagai gubernur wilayah Irak dan Iran. Karena kemampuannya, Yazid bin Muhallib diangkat menjadi gubernur wilayah Khurasan menggantikan Wakki At-Tamimi. Selanjutnya, gubernur Yazid melebarkan sayap kekuasaannya ke daerah Tabaristan dan Jurjan. Sementara itu, kemenangan Panglima Maslamah bin Abdul Malik di daerah Asia Kecil pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik, membuat geger imperium Romawi Timur. Hal itu membangkitkan minat Khalifah Sulaiman untuk menaklukkan Konstantinopel. Ia pun mempersiapkan bala bantuan berkuatan 120.000 orang untuk memperkuat pasukan saudaranya. Khalifah Sulaiman sendiri ikut dalam pasukan itu. Namun ia terpaksa berhenti di Caesarea wilayah Galtia karena sakit. Sedangkan Maslamah dan pasukannya meneruskan perjalanan. Pasukan Romawi tidak mengadakan perlawanan. Mereka bertahan di benteng Konstantinopel dalam kepungan pasukan kaum Muslimin yang cukup lama.
Di awal pemerintahannya diwarnai dengan aksi balas dendam terhadap pemimpin-pemimpin besar yang pernah ada dalam sejarah. Pada masa pemerintahannya dia hendak melaksanakan aksi balas dendam terhadap hajjaj yang mendukung Walid ketika Walid mau mengesampingkan hak dia sebagai pengganti kholifah. Para pemimpin itu sebelumnya telah sepakat dengan saudaranya, Walid, untuk menurunkan sulaiman dari kedudukannya sebagai putra mahkota dan menggantinya dengan anaknya. Mereka yang setuju itu adalah Muhammad bin Qosim dan Qutaibah bin Muslim. Tetapi ada pula orang berkata bahwa Qutaibah ibnu Muslimlah yang lebih dahulu berusaha untuk memecat Sulaiman, lantaran ia sangat takut kepadanya. Karena itu, maka Bani Tamim yang merupakan inti dalam pasukan Qutaibah memberontak terhadap Qutaibah sendiri. Setelah naik tahta Sulaiman membebaskan siapa saja yang dipenjara oleh Al Hajjaj dan dia menindas para pendukung Walid. Akibat perlakuan buruk terhadap para pahlawan termasyur ini perkembangan islam menjadi terganggu. Pada masanya dia bersikap baik terhadap bangsa Arab Yaman dan memusuhi Arab Hijjaz. Yazid bin Muhallab yang tidak disukai pada masa pemerintahannya Walid kembali memperoleh kekuasaan sebagai gubernur khurasan. Prestasi Sulaiman yang patut dicatat adalah ia membatalkan wasiaaat ayahnya dan mengangkat Umar II sebagai penggantinya. Menurut penulis Sulaiman membayar hutang budi kepada Umar II, barangkali inilah salah satu faktor dan sekaligus sebagai balas jasa kepada Umar II yang membela Sulaiman ketika al-Walid memaksa dalam pertemuan rahasia antara kholifah dengan tiga orang Gubernur Jendral -Musa, Hajjaj, Umar II, dimana Umar II menolak untuk mengkhianati seorang yang kepadanya memberikan sumpah setia saat menjabat sebagai Gubernur semasa Abd Malik selama tujuh tahun. Umar II memprotes wasiat Abd Malik itu bahwa sesudah al-Walid I, Sulaiman menjadi putra mahkota ,hanya dapat diubah apabila rakyat setuju maka harus diserahkan dulu kepada kehendak rakyat. Menjelang Sulaiman wafat ia tinggalkan wasiat tertulis yang menetapkan umar. sebagai penggantinya. Penaklukan dimasa pemerintahannya sangatlah terbatas. Dikawasan barat dia menyerang Konstatinopel melalui darat dan laut. Pada tahun 98H/716 M, Sulaiman dengan petunjuk jendral Bizantium, bernama Leo memutuskan untuk menaklukan Konstatinopel. Untuk tujuan ini dia mengirim satu pasukan dibawah pimpinan maslamah yang menyebrangi Helespoin tanpa mendapat perlawanan dan mengepung Konstatinopel. Tetapi tanpa diduga leo diangkat oleh bangsa romawi yang ketakutan untuk menduduki tahta kerajaan. Karena itu Leo memutuskan hubungan dengan Islam. Orang Islam dikalahkan dan mengalami kesulitan karena kelaparan, kedinginan dan penyakit sampar selama satu tahun. Armada itu terpaksa mundur. Kholifah juga sangat terkejut dengan pengkhianatan Leo. Penyerangan ini dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Mali. Maslamah terus tinggal disitu dan berjanji tidak akan kembali sebelum menaklukan Konstatinopel. Sedangkan dikawasan lain Yazid bin Muhallab berhasil menaklukan Jurjan dan mengirimkan harta rampasan yang berlimpah ruah kepadanya. Sehingga pada masanya terjadi ekspansi ke Iran. Selain ekspensi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Thibristan. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa namun hukuman matinya kepada ke tiga jendralnya menyuramkan reputasinya. Dimasa pemerintahannya dia terkenal dengan kehidupannya yang mewah. Dia sangat baik terhadap para sahabatnya namun sangat kejam terhadap musuh-musuhnya.Satu-satunya jasa yang diberikan kepada negara adalah dia mengangkat saudara sepupunya yang handal, Umar untuk menduduki tahta kerajaan yang karena perbuatan besarnya dia disebut “kunci rahmat”.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat dalam usia 45 tahun.
Keinginannya untuk menaklukkan ibukota Konstantinopel gagal. Di antara yang
dapat dikenang pada masa pemerintahannya adalah menyelesaikan pembangunan
Masjid Al-Jami’ Al-Umawi yang dikenal megah dan agung di Damaskus. Khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik mempunyai seorang putra mahkota bernama Ayyub bin
Sulaiman yang sudah ia siapkan sebagai penggantinya. Namun sayang, sang putra
meninggal dunia sebelum niat ayahnya tercapai. Khalifah Sulaiman berniat
mencalonkan putranya yang lain, namun karena masih terlalu muda, Raja’ bin
Haiwa’, seorang tabiin penasihat utama istana menyarankan agar niat itu
ditunda. Raja’ mengusulkan nama Umar bin Abdul Azis. Lobi yang dilakukan Raja’
berhasil. Umar bin Abdul Azis pun diangkat sebagai khalifah kedelapan pengganti
Sulaiman bin Abdul Malik. Umar bin Abdul-Aziz, bergelar Umar II, lahir pada
tahun 63 H / 682 – Februari 720;
umur 37–38 tahun adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa
dari tahun 717
(umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia
bukan merupakan keturunan dari khalifah sebelumnya,
tetapi ditunjuk langsung, di mana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya,
Sulaiman. Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab
terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab.
"Khalifah Umar sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di
sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam ia mendengar dialog seorang anak
perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin. Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita
tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”
Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin
melarang kita berbuat begini” Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa,
Amirul Mukminin tidak akan tahu”. Balas si anak “Jika Amirul Mukminin
tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”. Umar yang mendengar
kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah,
Umar bin
Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu. Kata Umar, "Semoga
lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan
memimpin orang-orang Arab dan Ajam”. Asim yang taat tanpa banyak tanya
segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan
bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu
Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada
saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya
menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh
berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana
keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah,
sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka
yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal
tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan Al-Walid I untuk
memberhentikan Umar. Al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan
memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah memiliki
reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu. Hari kedua dilantik
menjadi khalifah, ia menyampaikan khutbah umum. Diujung khutbahnya, ia berkata
“Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas al-Quran, aku
bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah
malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik
dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya
dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang
yang paling banyak dosa di sisi Allah” Ia kemudian duduk dan menangis
"Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar Ibn Abdul Aziz.
Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh 2 tahun
5 bulan 5 hari. Pemerintahannya sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan
tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang
menggunung itu terpaksa diiklankan kepada sesiapa yang tiada pembiayaan untuk
bernikah dan juga hal-hal lain. Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa
pemerintahan al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid,
Sulaiman. Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan
menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan
khalifah dan menunjuk Umar. Umar hidup dalam keluarga yang terhormat dan kaya,
segala fasilitas kemewahan hidup melimpah. Selain itu Umar juga sangat terdidik
kagamaannya karena bapaknya adalah seorang yang berjiwa toleran dan dermawan
yang sangat terkenal wara’ serta taqwanya dan senang duduk bersama para sahabat
dan para perawi hadith. Ibunya pun terkenal wanita yang berakhlak mulia, wara’
dan taqwa. Masa kecil Umar banyak belajar bersama paman-pamannya di Madinah dan
Umar kecil telah hafal al-qur’an, disanalah ia banyak belajar ilmu sehingga
menjadi faqih dalam agama dan menjadi perawi hadith. Selain itu beliau juga
tekun belajar kesusasteraan dan syair. Pendidikan yang diperoleh dalam masa
tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap sifat-sifatnya yang istimewa dan
terpuji. Selain itu Khalifah Umar bin abdul Aziz juga berada dibawah
pengaruh para teolog dan selama berabad-abad dikenal dengan kesalehannya dan
kezuhudannya, berbeda jauh dengan corak pemerintahan umayah yang dikenal
sekuler. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai sufinya dinasti umayah.
Setelah ayahnya wafat pada 85 H/704 M Umar dibawa ke Damsik oleh pamannya yaitu
khalifah Abd al-Malik bin Marwan Bin Hakam dan dikawinkan dengan putrinya
fatimah, maka lengkaplah kebahagiaan secara dhohir. Atas sifat kearifan dan
kelayakan yang dimiliki maka pada masa khalifah Al Walid tahun 87 H/705 M
beliau diangkat menjadi gubernur hijaz yang berpusat di Madinah. Kehidupan Umar
adalah kehidupan yang penuh bergelimang harta dan tenggelam dalam kemewahan
yang biasa dilakukan oleh bani umayyah. Ia dididik dan dibesarkan dalam istana
yang penuh kenikmatan dan kemakmuran hidup. Harta kekayaan berlimpah-limpah,
sehingga ia memiliki tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syam, Mesir, Yaman dan
Bahrain. Dari sana ia mendapat penghasilan yang besar sebanyak 40.000 dinar
setiap tahun.
Khalifah
Umar bin abdul Aziz telah mengenal wangi-wangian, pakaian sutera
sebagaimana ia mengenal nyanyi-nyanyian, hal ini tentunya tidak mengherankan
Umar sebagai pejabat dan keluarga khalifah sangatlah wajar jika iapun menikmati
segala fasilitasnya. Parfum yang dipakai sangat mahal seharga 1000 dirham,
bahkan mereka tahu bila Umar pernah melewati suatu jalan hanya karena wangi
parfumnya. Ibnu ’Abdil hakam meriwayatkan, bahwa Umar masih menganggap kasar
pakaian yang seharga 800 dirham. Umar juga memanjangkan rambutnya, kain
diturunkannya dan jika dia jalan diperindah jalannya, sehingga cara Umar
berjalan itu di sebut orang ”Umariyah”, yaitu “Lenggang Umar” dan para
dayang-dayang suka menirunya karena indah dan gemulainya cara jalan Umar.
Disamping itu Umar melengkapi istananya dengan perabot-perabot yang paling
mewah dan mahal harganya. Tak heran jika pada masanya Umar adalah sebagai tolok
ukur kehidupan kaum ”jetset” kehidupan yang sangat sempurna dalam pandangan
manusia. Khalifah Umar bin abdul Aziz
berkuasa sebagai gubernur Madinah selama 7 tahun. Pada akhirnya ia dipecat oleh
Al-Walid hal ini disebabkan Umar terlalu lembut menghadapi musuh-musuh bani
Umaiyah. Dalam sumber buku lain disebutkan karena Umar tidak setuju atas sikap
al-walid untuk memecat Sulaiman Ibn Abdil malik dari kedudukannya sebagai putra
mahkota dan digantikan untuk mengangkat putranya. Pada masa akhir kekuasaan
Sulaiman, Umar ditunjuk untuk menggantikan kekhalifahan setelah Sulaiman.
Pada
saat Sulaiman sakit maka dipanggillah Raja’ Ibn Haiwah untuk berkonsultasi
tentang penggantinya kelak. Sulaiman menanyakan bagaimana sifat Umar kepada
Raja’ dan ia menyatakan pujiannya terhadap pribadi Umar. Dari musyawarah
tersebut maka diperoleh kesepakatan untuk mengangkat Umar Ibn Abd Al-‘Aziz menjadi
khalifah sesudahnya dan Yazid Ibn Abd Al-Malik sebagai
khalifah setelah Umar. Oleh karena itu
setelah Sulaiman wafat maka diangkatlah Umar Ibn Abd Al-‘Aziz sebagai khalifah.
Dalam pengangkatan umar tidaklah semudah melimpahkan kekuasaan begitu saja
kepada umar. Hal ini karena umar bukanlah apa-apa dari kholifah sulaiman bin
Abdul Malik. Tapi melalui pengangkatan Ayyub bin Sulaiman. Belum sempat
menjalankan pemerintahan beliau meninggal saat berburu. Sehingga membuat resah
Kholifah Sulaiman yang memandang putra-putranya masih sangat kecil, sehingga
tidak mungkin untuk memberikan tongkat kekholifahan kepada anak kecil, akhirnya
beliau meminta pendapat kepada Raja’ bin Haiwah, siapakah yang kiranya pantas
menggantikan kedudukannya. Akhirnya raja’ mengusulkan umar bin abdul aziz yang
terkenal bagus akhlaknya, disukai masyarakat, serta sudah banyak memberikan
jasa pada pemerintah. Dari sinilah awal sejarah perubahan kehidupan seorang
Umar Ibn Abd Al-‘Aziz yang berubah 180% dari kehidupan bayang-bayang bani
Umaiyah. Belaiu dapat menegakkan keadilan, perdamaian dan kemakmuran keseluruh
negeri. Beliau memegang kekholifahan bani Umayyah tidak begitu lama, hanya 2
tahun lima bulan mampu mengharumkan Nama Umayyah. Mulai dari awal beliau
memerintah sampai akhir beliau menjabat selalu diridukan oleh umat. Khalifah
Umar Ibn Abd al-‘Aziz wafat di bulan Rajab (Februari) tahun 101 H/720 M. Di rumahnya
yang sederhana di ibukota kerajaan Islam, Damaskus, dalam usia 40 tahun dan
berkuasa kurang lebih dua setengah tahun. Beberapa ahli sejarang mengatakan
bahwa sistem pemerintahan yang dipakai oleh Khalifah Umar bin abdul Aziz
termasyhur seperti halnya pemeritahan orthodox yang dilakukan Abu Bakar
dan Umar bin Khattab. Beda dengan Kholifah-kholifah sebelumnya yang menggunakan
Monarchi Herideti. pembaharuan yang dimulai dari diri sendiri dan
keluarga. Dalam buku A Study of Islamic History (186:2009), Ali
menyebutkan bahwa karakter pemerintahan Umar II (Umar Ibn Abd Al-Aziz)
diarahkan pada kebijakan internal dalam negeri di mana hasilnya adalah
luarbiasa mengagumkan. Ia memilih pemimpin-pemimpin baru di posisi paling
penting bukan karena ia memiliki partai atau mewakili golongan, tetapi karena
pendirian dan kejujurannya. Misalnya, di Spanyol ia menunjuk Samh Bin Malik,
orang Yaman, dan di Afrika ia menunjuk Ismail Bin Abdillah. Ia baik pada
keluarga Ali dan menyerukan doa setiap hari Jumat bagi Ali. Khalifah Umar bin
abdul Aziz menyadari dengan baik bahwa ia adalah bagian dari masa lalu. Ia
tidak mungkin sanggup melakukan perbaikan dalam kehidupan negara yang luas
kecuali kalau ia berani memulainya dari dirinya sendiri, kemudian
melanjutkannya pada keluarga intinya dan selanjutnya pada keluarga istana yang
lebih besar. Maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah membersihkan
dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah ia memulai
sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.
Setelah
Khalifah Umar bin abdul Aziz dibaiat menjadi khalifah maka dilakukan pemakaman
Khalifah Sulaiman, datanglah pada Khalifah Umar kendaraan raja yang berupa unta
tunggangan dan pengangkut barang yang dipersembahkan, tapi oleh Umar hanya satu
unta yang diambil dan yang lainnya dijual hasilnya diserahkan ke baitul mal.
Begitu juga dengan permadani, alas kaki khalifah juga dijual untuk diberikan
pada baitul mal. Dalam pembai’atan Umar,
beliau bukanya mengucapkan “Alhamdulillah” seperti halya orang-orang yang
baru saja menerima nikmat. Akantetapi yang diucapkan pertamakali adalah “Innalillahi
wainna ilaihi roji’un”, karena ia memandah sebuah amanah kekholifahan
adalah sebuah musibah yang melanda dirinya. Pasca pengangkakan Umar bin Abdul
Aziz beliau lebih dikenal dengan panggilan Umar II, sementara umar I adalah
umar bin Khattab. Umar II adalah sosok pemimpin yang terlahirkan
di istana dan tumbuh sebagai pangeran yang hidupnya serba mewah. Ia selalu
menjadi omongan orang karena kerapian, ketampanan, kewangian dan kegemerlapan
pakaiannya. Bahkan gayanya dalam berjalan yang begitu indah diikuti banyak
orang pula, konon beliau sering terlambat sholat karena pembantunya belum
selesai merapikan rambutnya. Yang lebih hebohnya, ia tidak mau memakai
pakaian lebih dari satu kalikarena diangggapnya telah using. Tiba-tiba ia
meloncat pada tanjakan hidupnya, ia tinggalkan segala kemewahan dan
kemanjaanya. Menjadikan gaya hidupnya serta keluarganya yang sangat sederhana
menyamai rata-rata kehidupan masyarakatnya. Umar juga menyerahkan semua
tanah dan harta yang dimiliki ke baitul mal karena diyakini harta yang diwarisi
tersebut bukan haknya tetapi hak rakyat. Begitu juga sikap ini diberlakukan
pada istrinya agar memilih untuk mengikuti jalan Umar atau meninggalkannya untuk
kembali pada keluarganya, karena Umar menyadari bahwa istrinya adalah orang
yang tidak pernah merasakan sengsara kekurangan harta, akan tetapi fatimah
binti malik memilih untuk tetap mendapingi suaminya sampai akhir hayat.
Sehingga harta yang ia miliki diserahkan ke baitul mal dan tinggal menyisakan
sekedarnya. Khalifah Umar bin abdul Aziz juga menghindari makan-makanan yang
lezat dan tidak mau dilayani, belaiu melayani dirinya sendiri. Pakaian yang ia
pakai adalah pakaian yang sangat sederhana, Ibn ‘Abdil Hakam meriwayatkan
pakaian seharga 8 dirham itu masih sangat halus ini jauh sekali sebelum Umar
menjadi khalifah pakaiannya seharga 800 sampai 1000 dirham. Rambut yang tadinya
dipanjangkan dipotong dan Umar membasuh dirinya dari bekas-bekas minyak wangi.
Dijualnya semua pakaian dan wangi-wangian yang ada padanya dan uangnya
diserahkan ke baitul mal. Pola hidupnya berubah secara total, dari seorang
pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang
abadi.
Umar tidak mau hidup di istana dia hanya menempati sebuah rumah yang sederhana dekat sebuah masjid. Dari sikap Umar yang berubah sangat jauh dari kebiasaannya selama ini dapat menunjukkan pada kita bahwa kebanyakan pimpinan adalah miskin sebelum menjadi pemimpin dan menjadi kaya raya saat memimpin dan ini tidak berlaku bagi Umar, dia kaya sebelum menjadi khalifah dan miskin setelah menjadi khalifah. Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pembersihan KKN. Umar seorang pemimpin telah menunjukkan tekadnya, dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan. Pembaharuan dalam masa pemerintahannya penekanan bidang politik Umar adalah lebih kepada pembenahan dalam negeri. Kegiatan peperangan dan penaklukan dihentikan. Semua pasukan yang mengepung Konstantinopel ditarik begitu juga yang ada di kawasan bekas jajahan Byzantine. Tujuannya adalah untuk mewujudkan keamanan serta memberi peluang kepada para tentara untuk istirahat dan pulang bersama-sama keluarga mereka. Umar lebih memilih damai dalam penyelesaian masalah. Dialog adalah salah satu cara Umar untuk menghadapi musuh dalam negeri, hal ini dilakukan pada saat dia berdialog dengan kaun khawarij. Umar meyakinkan kaum khawarij dengan dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang dapat memuaskan hati mereka. Maksudnya adalah mereka dapat menerima argumentasi yang disampaikan Umar, sehingga pada masa ini tidak terjadi konflik yang menonjol dalam negeri. Mengatur para penguasa dan pejabat daerah, bersikap netral dan Para gubernur yang zhalim dan semena-mena dipecat dan ia benar-benar memilih para gubernur atau pejabat yang dapat memegang amanah. Bahkan Khalifah Umar memecat Jarrah bin Abdillah Al-Hukmi gubernur Khurasan, gubernur yang ia pilih tetapi tidak dapat melaksankan tugas sesuai harapannya. Jarrah bin Abdillah ketahuan memungut jizyah dari para muallaf. Pada masa ini tidak ada KKN karena Umar memilih pejabat sesuai dengan kapabilitasnya. Untuk menghindari mereka dari khianat maka para gubernur gajinya dinaikkan 3000 dinar. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah memantapkan sumber pendapatan negara melalui yang pertama mengandalkan pajak tanah, pajak tanaman baik muslim maupun non muslim. Untuk pajak masa Umar tidak membedakan muslim ataupun non muslim mereka sama-sama mempunyai kwajiban pajak. Yang kedua membedakan antara pajak jizyah dan pajak kharaj pajak jizyah dihapuskan bagi oang muslim non Arab, ini menunjukkan pada kita bahwa Umar telah menyamaratakan hak antara bangsa arab dan non arab yang hanya berpijak pada kesamaan aqidah Islam, sehingga dengan sendirinya mawalli ini terhapus pada masanya. Sebagai pendukung penghapusan mawalli maka digalakkanlah asimilasi perkawinan antara arab dan non arab. Adapun untuk pajak kharaj antara muslim dan muslim atau antara arab dan non arab sama. Zakat juga dikenakan pada ummat muslim saja. Yang ketiga adalah menghapus segala perayaan (mahrajan) kebiasaan pesta berfoya-foya dan pemberian hadiah ditiadakan karena hal ini termasuk pemborosan dan menyalahgunakan harta rakyat. Pertanian dan perhubungan pada masa Umar juga diperhatikan. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki dan menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif, sebagai pendukung banyak digali sumur-sumur baru. Untuk mewujudkan kepeduliannya terhadap transformasi maka dibangunlah jalan-jalan dan penginapan untuk orang yang melakukan perjalan jauh. Dan tidak ketinggalan pula banyak dibangun masjid-masjid tetapi Umar tidak mementingkan segi keindahannya. Hal ini dilakukan Umar karena lebih mementingkan fakir miskin yang sedang kelaparan daripada pembiayaan untuk memperindah dinding-dinding dan perabot-perabot.
Umar tidak mau hidup di istana dia hanya menempati sebuah rumah yang sederhana dekat sebuah masjid. Dari sikap Umar yang berubah sangat jauh dari kebiasaannya selama ini dapat menunjukkan pada kita bahwa kebanyakan pimpinan adalah miskin sebelum menjadi pemimpin dan menjadi kaya raya saat memimpin dan ini tidak berlaku bagi Umar, dia kaya sebelum menjadi khalifah dan miskin setelah menjadi khalifah. Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pembersihan KKN. Umar seorang pemimpin telah menunjukkan tekadnya, dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan. Pembaharuan dalam masa pemerintahannya penekanan bidang politik Umar adalah lebih kepada pembenahan dalam negeri. Kegiatan peperangan dan penaklukan dihentikan. Semua pasukan yang mengepung Konstantinopel ditarik begitu juga yang ada di kawasan bekas jajahan Byzantine. Tujuannya adalah untuk mewujudkan keamanan serta memberi peluang kepada para tentara untuk istirahat dan pulang bersama-sama keluarga mereka. Umar lebih memilih damai dalam penyelesaian masalah. Dialog adalah salah satu cara Umar untuk menghadapi musuh dalam negeri, hal ini dilakukan pada saat dia berdialog dengan kaun khawarij. Umar meyakinkan kaum khawarij dengan dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang dapat memuaskan hati mereka. Maksudnya adalah mereka dapat menerima argumentasi yang disampaikan Umar, sehingga pada masa ini tidak terjadi konflik yang menonjol dalam negeri. Mengatur para penguasa dan pejabat daerah, bersikap netral dan Para gubernur yang zhalim dan semena-mena dipecat dan ia benar-benar memilih para gubernur atau pejabat yang dapat memegang amanah. Bahkan Khalifah Umar memecat Jarrah bin Abdillah Al-Hukmi gubernur Khurasan, gubernur yang ia pilih tetapi tidak dapat melaksankan tugas sesuai harapannya. Jarrah bin Abdillah ketahuan memungut jizyah dari para muallaf. Pada masa ini tidak ada KKN karena Umar memilih pejabat sesuai dengan kapabilitasnya. Untuk menghindari mereka dari khianat maka para gubernur gajinya dinaikkan 3000 dinar. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah memantapkan sumber pendapatan negara melalui yang pertama mengandalkan pajak tanah, pajak tanaman baik muslim maupun non muslim. Untuk pajak masa Umar tidak membedakan muslim ataupun non muslim mereka sama-sama mempunyai kwajiban pajak. Yang kedua membedakan antara pajak jizyah dan pajak kharaj pajak jizyah dihapuskan bagi oang muslim non Arab, ini menunjukkan pada kita bahwa Umar telah menyamaratakan hak antara bangsa arab dan non arab yang hanya berpijak pada kesamaan aqidah Islam, sehingga dengan sendirinya mawalli ini terhapus pada masanya. Sebagai pendukung penghapusan mawalli maka digalakkanlah asimilasi perkawinan antara arab dan non arab. Adapun untuk pajak kharaj antara muslim dan muslim atau antara arab dan non arab sama. Zakat juga dikenakan pada ummat muslim saja. Yang ketiga adalah menghapus segala perayaan (mahrajan) kebiasaan pesta berfoya-foya dan pemberian hadiah ditiadakan karena hal ini termasuk pemborosan dan menyalahgunakan harta rakyat. Pertanian dan perhubungan pada masa Umar juga diperhatikan. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki dan menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif, sebagai pendukung banyak digali sumur-sumur baru. Untuk mewujudkan kepeduliannya terhadap transformasi maka dibangunlah jalan-jalan dan penginapan untuk orang yang melakukan perjalan jauh. Dan tidak ketinggalan pula banyak dibangun masjid-masjid tetapi Umar tidak mementingkan segi keindahannya. Hal ini dilakukan Umar karena lebih mementingkan fakir miskin yang sedang kelaparan daripada pembiayaan untuk memperindah dinding-dinding dan perabot-perabot.
Keadaan
perekonomian dimasa khalifah Umar ini telah masuk kedalam taraf yang
menakjubkan, semua literatur yang ada pada kita menguatkan bahwa kemiskinan,
kemelaratan dan kepapaan diatasi pada masa ini. Boleh dikatakan mereka yang
ingin mengeluarkan zakat sangat sukar untuk memperoleh orang yang mau menerima.
Langkah yang telah dilakukan adalah redistribusi kekayaan negara secara adil.
Dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi,
penyederhanaan sistem administrasi, pada dasarnya Umar telah menghemat belanja
negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan
di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar sumber-sumber
pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah. Dalam konsep distribusi
zakat, penetapan delapan objek penerima zakat atau mustahiq, sesungguhnya
mempunyai arti bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus
mempunyai dampak pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah.
Sehingga dengan meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut
merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat, yang selanjutnya
mendorong meningkatnya suplai. Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka
produksi juga akan ikut meningkat. Jadi, pola distribusi zakat bukan hanya
berdampak pada hilangnya kemiskinan absolut, tapi juga dapat menjadi faktor
stimulan bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat makro. Itulah yang kemudian
terjadi di masa Khalifah Umar bin abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus
meningkat, sementara jumlah penerima zakat terus berkurang, bahkan habis sama
sekali. Para amil zakat berkeliling di pelosok-pelosok Afrika untuk membagikan
zakat, tapi tak seorang pun yang mau menerima zakat. Artinya, para mustahiq
zakat benar-benar habis secara absolut. Sehingga negara mengalami surplus. Maka
redistribusi kekayaan negara selanjutnya diarahkan kepada subsidi pembayaran
utang-utang pribadi (swasta), dan subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan
kebutuhan dasar yang sebenarnya tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya
perkawinan. Suatu saat akibat surplus yang berlebih, negara mengumumkan bahwa
“negara akan menanggung seluruh biaya pernikahan bagi setiap pemuda yang hendak
menikah di usia muda.” Yahya Ibn Sa’id membawakan suatu riwayat:
Katanya Umar Ibn Abdul ’Aziz telah mengutus aku ke Afrika Utara untuk
membagi-bagikan zakat penduduk di sana. Maka aku laksanakan perintah itu, lalu
aku cari orang-orang fakir miskin untuk kuberikan zakat pada mereka. Tetapi aku
tidak mendapatkan seorangpun juga dan kami tak menemukan orang yang mau
menerimanya. Umar benar-benar telah menjadikan rakyatnya kaya. Akhirnya kubeli
dengan zakat itu beberapa orang hamba sahaya yang kemudian kumerdekakan.
Ulama-ulama
kita bahkan menyebut Umar Bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama
hijriyah, bahkan juga disebut sebagai khulafa rasyidin kelima. Mungkin
indikator kemakmuran yang ada ketika itu tidak akan pernah terulang kembali,
yaitu ketika para amil zakat berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika,
tapi mereka tidak menemukan seseorang pun yang mau menerima zakat. Negara
benar-benar mengalami surplus, bahkan sampai ke tingkat dimana utang-utang
pribadi dan biaya pernikahan warga pun ditanggung oleh Negara. Perbaikan-perbaikan
yang dilakukan Umar juga meliputi dinas pos. Dinas pos tidak hanya berfungsi
untuk membawa berita-berita resmi gubernur dan pegawai-pegawai kepada khalifah
saja, akan tetapi juga untuk melayani kepentingan rakyat. Umar memerintahkan
kepada pegawai pos untuk menerima semua surat-surat yang diserahkan orang
padanya untuk disampaikan kepada yang berhak. Adapun da’wah Islam yang
dilakukan Umar kepada golongan-golongan yang tidak Islam itu dengan menggunakan
hikmah-kebijaksaan serta pelajaran yang baik. Mengirim para guru-guru agama
kesegala negara dengan memilih tempat mana yang ia sukai. Bagi yang belum
memeluk Islam diberikan hak dan kebebasan beribadat. Ini menunjukkan toleransi
beragama telah ditanamkan pada masa Khalifah Umar bin abdul Aziz . Dan untuk
menghadapi kaum khawarij Umar lebih mengandalkan dialog dengan menyertakan
dalil-dalil yang kuat sehingga dapat diterima oleh akal mereka. Dalam
masalah agama beliau juga sangat berjasa, terutama dalam penulisan hadis.
Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H),
Gubernur madinah untuk menuliskan hadis yang ada dalam hafalan-hafalan
penghafal hadis. Khalifah Umar bin abdul Aziz juga meniadakan kutukan kepada
Ali bin Abu Thalib di atas mimbar-mimbar sedangkan orang-orang bani umayah
mencacinya. Hal ini tidaklah mengherankan, karena Umar adalah seorang khalifah
yang telah mengikuti jejak ayahnya, Abdul ’Aziz di mesir. Diriwayatkan
daripadanya, bahwa mendiang ayahnya ketika sampai pada penyebutan Amirul
Mukminin Ali suka gagap. Pada waktu itu Umar bertanya: Mengapa ayahanda
bersikap demikian? Dia menjawab: Wahai anaku! Ketahuilah, sekiranya orang-orang
awam mengetahui tentang Ali Bin Abu Thalib seperti yang kita ketahui, niscara
mereka akan lari meninggalkan kita dan mereka pasti akan menggabungkan diri
pada anaknyaUmar juga mengeluarkan kebijakan mengembalikan uang pensiunan
anak-anak yatim yang ditinggalkan oleh orangtuanya yang meninggal di medan
perang. Pada awal pemerintahan Dinasti Umayah, banyak
uang-uang pensiun para pejuang muslim yang gugur di medan pertempuran tidak
diberikan kepada keluarga mereka. Sehingga hal ini membuat para keluarga
pejuang muslim yang gugur, terutama anak-anak yatim, merasa tidak puas.
Telah kita ketahui bahwa Umat II, sebelum menjadi kholifah adalah orang yang
paling kaya raya. Akan tetapi saat beliau mau wafat, ia hanya menyisakan
pakaiannya yang ia pakai dan 17 dinar uang. Yang mana 17 dinar itu digunakan
untuk perawatan jenazahnya; 5 dinar untuk kain kafan, 2 dinar untuk tanah
pekuburan, dan 10 dirham untuk dibagikan kepada anak-anaknya.
Yazid
bin Abdul-Malik atau Yazid II (687 - 724) ialah Khalifah Bani
Umayyah yang berkuasa antara 720 sampai kematiannya pada 724. Pengangkatan Yazid dihantam oleh konflik
internal dan eksternal di sana-sini. Sejumlah perang saudara mulai pecah di
bagian yang berbeda dari kekhilafahan seperti Spanyol, Afrika dan di
timur. Reaksi keras oleh penguasa Bani
Umayyah tak membantu persoalan, dan kelompok
anti-Umayyah mulai memperoleh kekuasaan di antara mereka yang tak puas. Ini
menyebabkan kelompok seperti Bani
Abbasiyah mulai membangun dasar kekuatan yang akan
digunakannya untuk merobohkan Khilafah Bani
Umayyah. Namun Khilafah Bani
Umayyah belum benar-benar surut. Yazid II meninggal
pada 724 karena tuberkulosis. Ia digantikan saudaranya Hisyam. Insiden khusus dari masa pemerintahannya
terjadi dalam Pertempuran Karbala di mana
cucu Nabi Muhammad, Husain
bin Ali beserta pengikutnya terbunuh. Tidak hanya Husain tokoh
terkemuka yang menentang kenaikan Yazid ke kursi kekhalifahan; ia juga
ditentang Abdullah bin Zubair yang
menyatakan menjadi khalifah sesungguhnya. Saat orang-orang Hejaz mulai
memberikan kesetiaan pada Abdullah, Yazid mengirim pasukan untuk mengamankan
daerah itu, dan Makkah diserbu. Selama penyerbuan, Ka’bah rusak, namun
pengepungan berakhir dengan kematian mendadak Yazid pada 683. Sebagai lelaki
muda Yazid mengkomando pasukan Arab yang ayahandanya Muawiyah mengirim untuk
mengepung Konstantinopel. Segera setelah itu ia menjadi khalifah, namun banyak
dari yang ayahandanya telah menjaga di bawah pengawasan memberontak
terhadapnya.
Walau
disajikan dalam banyak sumber sebagai penguasa yang risau, dengan penuh
semangat Yazid mencoba melanjutkan kebijakan ayahandanya dan menggaji banyak
orang yang membantunya. Ia memperkuat struktur administrasi khilafah dan
memperbaiki pertahanan militer Suriah, basis kekuatan Bani Umayyah. Sistem
keuangan diperbaiki. Ia mengurangi pajak beberapa kelompok Kristen dan menghapuskan
konsesi pajak yang ditanggung orang-orang Samara sebagai hadiah untuk
pertolongan yang telah disumbangkan di hari-hari awal penaklukan Arab. Ia juga
membayar perhatian berarti pada pertanian dan memperbaiki sistem irigasi di
oasis Damsyik. Ia digantikan putranya Muawiyah
II.
Setelah Khalifah Walid bin Yazid bin Abdul Malik terbunuh oleh para
pengepungnya, jabatan khalifah dipegang oleh Yazid bin Walid bin Abdul Malik.
Ia adalah sepupu sang khalifah. Ayah Yazid adalah Walid bin Abdul Malik,
saudara kandung Yazid bin Abdul Malik, ayah Walid (khalifah sebelumnya). Yazid
bin Walid menjabat sebagai khalifah keduabelas Daulah Umayyah. Para sejarawan
sering menulis namanya dengan Yazid III karena ia adalah sosok ketiga bernama
Yazid yang menjabat khalifah Daulah Umayyah. Yazid I adalah Yazid bin Muawiyah,
khalifah kedua. Yazid II adalah Yazid bin Abdul Malik, khalifah kesembilan.
Sedangkan Yazid III adalah Yazid bin Walid, tokoh yang kini sedang dibahas. Ia
dibaiat sebagai khalifah pada usia 46 tahun. Kebijakan pertama yang ia lakukan
adalah mengurangi jumlah bantuan sosial dan mengembalikannya pada anggaran
biasa seperti pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Kebijakan itu menyebabkan
ia dikenal dengan julukan An-Naqish (sang Pengurang). Masa
pemerintahan Yazid diwarnai dengan beragam kemelut. Hal ini tak mengherankan
karena untuk mendapatkan jabatan khalifahnya,Yazid pun menumpahkan darah dengan
terbunuhnya Walid bin Yazid, khalifah sebelumnya.
Di antara mereka yang mengadakan gerakan ini adalah Sulaiman bin Hisyam. Pada masa pemerintahan Walid bin Yazid, Sulaiman termasuk di antara mereka yang dijebloskan ke penjara. Ketika Khalifah Walid bin Yazid mangkat dan Yazid III naik tahta, Sulaiman dibebaskan. Namun ia melihat dirinya pun berhak atas jabatan khalifah. Ia segera mengerahkan pendukungnya untuk merebut jabatan khalifah dari tangan Yazid. Hanya saja, Khalifah Yazid berhasil membujuknya dan Sulaiman kembali melakukan baiat. Dari negeri Hims juga muncul rencana perebutan kekuasaan. Ketika mendengar terbunuhnya Khalifah Walid bin Yazid, para pendukungnya dari negeri Hims segera bergerak menuju Damaskus. Khalifah Yazid segera mengirimkan pasukan besar untuk menghalaunya. Pasukan Hims kalah dan sisa-sisa tentaranya kembali menyatakan baiat. Selain dua gerakan itu, dari wilayah Armenia dan Kaukasus, muncul juga usaha perebutan kekuasaan. Sejak terbunuhnya Walid bin Yazid, Marwan bin Muhammad segera mempersiapkan rencana kudeta. Rencana berbahaya itu segera terdengar oleh Khalifah Yazid. Ia pun segera mengirimkan utusan kepada Marwan. Sang Khalifah membujuknya agar tak melakukan penyerangan. Ia menjanjikan tambahan wilayah kekuasaan Azerbaijan dan Mosul kepada Marwan. Gubernur Marwan pun setuju dan kembali membaiat.
Tampaknya, fanatisme kesukuan benar-benar telah mewabahi pemerintahan Yazid. Di samping usaha perebutan kekuasaan di atas, dari lembah Irak juga muncul gejolak. Namun gubernurnya berhasil meredam gejolak masyarakat. Penduduk Yamamah juga demikian. Mereka berusaha melakukan kudeta terhadap gubernurnya.
Gejolak di wilayah Khurasan justru lebih parah. Gubernur Nushair bin Sayyaf menolak keinginan Khalifah Yazid yang ingin mengalihkan jabatannya pada Panglima Manshur bin Jamhur. Konflik berdarah pun terjadi. Keadaan pemerintahan Khalifah Yazid semakin tak menentu. Gerakan Abbasiyah yang sejak beberapa tahun terakhir mulai muncul, makin berani unjuk diri. Beragam kerusuhan itu berakibat pukulan batin dari diri Khalifah Yazid. Ia meninggal pada 7 Dzulhijjah 126 Hijriyah setelah sebelumnya mengalami kelumpuhan fisik. Ada yang mengatakan ia meninggal karena penyakit tha'un. Masa pemerintahannya hanya beberapa bulan. Ia wafat tanpa meninggalkan jejak emas berarti. Bahkan ia mewariskan beragam permasalahan yang kelak berujung pada berakhirnya kejayaan Daulah Umayyah.
Di antara mereka yang mengadakan gerakan ini adalah Sulaiman bin Hisyam. Pada masa pemerintahan Walid bin Yazid, Sulaiman termasuk di antara mereka yang dijebloskan ke penjara. Ketika Khalifah Walid bin Yazid mangkat dan Yazid III naik tahta, Sulaiman dibebaskan. Namun ia melihat dirinya pun berhak atas jabatan khalifah. Ia segera mengerahkan pendukungnya untuk merebut jabatan khalifah dari tangan Yazid. Hanya saja, Khalifah Yazid berhasil membujuknya dan Sulaiman kembali melakukan baiat. Dari negeri Hims juga muncul rencana perebutan kekuasaan. Ketika mendengar terbunuhnya Khalifah Walid bin Yazid, para pendukungnya dari negeri Hims segera bergerak menuju Damaskus. Khalifah Yazid segera mengirimkan pasukan besar untuk menghalaunya. Pasukan Hims kalah dan sisa-sisa tentaranya kembali menyatakan baiat. Selain dua gerakan itu, dari wilayah Armenia dan Kaukasus, muncul juga usaha perebutan kekuasaan. Sejak terbunuhnya Walid bin Yazid, Marwan bin Muhammad segera mempersiapkan rencana kudeta. Rencana berbahaya itu segera terdengar oleh Khalifah Yazid. Ia pun segera mengirimkan utusan kepada Marwan. Sang Khalifah membujuknya agar tak melakukan penyerangan. Ia menjanjikan tambahan wilayah kekuasaan Azerbaijan dan Mosul kepada Marwan. Gubernur Marwan pun setuju dan kembali membaiat.
Tampaknya, fanatisme kesukuan benar-benar telah mewabahi pemerintahan Yazid. Di samping usaha perebutan kekuasaan di atas, dari lembah Irak juga muncul gejolak. Namun gubernurnya berhasil meredam gejolak masyarakat. Penduduk Yamamah juga demikian. Mereka berusaha melakukan kudeta terhadap gubernurnya.
Gejolak di wilayah Khurasan justru lebih parah. Gubernur Nushair bin Sayyaf menolak keinginan Khalifah Yazid yang ingin mengalihkan jabatannya pada Panglima Manshur bin Jamhur. Konflik berdarah pun terjadi. Keadaan pemerintahan Khalifah Yazid semakin tak menentu. Gerakan Abbasiyah yang sejak beberapa tahun terakhir mulai muncul, makin berani unjuk diri. Beragam kerusuhan itu berakibat pukulan batin dari diri Khalifah Yazid. Ia meninggal pada 7 Dzulhijjah 126 Hijriyah setelah sebelumnya mengalami kelumpuhan fisik. Ada yang mengatakan ia meninggal karena penyakit tha'un. Masa pemerintahannya hanya beberapa bulan. Ia wafat tanpa meninggalkan jejak emas berarti. Bahkan ia mewariskan beragam permasalahan yang kelak berujung pada berakhirnya kejayaan Daulah Umayyah.
Menurut
riwayat,ia pernah berkata,"Tuhanlah yang menjadi hakim antara aku dan
orang- orang yang telah menjadikan Hisyam sebagai pemisah antara aku dan
engkau."Begitu Yazid meninggal,Hisyam naik tahta
sebagai khalifah kesepuluh Daulah Umayyah.Sudah bisa ditebak,terjadi pertentangan antara Khalifah Hisyam dan keponakannya,Walid bin Yazid. Apalagi beberapa ahli sejarah menyebutkan,akhlak
Walid tidak terlalu baik.Ia sering minum-minuman keras
dan berfoya-foya. Kisah buruk tentang Khalifah Yazid ini
tentu saja tidak bisa diterima begitu saja.Ketika terjadi pertentangan antara
dua keluarga itu,tentu peluang menjelek-jelekkan nama
baik musuh sangat besar. Selama pemerintahan Hisyam,Walid
lebih banyak menghabiskan waktunya di luar Damaskus. Ketika Khalifah Hisyam bin
Abdul Malik meninggal dunia,Walid sedang berada di Azrak,utara Damaskus.Ia
segera kembali ke Damaskus dan dibaiat menjadi khalifah kesebelas Khalifah Bani
Umayyah.Saat itu usianya sekitar 39 tahun. Pertentangan antara keluarga Yazid
bin Abdul Malik dan Hisyam bin Abdul Malik agaknya tidak berhenti ketika
keduanya meninggal.Ketika berkuasa,Yazid menangkapi
orang-orang yang dianggap dapat membahayakan kekuasaannya,termasuk keluarga Hisyam.Ketika
terjadi penangkapan besar-besaran itu,Yazid bin Walid bin Abdul Malik sempat
melarikan diri. Secara diam-diam,Yazid berhasil menghimpun kekuatan.Ia pun
dibaiat oleh keluarga Yamani di daerah Syria dan Palestina.Mengetahui ada
gerakan yang akan membahayakan kekuasaannya,Khalifah
Walid bin Yazid segera mengerahkan
pasukan untuk menghancurkan pasukan
Yazid. Namun terlambat,pasukan Yazid lebih dahulu bergerak menuju istana.Khalifah Walid
terkepung.Pada detik-detik menentukan itu,sebagian besar
pasukan andalannya justru bersatu dengan musuh. Para sejarawan sering menulis
namanya dengan Yazid III karena ia adalah sosok ketiga bernama Yazid yang
menjabat khalifah Daulah Umayyah. Yazid I adalah Yazid bin Muawiyah, khalifah
kedua. Yazid II adalah Yazid bin Abdul Malik, khalifah kesembilan. Sedangkan
Yazid III adalah Yazid bin Walid, tokoh yang kini sedang dibahas. Setelah
Khalifah Walid bin Yazid bin Abdul Malik terbunuh oleh para pengepungnya,
jabatan khalifah dipegang oleh Yazid bin Walid bin Abdul Malik. Ia adalah
sepupu sang khalifah. Ayah Yazid adalah Walid bin Abdul Malik, saudara kandung
Yazid bin Abdul Malik, ayah Walid (khalifah sebelumnya). Yazid bin Walid
menjabat sebagai khalifah keduabelas Daulah Umayyah. Ia dibaiat sebagai
khalifah pada usia 46 tahun. Kebijakan pertama yang ia lakukan adalah mengurangi jumlah bantuan sosial dan mengembalikannya pada anggaran biasa seperti pada masa Khalifah
Hisyam bin Abdul Malik. Kebijakan itu menyebabkan ia dikenal
dengan julukan An-Naqish (sang Pengurang). Masa pemerintahan Yazid diwarnai dengan beragam kemelut. Hal ini
tak mengherankan karena untuk mendapatkan jabatan khalifahnya,Yazid pun menumpahkan darah dengan terbunuhnya Walid bin Yazid, khalifah sebelumnya. Di antara mereka yang
mengadakan gerakan ini adalah Sulaiman bin Hisyam. Pada masa pemerintahan Walid bin Yazid, Sulaiman termasuk di antara mereka yang dijebloskan ke penjara. Ketika
Khalifah Walid bin Yazid mangkat dan Yazid III naik tahta, Sulaiman dibebaskan.
Namun ia melihat dirinya pun berhak atas jabatan khalifah. Ia segera mengerahkan pendukungnya untuk merebut jabatan khalifah dari tangan Yazid. Hanya saja, Khalifah
Yazid berhasil membujuknya dan Sulaiman kembali melakukan baiat. Dari
negeri Hims juga muncul rencana perebutan kekuasaan. Ketika mendengar terbunuhnya
Khalifah Walid bin Yazid, para pendukungnya dari negeri Hims segera bergerak menuju Damaskus. Khalifah Yazid segera mengirimkan pasukan besar untuk
menghalaunya.
Pasukan Hims kalah dan sisa-sisa tentaranya kembali menyatakan baiat. Selain dua gerakan itu, dari wilayah
Armenia dan Kaukasus, muncul juga usaha perebutan kekuasaan. Sejak terbunuhnya
Walid bin Yazid, Marwan bin Muhammad segera mempersiapkan rencana
kudeta. Rencana berbahaya itu segera terdengar oleh Khalifah Yazid. Ia pun
segera mengirimkan utusan kepada Marwan. Sang Khalifah membujuknya agar tak
melakukan penyerangan. Ia menjanjikan tambahan wilayah kekuasaan Azerbaijan dan Mosul kepada Marwan. Gubernur Marwan pun setuju dan
kembali membaiat. Tampaknya, fanatisme kesukuan benar-benar telah mewabahi
pemerintahan
Yazid. Di samping usaha perebutan kekuasaan di atas, dari lembah Irak juga muncul gejolak. Namun gubernurnya
berhasil meredam
gejolak masyarakat. Penduduk Yamamah juga demikian. Mereka berusaha melakukan kudeta terhadap gubernurnya.
Gejolak di wilayah Khurasan justru lebih parah. Gubernur Nushair bin
Sayyaf menolak
keinginan Khalifah Yazid yang ingin mengalihkan jabatannya pada Panglima Manshur bin Jamhur. Konflik
berdarah pun terjadi. Keadaan pemerintahan Khalifah Yazid semakin tak menentu.
Gerakan Abbasiyah yang sejak beberapa tahun terakhir mulai muncul, makin berani
unjuk diri. Beragam kerusuhan itu berakibat pukulan batin dari diri Khalifah Yazid. Ia meninggal pada 7 Dzulhijjah 126 Hijriyah
setelah sebelumnya mengalami kelumpuhan fisik. Ada yang mengatakan ia meninggal
karena penyakit tha'un. Masa
pemerintahannya hanya beberapa bulan. Ia wafat tanpa meninggalkan jejak
emas berarti. Bahkan ia mewariskan beragam permasalahan yang kelak berujung
pada berakhirnya kejayaan Daulah Umayyah.
BAB VIII
HISYAM TOKOH TERAKHIR
Bani
Umayyah (bahasa Arab, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah,
adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur
Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya
(beribukota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan
Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin
'Abd asy-Syams, kakek buyut
dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin
Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan
Muawiyah I. Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu
dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin
Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi
Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan
bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan
dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda
bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran
Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya
Ali bin Abi Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah. Pada masa
Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan
menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi
ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke
sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan
serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan
ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin
Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim
tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan. Ekspansi ke barat secara besar-besaran
dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin
Abdul-Malik. Masa
pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang
lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah
barat daya, benua Eropa, yaitu pada
tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat
ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib)
dengan benua Eropa, dan mendarat
di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Tentara Spanyol dapat
dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi
sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan
cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan
ibu kota Spanyol yang baru
setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari
rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin
Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui
pegunungan Pirenia. Serangan ini
dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia
mencoba menyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping
daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke
tangan Islam pada zaman
Bani Umayyah ini.
Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah
itu meliputi Spanyol, Afrika
Utara, Syria, Palestina, Jazirah
Arab, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, daerah
yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia
Tengah. Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani
Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin
Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan
kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha
menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus
seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah
seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang
dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan
Arab.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa
Arab sebagai
bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh
puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, di
antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh
negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu
daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
masjid-masjid yang megah. Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun
tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa
Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis
(kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana ketika dia
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah.
Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium,
istilah khalifah tetap
digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari
kata-kata tersebut di mana khalifah Allah dalam pengertian penguasa
yang diangkat oleh Allah padahal
tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan hadits nabi yang mendukung
pendapatnya. Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan
dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan
bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa
persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai
putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat
yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika
Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak
mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat
kepada gubernur Madinah,
memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara
ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain
bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul
Awwam. Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada
tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali
untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang
kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[7], Husain
bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang
tubuhnya dikubur di Karbala sebuah
daerah di dekat Kufah. Kelompok
Syi'ah
sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali,
terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang
dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak
pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan
lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua.
Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang
menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali
terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara
keseluruhan. Abdullah bin Zubair membina
kekuatannya di Mekkah setelah
dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin
Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah secara
biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan
pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama
kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Perlawanan
Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang
kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj
bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada
tahun 73 H/692 M.
Setelah
itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga
dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah
mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah
timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia
Tengah) dan wilayah Afrika bagian
utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus).
Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz
(717-720 M), di mana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan
memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah
perluasannya, di mana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya,
meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat,
namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta
memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya. Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz,
kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720-
724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada
masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis
politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin
Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik
(724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari
menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal
dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun
sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan
terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak
berhasil dipadamkannya. Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat,
khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi
juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya,
pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani
Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu
sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah
terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun
kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad
menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan
oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
Dinasti Umayyah
merupakan dinasti pertama yang memerintah Islam setelah masa Khulafa'ur
Rasyidin, mereka disebut dengan bani Umayyah disandarkan pada kakek mereka yang
bernama Umayyah. Yang pertama kali menjadi raja dan memegang tampuk kekuasaan
dari bani mereka adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah,
sedangkan yang terakhir kali adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin al Hakam
bin Umayyah atau biasa disebut dengan Abu Abdul Malik atau Marwan II Dinasti
Umayyah ini sendiri berkuasa dalam tempo yang relative lama, yaitu sekitar 91
tahun, dari tahun 41 H sampai tahun 132 H, dalam tempo ini, dinasti Umayyah
berhasil menjadikan wilayah kekuasaan Islam semakin luas Kekuasaan Bani Umayyah
kemudian terus meluas ke segala penjuru dari Spanyol di barat dan India di
timur. Salah satu penaklukan yang terkenal adalah penaklukan Semenanjung Iberia
oleh Tariq bin Ziyad yang menyeberangi Gibraltar. Ayahnya adalah
Muhammad bin Marwan bin al Hakam bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdi Manaf bin
Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib al Qurasyi Sedangkan
ibunya adalah mantan budak yang dibebaskan berkat perkawinannya dengan ayahnya
Di antara anak-anak Marwan II yaitu: Abdullah, Ubaidillah, Abdul Malik, Abdur
Rahman, Abdul Ghofar, Utsman, Abu Utsman, Yazid, Aban, dan Muhammad Marwan dilahirkan di Jazirah (wilayah hijaz),
ayahnya adalah orang yang mendapat pekerjaan untuk memegang kendali kekuasaan di
wilayah tersebut pada tahun 72 H, Marwan dikenal sebagai ahli kuda, pemberani,
pejalan kaki yang kuat, licik dan serampangan Dia disebut al Himar karena
kesabarannya yang melebihi keledai dalam menghadapi musuh-musuhnya yang
memberontak. Dia mengambil tindakan yang sangat hati-hati dan sabar atas semua
beban perang yang ditanggungnya, sedangkan dalam peribahasa disebutkan
"Fulan lebih sabar dari pada keledai di dalam peperangan" karena
kesabarannya ia disebut oleh kawan dan lawan politiknya sebagai al Himar. Ia
juga disebut dengan al Ja'dy karena yang mengajarinya adab adalah Ja'd bin
Dirham Marwan II adalah sosok yang berkulit putih, berperawakan besar dan
gemuk, ia juga adalah orang yang fasih. Marwan II sendiri berumur sekitar 60
tahun, dilahirkan pada tahun 72 H dan wafat pada tahun 132 H. Marwan II pernah
memerangi bumi Romawi pada tahun 105 H dan berhasil menaklukkan kota Qowniyah,
ia juga menjadi amir Armenia, dan Azerbaijan menggantikan posisi ayahnya Marwan
II dibaiat menjadi kholifah setelah ia memasuki Damaskus pada akhir tahun 126 hijriyah
dan kepemimpinannya berlangsung hingga akhir tahun 132 hijriyah bersamaan
dengan keruntuhan daulah bani Umayyah dan berdirinya daulah bani Abbas. Ketika
ia memasuki Damaskus, Ibrohim bin al Walid pun melarikan diri, begitu pula
Sulaiman bin Hisyam yang mengambil harta baitul mal lalu melarikan diri. Wali
dari al Walid bin Yazid menuntut balas kepada Abdul Aziz bin Hajaj dan
membunuhnya, ia lalu datang kepada Marwan dengan membawa kedua anak al Walid
bin Yazid yang terbunuh, yaitu al Hakam dan Utsman, ia juga membawa Yusuf bin
Umar, lalu mereka dikuburkan Setelah Marwan menyelesaikan urusan di Syam, ia
segera kembali ke Hurran dan menetap di sana, lalu Ibrahim bin al Walid datang
menemuinya dan meminta perlindungan kepadanya, begitu pula Sulaiman bin Hisyam
yang datang bersama dengan penduduk Tadmar (Palmyra) yang kemudian membaiatnya
Marwan II menetap di Hurran hanya tiga bulan sampai muncul
pergerakan-pergerakan yang melawannya, maka ia mulai berpindah dari satu tempat
ke tempat lain untuk menyelesaikan perkara dan memerangi mereka Ketika penduduk
Hims memberontak, maka Marwan II bersama pasukannya mendatangi mereka, akhirnya
penduduk Hims mengumumkan ketaatan kepada Marwan II, meskipun sebagian mereka
sudah diperangi Setelah itu gantian penduduk Ghoutoh di Damaskus yang
memberontak, mereka dipimpin oleh Yazid bin Kholid bin Abdullah al Qusairy,
maka Marwan mengutus pasukan yang akhirnya mengepung mereka, pasukan itu
membumi hanguskan daerah Mazah dan beberapa desa, mereka juga membunuh Yazid
bin Kholid al Qusairy Lalu terjadi pemberontakan Tsabit bin Naim dan penduduk
Palestina, mereka berjalan menuju Tiberia dan mengepung daerah tersebut, maka
Marwan mengirimkan pasukan untuk membebaskan Tiberia, yang kemudian disusul
oleh pimpinan pasukan, Abu al Ward ke Palestina Marwan kembali ke jazirah
melewati Tadmar (Palmyra), ketika sampai di Rosofah, Sulaiman meminta izin
kepadanya untuk tetap tinggal di situ guna menyembuhkan sakitnya, ia pun diberi
izin, setelah itu Marwan mulai menyibukkan dirinya dalam memerangi khowarij
Datanglah detasemen dari pasukan ke Rosofah, yang di utus oleh Marwan dengan
beberapa kepentingan ke berbagai arah, di sana detasemen tersebut diajak oleh
Sulaiman agar membaiat dirinya dan melepaskan baiat mereka terhadap Marwan,
maka detasemen pasukan tersebut pun melakukan hal itu lalu mereka berjalan
menuju ke Qonsurain Mengetahui hal itu, wali Irak, Yazid bin Umar bin Hubairoh
dan penduduk Syam mengirim surat kepada Marwan guna memberitahukannya akan
pemberontakan tersebut, lalu Marwan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Isa bin
Muslim, kedua pasukan bertemu dan berperang di bumi Qonsurain, lalu datanglah
Marwan ke medan pertempuran dan membunuh Ibrohim bin Sulaiman bin Hisyam (anak
Sulaiman yang paling tua), lalu Sulaiman kabur menuju Hims, dan berlindung di
sana, penduduk Hims pun menolongnya, lalu ia mengumpulkan sisa-sisa pasukan,
hingga akhirnya Marwan datang dan mengepung mereka, pengepungan itu terjadi
selama sepuluh bulan, Sulaiman bin Hisyam dan sebagian pasukannya berhasil
melarikan diri menuju Tadmar (Palmyra), penduduk Hims pun pasrah dengan
keputusan dari Marwan atas mereka setelah pengepungan yang panjang itu.
Sementara itu terjadi fanatisme golongan di Irak, Qoisiyah yang dipimpin oleh
Nadhr bin Said al Harsyi, dan Yamaniyah dengan Abdullah bin Umar bin Abdul
Aziz, sempat terjadi konflik antara dua kelompok ini, namun akhirnya mereka
menghentikannya karena kesepakatan mereka dalam memerangi khowarij Pada tahun
129 H, Marwan mengangkat Yazid bin Umar bin Hubairoh menggantikan Ibnu Umar bin
Abdul Aziz sebagai wali Irak. Yazid bin Umar bin Hubairoh memerangi pendukung
Abdullah bin Mu'awiyah bin Ja'far bin Abi Thalib yang menguasai daerah
pegunungan, ia menyerang mereka dan menawan beberapa orang, di antaranya adalah
Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Abbas yang ada bersama mereka Kemudian al
Harits bin Suraih kembali ke Khurosan, padahal ia telah meminta perlindungan
kepada Turki, maka Yazid bin al Walid menulis surat kepadanya dan memberikannya
keamanan hingga akhirnya ia mau kembali pada tahun 127 H Akan tetapi dengan
kembalinya al Harits bin Suraih, hampir menimbulkan fitnah karena ia
meninggalkan wali Nasir bin Sayyar, akan tetapi fitnah itu tidak terjadi karena
tidak lama setelah itu al Harits bin Suraih sudah terbunuh Fitnah yang terjadi
bukan hanya antara Nashir bin Sayyar dengan al Kirmany, akan tetapi meluas
kepada kubu al Qoisiyah yang mengokohkan wali Nashir bin Sayyar dengan pengikut
Abu Muslim al khurosany yang percaya / sependapat dengan kelompok al Yamaniyah
Tak lama kemudian Nashir bin Sayyar membunuh lawannya, yaitu al Kirmany
sehingga pengikutnya bergabung dengan pasukan Abu Muslim al Khurosany, sehingga
pendukung dan pengikut dakwah Abbasiyah semakin bertambah banyak.
Ketika fitnah terbunuhnya al Walid
bin Yazid terjadi, muncullah Sa'id bin Bahdal bersama orang-orang khowarij
dalam jumlah yang besar di Irak, lalu datanglah pasukan kholifah sehingga
pertempuran pun terjadi. Said bin Bahdal tewas karena terkena penyakit tho'un,
lalu posisinya digantikan oleh ad Dhohak bin Qois as Syaibany Pertempuran
tersebut memakan banyak korban dari kedua belah pihak, di antaranya adalah
'Ashim bin Umar bin Abdul Aziz, saudara dari amir Irak saat itu (Abdullah bin
Umar bin Abdul Aziz), lalu ad Dhohak memasuki Kufah setelah mengalahkan
penduduknya Amir Irak dan pasukannya pun segera menuju ke Kufah, sehingga
terjadi banyak pertempuran kecil yang luas. Lalu ad Dhohak berjalan memasuki
Mosul dan membunuh wakil Mosul. hal itu pun sampai kepada Marwan yang sedang
mengepung Hims, Marwan lalu memerintahkan anaknya, Abdullah untuk membuntuti ad
Dhohak, lalu terjadilah pertempuran antara kedua kubu dan akhirnya ad Dhohak
terbunuh Posisi ad Dhohak digantikan oleh al Khoibary, kemudian Sulaiman bin
Hisyam bin Abdul Malik, seluruh keluarganya dan pasukannya membuntuti khowarij
ini, sedangkan Marwan sendiri juga menuju kepada khowarij, dia berada di
pasukan inti, sayap kanannya adalah Abdullah, anaknya, sedangkan sayap kiri
adalah Ishak bin Muslim al 'Aqily. Bertemulah kedua kelompok ini, pihak khowarij
langsung menyerang pusat/ inti pasukan, terjadilah pertempuran dahsyat yang
mengakibatkan kaum khowarij kocar-kacir dan al Khoibary tewas, sedangkan para
pengikutnya melarikan diri Setelah kematian al Khoibary, maka khowarij dipimpin
oleh Syaiban bin Abdul Aziz al Yasykary, Sulaiman bin Hisyam memintanya agar
tetap berada di Mosul dan membuat tempat perlindungan di sana, lalu Marwan
segera menuju ke sana dan terjadilah pertempuran-pertempuran yang berlangsung
selama setahun penuh Marwan mengirim surat kepada wali Irak yang baru, Yazid
bin Amr bin Hubairoh agar memerangi kowarij dan mengejar mereka kemana saja
mereka bergerak. Yazid sendiri telah mempersiapkan Kufah dan membuat pembagian
besar di antara mereka, lalu mengirim pasukan untuk memperkuat Marwan yang
sedang mengepung kota Mosul, ketika bantuan kekuatan datang untuk Marwan, maka
khowarij segera meninggalkan Mosul dan bergerak ke Halwan, lalu pindah ke al
Ahwaz, di al Ahwaz mereka bertemu dengan kekuatan Ibnu Hubairoh hingga sebagian
besar mereka habis, sedangkan Sulaiman bin Hisyam dan keluarganya yang saat itu
bersama mereka pergi menuju as Sanad melewati jalur laut. Lalu setelah itu,
kembalilah Marwan ke Hurran dan menetap di sana Muncullah Abu Hamzah al Khorijy
yang berhaji pada tahun 129 H, ia berdamai dengan amir Hijaz, Abdul Wahid bin
Sulaiman bin Abdul Malik, lalu setelah musim haji, ia bergerak menuju Madinah
dan memasukinya pada tahun 130 H, ia berhasil menguasai wilayah tersebut selama
tiga bulan, sedangkan amir Madinah, Abdul Wahid melarikan diri. Mengetahui hal
itu, Marwan segera mengirimkan pasukan dari penduduk Syam ke Madinah, pasukan
ini bertemu dengan khowarij di lembah Wadil Quro, mereka berhasil mengalahkan
kaum khowarij lalu mereka memasuki Madinah, lalu ke Makkah, lalu ke Yaman Keluarlah
imam Yaman, yaitu Abdullah bin Yahya yang sering di serukan oleh Abu Hamzah dan
dengan namanya Abu Hamzah berperang, maka penduduk Syam pun membunuhnya. Marwan
segera mewakilkan hijaz kepada Muhammad bin Abdul Malik bin Marwan Di daerah
Khurosan juga muncul Syaiban bin Salamah al Khorijy pada tahun 130 H, lalu Abu
Muslim al Khurosany segera mengirim pasukan ke sana, membunuhnya dan menghabisi
pengikutnya. Bani Umayyah secara umum bisa dikatakan berhasil lolos dari ujian
yang menderanya dan menumpas pemberontakan yang terjadi pada masa
pemerintahannya, mereka selalu menang sehingga membuat lawan-lawannya keder,
membuat otak para pembuat makar trauma, sehingga mereka akan berpikir untuk
tidak mengulangi untuk yang kedua kalinya Akan tetapi pemberontakan yang
bertubi-tubi tak pelak meninggalkan bekas dalam bangunan yang megah ini, jika
bangunan ini tidak kuat, maka akan hancur sejak dini, kendati bani Umayyah
menang dalam menghadapi pemberontakan dan lawan-lawannya lemah, tapi
pemberontakan tersebut tak ubahnya seperti tetesan air yang mengenai batu, jika
itu terjadi terus-menerus, maka batu itupun akan pecah Meskipun bani Umayyah
terlihat tegar dalam menghadapi pemberontakan dan mengubah hasilnya menjadi
berpihak pada mereka, namun hal itu tidak terjadi ketika pemberontakan bani
Abbasiyah muncul, sebab pemberontakan tersebut dirancang dengan rapi dan para
konseptornya tepat dalam menentukan timingnya Kesemua pemberontakan tadi bukan
penyebab satu-satunya kemenangan pemberontakan bani Abbasiyah, ada sebab-sebab
lain yang mempercepat kehancuran bani Umayyah dan terbentuknya daulah Abbasiyah
Sebab-sebab tersebut adalah lemahnya para khalifah, kecenderungan mereka hidup
santai dan keluarnya mereka dari prinsip-prinsip Islam yang menjadi tonggak
tegaknya sebuah Negara. Di antara mereka adalah Walid bin Yazid yang dikatakan
oleh as Suyuti sebagai "Khalifah Fasik" Sebab lainnya adalah
pertikaian para khalifah dan permusuhan mereka dengan sebagian yang lain
padahal padahal mereka tadinya seia-sekata dan satu tangan dalam menghadapi
pihak luar. Yazid bin Walid Abu Khalid yang bergelar "an Naqidh"
misalnya, ia mengkudeta khalifah dan membunuh misannya Walid hanya untuk bisa
menjadi khalifah Sebab lainnya adalah munculnya fanatisme kabilah dan lahirnya
perilaku jahiliyah ke dalam internal kabilah, menyebabkan rakyat tidak mau
mendukung khalifah dan mengalihkan perhatiannya kepada fanatisme kabilahnya dan
mempertahankannya tanpa memikirkan benar salahnya Bahkan sebagian penguasa yang
berpikiran dangkal sengaja membangkitkan fanatisme kabilah atau kelompok di
kalangan rakyat karena menurutnya itu membuat mereka sibuk dengan yang lain dan
perhatian mereka tidak tertuju pada penyelewengan dan pelanggaran yang terjadi
pada para penguasa tersebut. Kalau toh itu terwujud dan manusia sibuk dengan
fanatisme, maka hasil akhirnya tetap saja negative Fanatisme golongan
meruntuhkan kekuatan, memecah belah persatuan dan menjadikan bangsa dalam satu
Negara sebagai musuh yang tidak diikat dengan ikatan apapun, ketika gendering
panggilan berdentang dan rakyat dipanggil membela tanah airnya sedang di tanah
airnya tidak ada orang yang memperhatikan nasibnya dan kemaslahatannya, maka
ketika itu juga Negara itu menjadi mangsa musuh-musuhnya dan menjadi santapan
para penyerbunya. Dan itulah yang terjadi pada daulah bani Umayyah, fanatisme
kabilah tidak hanya terbatas pada kalangan rakyatnya, tapi melebar kepada para
khalifah sendiri dan mengantarkan mereka pada hasil akhir yang mengenaskan
Puncak dari semua itu adalah kemunculan ajakan untuk ridha dengan keluarga
Muhammad saw, yang mereka maksudkan dengan ridha di sini adalah pemberian gelar
khalifah sehingga tidak diketahui nama aslinya dan dengannya melancarkan balas
terhadap orang-orang bani Umayyah Ajakan untuk ridha terhadap keluarga Muhammad
mulai menghangat pada tahun 101 H, tepatnya pada masa pemerintahan Yazid bin
Abdul Malik, sedangkan orang yang pertama kali menyerukan ajakan imamah adalah
Muhammad bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib Orang-orang Syi'ah secara
teratur menemuinya di daerah Hamimah. Pada awalnya ajakannya hanya ditujukan
kepada orang-orang Alawi, yaitu Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang masyhur
dengan sebutan Ibnu Hanafiyah dan diteruskan oleh anaknya, Abu Hasyim. Ketika
Abu Hasyim merasa ajalnya telah dekat ketika itu berada di daerah hakikat,
tempat tinggal Muhammad bin ali, maka Abu Hasyim menceritakan tujuan dakwahnya
kepada Muhammad bin ali dengan metode yang ia tempuh selama ini, serta ia
kenalkan kepadanya nama-nama da'i yang mendukung idenya. Akhirnya Muhammad bin
Ali mengundurkan diri dari jabatan khalifah dan dengan begitu daulah beralih ke
tangan bani Abbas Muhammad bin ali mengkoordinir orang-orang Syi'ah, mengajak
mereka bergerak secara rahasia dan menganjurkan agar tidak terlalu agresif agar
rahasia mereka tidak terbongkar. Ia mengirim para pengikutnya ke daerah-daerah.
Ada yang pergi ke daerah Irak dan Khurosan. Mereka sebarkan dakwahnya dengan
rahasia sekali . semua tokoh mereka mengadakan koordinasi yang matang dan kerja
yang berkesinambungan serta berkorban dengan apa saja yang mereka miliki Yazid
bin Abdul Malik yang mendengar sepak terjak para da'i gerakan Abbasiyah
kemudian menyuruh memenggal kepala dua orang dari mereka dan menyalibnya. Hal
ini diketahui oleh Muhammad bin Ali, ia lalu berkata: "Alhamdulillah yang
telah meluruskan ikatan ini, masih banyak pengikutnya yang akan mendapatkan
syahadah Ketika Muhammad bin Ali wafat, anaknya Ibrahim bin Muhammad mengambil
alih kendali, pada tahun 126 H/ 743 M ia mengirimkan surat kepada para
pendukungnya di Khurasan melalui Abu Hasyim bin Mahan dengan membawa pesan
khusus. Bakir bertolak menuju Marwa, setibanya di sana ia kumpulkan tokoh-tokoh
dan da'i setempat dan ia informasikan kepada mereka akan kewafatan Muhammad bin
Ali dan meminta mereka membaiat anaknya, Ibrahim bin Muhammad. Mereka menuruti
permintaan Bakir dan menyerahkan kepadanya bantuan uang yang telah
dikumpulkannya, kemudian bantuan uang tersebut diserahkan Bakir kepada Ibrahim
bin Muhammad Pada tahun 127 H, sejumlah da'i bertemu dengan Ibrahim bin
Muhammad termasuk Abu Muslim al khurosany dan menyerahkan kepadanya bantuan
uang yang banyak dan mereka serahkan seperlima kekayaan kepadanya, tapi mereka
tidak dapat berbuat banyak, karena banyaknya fitnah dan tragedy yang terjadi
pada tahun itu juga Gerakan Ibrahim bin Muhammad semakin menghangat dan Abu
Muslim al khurosany semakin aktif menyebarkan dakwahnya. Gubernur Khurosan,
Nashr bin Sayyar dari kubu Marwan bin Muhammad tidak sempat memikirkan gerakan
Ibrahim bin Muhammad karena terlalu sibuk menghadapi pembelotan Jadi' bin Ali
yang terkenal dengan sebutan al Karmani. Pamor Abu Muslim semakin berkibar,
sehingga Nashr bin Sayyar berpendapat bahwa gerakan Abu Muslim harus dibendung,
karena kalau dibiarkan akan membahayakan, ia mengirim surat kepada Marwan bin
Muhammad mengabarkan perkembangan yang sedang terjadi, lalu khalifah Marwan
menyuruh gubernur di Syam memanggil Ibrahim bin Muhammad kemudian membawanya
menghadap khalifah. Khalifah Marwan bin Muhammad menanyakan kepada Ibrahim bin
Muhammad ihwal gerakannya, namun Ibrahim bin Muhammad mengelak dan mengaku
tidak tahu menahu dengan apa yang ditanyakan khalifah Marwan bin Muhammad.
Khalifah Marwan bin Muhammad naik pitam kemudian memerintahkan agar Ibrahim bin
Muhammad dipenjara kemudian membunuhnya di penjara bersama Abdullah bin Umar
bin Abdul Aziz dengan hukuman gantung. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan
Shafar tahun 132 H Mendengar saudaranya terbunuh, Abdullah bin Ali melarikan
diri ke Irak diikuti oleh saudara-saudaranya dan pengikutnya kemudian berhenti
di Kufah. Abu Muslim datang menyampaikan bela sungkawa atas wafat saudaranya
dan membaiatnya sebagai khalifah Abu Muslim membuat janji dengan para
pengikutnya pada suatu hari. Ketika hari yang dijanjikan telah datang, makan
konta semua pengikutnya keluar dengan baju duka atas wafatnya Imam Ibrahim bin
Muhammad, semua orang dari segala penjuru berpihak kepada Abu Muslim al
khurosany, selain itu Abu Muslim juga berhasil menggaet al Karmani ke dalam
kubunya dalam melawan Nashr bin Sayyar. Berita perkomplotan keduanya di dengar
oleh Nashr bin Sayyar, lalu Nashr bin Sayyar membuat konspirasi, hasilnya al
Karmani terbunuh, dan setelah itu Nashr bin Sayyar melarikan diri. Dipihak lain
Abu Muslim semakin tidak tertahankan dan puncaknya menguasai sejumlah besar
daerah dan menunjuk orang tertentu sebagai gubernurnya Pasca meninggalnya imam
Ibrahim bin Muhammad, saudaranya, Abul Abbas Abdullah as Shaffah di daulat
sebagai khalifah dan saudaranya yang lain, Abu Ja'far Abdullah al Manshur
sebagai putra mahkota pada bulan rajab pada tahun 132 H As Shaffah
menginstruksikan pamannya, Abdullah bin Ali memerangi Marwan bin Muhammad,
khalifah terakhir bani Umayyah. Kedua kubu bertemu, kubu bani Abbasiyah dengan
panglima perang Abdullah bin Ali dan kubu bani Umayyah dengan panglima perang
khalifah Marwan bin Muhammad sendiri dan terjadilah pertempuran sengit. Yang
terdengar hanyalah gemerincing suara senjata seperti suara tongkat beradu
dengan tembaga. Bani Umayyah terpukul mundur, tapi mereka terus diburu kubu
bani Abbasiyah kemudian dibunuh dan ditawan. Abdullah bin Ali berhasil
menguasai apa saja yang ada dalam markas bani Umayyah, seperti harta kekayaan
dan lain sebagainya. Berita kemenangan ini segera dikirimkan ke as Shaffah, as
Shaffah pun langsung sujud syukur kepada Allah sebanyak dua rakaat Abdullah bin
Ali mencari orang-orang bani Umayyah, baik yang masih hidup maupun mati. Ia
gali lubang dan membantai keturunan bani Umayyah sebanyak 92.000 pada hari Ahad
di tepi salah satu sungai di Ramlah As Shaffah menyuruh Abdullah bin Ali agar
tetap tinggal di Syam dan menyuruh saudaranya, Shalih bin Ali segera pergi ke
Mesir, ia mendapati Marwan bin Muhammad bersembunyi di gereja Abu Shair. Shalih
bin Ali menyingkirkan para pengikut Marwan bin Muhammad lalu mengepung Marwan
bin Muhammad dan membunuhnya lalu mengirimkan kepala Marwan bin Muhammad kepada
abul Abbas as shaffah Pembunuhan Marwan bin Muhammad ini terjadi pada hari ahad
tanggal 3 Dzulhijjah. Versi lain menyebutkan hari kamis 6 Dzulhijjah 132 H
Dengan terbunuhnya Marwan bin Muhammad, berakhirlah masa kejayaan masa kejayaan
bani Umayyah setelah berkibar selama 92 tahun. Selama jangka waktu tersebut,
daulah Umayyah telah berbuat banyak demi Islam dan kaum muslimin. Dinasti
Umayyah yang melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan pra lslam di TimurTengah
mengundang kritik keras dan memunculkan kubu oposisi. Kelompok oposisi terbesar
yang sejak awal menentang pemerintahan keluarga Bani Umayyah adalah kelompok
Syi'ah, yaitu para pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib serta keturunannya
yang merupakan Ahlul bait Selain kelompok Syi'ah, pemerintahan Dinasti Umayyah
juga mendapat penentangan dari orang-orang Khawarij. Kelompok Khawarij ini
merupakan orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, karena
mereka merasa tidak puas terhadap hasil tahkim atau arbitrase dalam perkara
penyelesaian persengketaan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah. Usaha
menekan kelompok oposisi terus dijalankan oleh penguasa Umayyah bersamaan
dengan usaha memperluas wilayah kekuasaan Islam hingga Afrika Utara dan
Spanyol. Selain menghadapi persoalan eksternal, para penguasa Umayyah juga
menghadapi persoalan internal, yaitu pemberontakan dan pembangkangan yang
dilakukan oleh orang-orang dekat khalifah di berbagai wilayah kekuasaan Umayyah,
seperti di Irak, Mesir, Palestina, dan Yaman. Pemberontakan yang terjadi selama
pemerintahan Dinasti Umayyah umumnya dipicu oleh faktor ketidakpuasan terhadap
kepala daerah yang ditunjuk oleh khalifah. Pada masa pemerintahan Khalifah
Marwan bin Muhammad (Marwan II), misalnya, terjadi sejumlah pemberontakan di
wilayah kekuasaannya. Di Mesir, kerusuhan terjadi karena gubernur yang diangkat
Marwan II menghentikan pemberian tunjangan yang dulu diperintahkan oleh Yazid
III untuk diberikan kepada para anggota baru dalam angkatan darat dan laut.
Sementara di Yaman, kerusuhan timbul antara lain karena pemerintah setempat
memungut pajak sangat tinggi dari orang Arab. Kesibukan Marwan II dalam
menumpas pemberontakan membuat wilayah Khurasan dikuasai Bani Abbas (dinasti
yang didirikan Abu Abbas as Saffah). Gerakan Bani Abbas ini merupakan ancaman
terbesar bagi kelangsungan hidup Dinasti Umayyah. Setelah Khurasan dapat
dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat merebut wilayah itu
dari pejabat Bani Umayyah. Setelah menguasai wilayah Irak sepenuhnya, pada 132
H/750 M, Abu Abbas as Saffah dibaiat sebagai khalifah yang menandai berdirinya
Dinasti Abbasiyah. Sejak saat itu, Bani Abbas mulai melakukan ekspansi untuk
memperluas wilayah kekuasaannya. Wilayah-wilayah yang dahulu dikuasai oleh
Dinasti Umayyah pun berhasil direbut. Bahkan, pasukan Bani Abbas berhasil
membunuh Marwan II dalam sebuah pertempuran kecil di wilayah Bushair, Mesir.
Kematian Marwan II menandai berakhirnya Dinasti Umayyah yang berkuasa dari 41
H/661M-133 H/750 M. Runtuhnya Dinasti Umayyah bukanlah semata-mata disebabkan
oleh serangan Bani Abbas. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah menyebutkan,
terdapat sejumlah faktor yang sangat kompleks, yang menyebabkan tumbangnya
kekuasaan Dinasti Umayyah.
Sebagian besar khalifah Bani Umayyah
mengangkat lebih dari seorang putra mahkota. Biasanya, putra tertua diwasiatkan
terlebih dahulu untuk menduduki tahta. Setelah itu, wasiat dilanjutkan kepada
putra kedua dan ketiga, atau salah seorang kerabat khalifah, seperti paman atau
saudaranya. Putra mahkota yang lebih dahulu menduduki takhta cenderung
mengangkat putranya sendiri. Hal itu menimbulkan perselisihan. Sejak pertama
kali diturunkan, ajaran Islam berhasil melenyapkan fanatisme kesukuan antara
bangsa Arab Selatan dan Arab Utara, yang telah ada sebelum Islam. Namun, pada
masa Bani Umayyah, fanatisme ini muncul kembali, terutama setelah kematian
Yazid bin Muawiyah (Yazid I). Bangsa Arab Selatan yang pada masa itu diwakili
kabilah Qalb adalah pendukung utama Muawiyah dan putranya, Yaid I. Ibu Yazid I
yang bernama Masum berasal dari Kabilah Qalb. Pengganti Yazid I, Muawiyah II,
ditolak oleh bangsa Arab Utara yang diwakili oleh kabilah Qais dan mengakui
kekhalifahan Abdullah bin Zubair (Ibnu Zubair). Ketika terjadi bentrokan di
antara kedua belah pihak, kabilah Qalb dapat mengalahkan kabilah Qais yang
mengantarkan Marwan I ke kursi kekhalifahan.
BAB IX
KEHANCURAN BANI MARWAN
Hisyam digantikan oleh kemenakanya ,
walid ii. Sumber-sumber kami memberikan kesan bahwa tampilanya tahtanya sudah
di atur selama 20 tahun. Tidak dragukan bahwa hisyam sendiri sam asekali tidak
puas dengan engangkatan ini. Dilingkungan dekatnya oposisi terhadap penangkatan
walid ii di scetuskan oleh seorang ulmaternama, az-zuh4ri. Ada keterangan bahwa
hisyam berusaha digantikan dan mengajukan salah seorang anak laki-lakinya.
Aslammah. Meskipun cukup aneh tdak aktif dan terkenal. Sebagaimana
saudara-saudaranya selama pmerintahan ayanya. Bila keterangan ini
benartampaknya hisyam berusah mengajukan scalom khalifah yang kompromis.
Peristiwa yang terjadi menunjukkan dengan mudahnya keluarga bani marwan telah
terpecah belah. Sebenarnya ketidak sepakatansepakata itumuncul sebelumnya dalam
keluarga tersebut tetapi kali ini adala ketidak sepaktan yang paling serius dan
ia megancam terjadinya disentrigasi salah satu pilar pemerintan yaiu kesatuan
keluarga bani marwan sendiri.
Secara mdah mungkin di duga
sebenarnya para angta keluarga yang mendukung pengangkata wahdd inginseali
melanjutkan kebijakan-kebijakan ekspansi secara ketat yang pernah dilakukan
kembali selam pemerintahan ayahnya. Yazid ii. Beberapa peristiwa yang belakangan
menunjukkan beberapa orang penentang walid mendukung dikembalikanya
kebijan-kebijakan ini. Hsyam di dga telah mengetahui peecahan yang akam terjadi
sehinnga ia mengajukan calon yang kompromis. Walid ii di gambarkan dalam
sumber-siumber kaimi sabagai orang yag lemah yang hanya mementingkan kesenangan
kesenangn ya sendieri. Tetapi gambaran yang seperti iyu jelas adalah
tuduhantuduhan yang di lebih-lebihkn. Memang tuduhan itu tida lebih daripada
desas desus yang dipropagandakan oleh banyak musuhnya. Kegaglan walid adalah
bahwa ia tidak menydar akibatakibat yang timbul dari berbagai beban berat yang
di[ikulkan kepaa pasukan syiria yang terbatas. Walid ii dalam masa pemerintahanya yang
singkat menampakkan lebih banyak mendukung kegiatan-kegiatan polotijk ekspansionis
bani qais yang militant daripada hsyam. Setelah dipecat dari jabatnya sebagai
gubernur irak timur. Khalid menetap di damasks. Dan dikabarkan kut dalam
penyerangan-penyerangan pada musi m panas pada wilayah byzantoum. Walid ii
memerintahkan agar ia ditangap da diserahan kepada musuhnya yusuf bin umar
gubernur Iraq dan took bani qais. Khalid ii meninggal pada tahun 743M/126H .
Berbalik paa pasukan Syria, walid ii
mengetahui dengan bak bahwa dia tidak data memanggil kebali orang-orang yang
dikirim keafrika utara iuntuk mengalahkan bangsa barbar. Sebaliknya dia malah
beralih kepulau Cyprus yang telah lama dilupakan , yang direbut dari kerajaan
byzantiunm. Sejak tahun 649 M/24H. sedangkan mengenai pasukan-pasukan yang
berada di syiria. Dia menuntut kesetian ereka lebih erat kembali . ini sebagai
praktek pembujukkan tetapi sayangnya praktek ini atau bujuan ini tidak berhasil
. orang-orang syiria yang merasa dikecewakan kebijakan kebijakan poloik yan
menimbulkan penyerangan-penyerangan secara terus menerus diseluruh wilayah
Negara . sumbersumbrekami menyebutkan mereka sebagai kelompok yaman dengan dua
alasan . pertama tanpa mempertimbangka kesuuan nominal mereka . kedua
nomenklaturtersebut yakni yaani adalah lawan dari bani qais.
Yazid iii adalah pilihan jenderal pasukan sriyia unti
menggantikan kemenakannya walid ii pada tahun 744M/126H. yang mengherankan
bahwa yindakamyua adalah membatalkan kenakan tunjangan pada asukan sryiriz ini
bukan tanda tidak berterimakasih kepada orang-orang yang telah memilihny sebagi
penguasa tertinggi tetapi memberikan indikasi tertinggi dlam melaksaakan tugs
atau diluar melaksanakan tugas. Dalam kenyataanya yzid iii berjanji untuk
mempertahankan pasukan yang ada disyiria. Dala pidato pelantikanya yang
disebarkan secara merata dan disebut daam-sumber-sumberkami dia memberikan
garis beras yang secara tepat dapat dilukiskan sebagai manifeso yaman. Dia
berjanji bahwa; semua bangunan yang tidak di perlukan akan diakhiri, tidak ada
proyek pertanian yang dibiayai Negara, penghasilan wilayah Negara akan
digunakan untuk penduuduk, tidak aka nada lagi ekspedisi militer, warga Negara
akan diperlakukan secar baik, semua umat muslim akan mendapa tyunjangan. Dan
akhirnya dia membatalkan semua tuntutan atas kekuasaan mutlak dan dia ersedia
ditrunkan jika tidak memenuhui janji-janji.
Butir terakhir ini menunjukkan ia
menganut mazhab politik iskam yaitu qadariah. Meskipun sebagian besar pasukan
syiria mendukung yazid iii sebagi asukan juns hims dan palestina menunyut aas
terbunuhnya seorang halifah yang sah. Dalam hal ini sulaiman bin hisyam yang pernah telah dipenjarakan pada
masap ememerintahan walid ii yang dibebaskan oleh yazid iii. Denga jelas yazid
iii bergerak secara hati-hati untuk melayani kelompok kuat ini. Situasi demesir
sangat enguntungkan bagi penerapan kebijakankebijakan yazid yang baru itu.
Anggota –anggota baru diwan mesir
ini disebut secara khusus dalam sumber-sumber kami sebagai maqamisah dan
mawali. Pel di catat bahwa angkata lauta rab adalah tiruan dari modwel Byzantium.
Di mana satu kapal besar terdapat 00 orang pendayung. Acuan khusu mawali selain
maamasah memperkuat persyaratan ini.
Situsi-situasi diwilayah ini ama sekali tidak terkendalikan sebagai
akibat dari perbedaan sikap bangsa arab dengan spanyol terhadap suku barbar.
Pada tahun 743M/125H. hanzalah bin safwan jenderlan dan gubernur sriria
Mengirimkan salah satu kontingen asukanya untuk memulihkan
ketertiban keamanan di spanyol. Pada tahun 745M/125H hanzalah dipakasa mundur bersama
pasukanya kesyiria dan membiarkan afrika utara dalam gemgaman pemberontak arab
yang dipipin oleh Abdurrahman bin habib cucu ukbah bin naïf seorang tokoh
terkenal dalam penaklukan arab pertama. Mengenaiiraq yazid iii memcat gubernur
bani qaisyusuf bin umar dan menggantikanya. Tugas penting selama pemerintahan
yazid iii yang angat singkat adalah merekonstruksi ulang pasukan Iraq dan juga
kas Negara sebagai pengganti pembayara dasarnya . abdulah bi umar ii dimata
masyarakat Iraq adalah bukan tentang nama tetapi mengenai bagamana keagkitan
kembali kebijakan politik mendiang ayahnya.
Selama masa pemerintahanya yag
pendek sebagai gubernur irak an wilayah timur masyur bin jummur mengankat
saudaranya ansyur. Saying sekali yazid meninggal secara iba-tiba pada akhir
tahun 744M/127H. saudaranya Ibrahim yang mengganitikanya selam 4 bulan tida
diakui oleh pendduk sebgai amirul mukminin . erpecahan meluas di kalangna
pasukan styiria dan situasi tersebut berkembang menjadi kekacauan. Arwan dengan
tenang menetap dijazirah sebagai pim[inn tertinggi dalam Negara. Pimpinanmereka
yang paling berpengaruh adalah ad dhkak bin bin ays qassaybani . mereka sama
sekali tidak melihat alasan untuk menggabungkan diridalam
pemberontakan-pemberontakan syiah.
Sementara itu marwan memasuki
damaskus pada tahun 744M/127H dia
memproklamasikan dirinya sendiri sebagai amirulmkminin. Marwan dua yang
sekarang ini menguasai keadaan syira mengirim gubernur baruna diiraq. Meskipun
banyak yang mengakui bani marwa sebagai amirul mukminin. Ini adalah pertma
kalinya terjadinya gerakkan semacam itu dnyatakan secara terbuka denga
mengatasnamakan orang yang bukan eturunan langsung ali. Hgeraan ni hanya
mennjukan bahwa ajaran nabi Muhammad ahllul bait untuk memerinth mulai diterima
secara melluas dank arena it secara merata diterakan untuk memasukkan semua
kemenakan nabi. Sementara itu di kuffah terjjadi perjuangan yang sangat sengit
diantar atiga kelmpok yang berbeda yang ertama adalah pasukan baru irak yang
kedua adalah seuah kelompok yang disebut kelompok mudar atau kelompo yaman yang
adalah kontingen passukan arab jazirah di bawah pimpinan nadr bin said. Namun demikian persatuan antar kelompok
mudar dan yaman itu segera berakhir. Segera dengan cepat kelopok peberontak ini
menjadi lebih kuat setelah ia bergabung dengan kelompok terkenal lainya.
Pasukan pemberontak ini segera bertambah kuat setelah bergabung degan para
tokoh terkenal. Setelah itu mereka me nyerbu muasil odalam pertempuran sengit
tersebut pasukan pemberontak bercerai berai dan sabagian menjadi buronan.
Gerakan syiah palsu yang dipimpin
oleh abdullah bin muawiyah sudah berubah menjadi gerakan khawarij. Mencoba
mencari landasan baru dan ideologik yang mendukung kelompok ini sama saja
dengan menentang logika. Mereka yang ikut serta didalamya baik orang-orang
syiria, Iraq, jazirah, arab, ataupun bukan arab pasti tidak puasdengan
pemerintahan bani marwan.
BAB X
AKHIR KURUN WAKTU
Bila
kekuatan dan kemampuan militer harus digunakan untuk menyelamatkan bani marwan
dan untuk memulihkan ketertiban Negara. Kekuasaan yang dibangun Muawiyah bagi
Daulat Umayah diawali dengan noda hitam. Pemberontakan Muawiyah terhadap
Khalifah Ali yang melahirkan Perang Shiffin menyebabkan sekitar 80 ribu orang
tewas. Badri Yatim, dalam buku 'Sejarah Peradaban Islam' menyebut: "Kekhalifahan
Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan
pemilihan atau suara terbanyak." Praktek yang bertolak belakang dengan
nilai Islam sebenarnya. Muawiyah menunjuk anaknya, Yazid, sebagai penggantinya.
Cara demikian tidak dikenal Islam dalam pemilihan pemimpin negara. Masyarakat
berontak. Sebagian mengangkat Hussein anak Ali sebagai khalifah. Melalui
penipuan, Yazid menghancurkan kubu Hussein. Hussein yang berencana memenuhi
ajaka damai Muawiyah, ternyata dibunuh. Di padang Karbala, Hussein dipenggal.
Kepalanya dibawa ke Damaskus. Abdullah
anak Zubair juga tak mengakui kekhalifahan Yazid. Abdullah berkedudukan di
Mekah. Tentara kerajaan di masa Khalifah Abdul Malik kemudian menyerbu Mekah.
Keluarga Zubair dihancurkan. Abdullah wafat dalam pertempuran pada 73 H atau
692 Masehi. Di masa Muawiyah, kekuasaan
melebar ke Barat hingga Tunisia yang berada di seberang Italia. Di Timur,
wilayah kekuasaan telah menjangkau seluruh tanah Afghanistan sekarang.
Ekspedisi laut berulangkali menyerbu ke Byzantium, namum gagal menaklukkan
Romawi. Wilayah itu kemudian diperluas oleh Khalifah Abdul Malik. Wilayah Asia
Tengah seperti Bukhara, Khawarizm, Ferghana hingga Samarkand mereka kuasai.
Pasukan Umayah bahkan wilayah Sind dan Punyab di India dan Pakistan. Terobosan paling monumental terjadi di
Gibraltar, Spanyol, di masa Khalifah Walid. Seluruh wilayah Afrika Utara
-termasuk Aljazair dan Maroko-mereka kuasai. Pada tahun 711 Masehi, Panglima
Perang Thariq bin Ziyad memimpin pasukan menyeberang selat dari Maroko ke
dataran Spanyol di Eropa. Ibukota Spanyol segera mereka kuasai. Demikian pula
kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Seluruh Spanyol pun menjadi
wilayah kekusaan Bani Umayah. Di masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tentara Bani Umayah di bawah komando Panglima
Abdulrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi, bergerak dari Spanyol menuju Perancis.
Setelah melalui pegunungan Piranee, mereka menguasai Bordeau, Poitiers dan
hendak maju ke kota Tours. Di tempat ini terjadi pertempuran yang menewaskan
Al-Ghafiqi. Tentara itu pun mundur kendali ke Spanyol.
Dengan
rentang wilayah kekuasaan yang sangat luas, di abad ke-8 Masehi tersebut, Bani
Umayah merupakan kekuasaan yang paling besar di dunia. Kekuasaan besar lainnya
adalah Dinasti Tang di wilayah Cina serta Romawi yang berpusat di
Konstantinopel. Ke wilayah kekuasaan Bani Umayah itulah Islam kemudian menyebar
dengan cepat. Namun adalah sebuah
kemustahilan untuk mempertahankan wilayah yang begitu luas terus-menerus.
Apalagi masyarakat kemudian kehilangan rasa hormatnya pada kekhalifahan.
Pemberontakan muncul di sana-sini. Yang terkuat adalah pemberontakan oleh
Abdullah Asy-Syafah, atau Abu Abbas. Ia keturunan Abbas bin Abdul Muthalib
-paman Rasulullah. Ia disokong oleh keluarga Hasyim -keluarga yang terus
berseteru dengan Keluarga Umayah. Kalangan Syi'ah -para pendukung fanatik
Ali-mendukung pula gerakan ini. Abu
Abbas kemudian bersekutu dengan tokoh kuat, Abu Muslim dari Khurasan. Pada
tahun 750 Masehi, mereka berhasil menjatuhkan kekuasaan Bani Umayah. Khalifah
terakhir, Marwan bin Muhammad, lari ke Mesir namun tertangkap danm dibunuh di
sana. Berakhirlah kekuasaan Bani Umayah ini, meskipun keturunannya kemudian
berhasil membangun Bani Umayah kedua di wilayah Spanyol. Yazid mencoba untuk
menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair dengan menyerbu Mekkah pada
tahun 64 H, ia mengirim pasukan yang dipimpin oleh Husain bin Numair. Pada
saat pengepungan Mekkah, Husain menggunakan ketapel, di mana peluru ketapel ini
pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi
karena mendengar kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Husain bin Numair
menghentikan pengepungan tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka
Ibnu Zubair dapat terbebaskan dan ia membangun kembali Ka'bah yang berantakan
karena serbuan pasukan Umayyah. Kematian Yazid yang tiba-tiba ini mengakibatkan
pula makin berantakannya kekuasaan Bani Umayyah dan perang saudara antar Bani
Umayyah. Sepeninggal Umar bin Abdul Azis menandai berakhirnya zaman kejayaan
didalam sejarah bani Umayah, kekuasaan selanjutnya berada dibawah khalifah
Yazid Ibnu Abdul Malik, penguasa yang satu ini terlalu gandrung terhadap
kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya
hidup dalam ketentraman dan kedamayan, pada zamannya berubah menjadi kacau.
Dengan latar belakang kepentingan etnis politik, masyarakat menyatakan
konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abdul Malik. Kerusuhan terus
berkelanjutan hingga masa pemerintahan khalifah berikutya (Hisyam Ibnu Abdul
Malik), bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi
tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayah. Kekuatan itu berasal dari
kalangan bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman
yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini mampu
menggulingkan dinasti Muawiyah dan menggantikan dengan dinasti baru (Bani
Abbas). Sebenarnya Hisyam Ibnu Abdul Malik adalah seorang khalifah yang kuat
dan terampil, akan tetapi karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak
berdaya mematahkannya. Sepeninggal Hisyam Ibnu Abdul Mlik, Khalifah-khalifah
Bani Umayah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk, hal ini
mekin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, daulat umayah
digulingkan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani,
Marwan Ibnu Muhammad.
Ekspansi/perluasan yang terhenti pada masa khalifah Usman
bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib, dilanjutkan kembali
oleh Dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tuniasia dapat ditaklukan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan
sampai ke sungai oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan
serangan-serangan ke Ibukota Binzantium, dan Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian
dilanjutkan oleh kekhalifahan
Abd al-Malik. Ia mengirim tentara menyebrangi
sungai Oxus dan dapat berhasil
menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Markhand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab
sampai ke Maltan. Pada masa pemerintahan Muawiyyah terkenal sebagai era yang agresif karena
perhatian terpusat kepada perluasan wilayah, dan kemajuan besarpun hadir dengan
berhasilnya perluasan wilayah
tersebut. Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan
ketertiban. Umat Islam mersa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang
berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada
tahun 711 M. setelah al-Jajair dan
Marokko dapat ditaklukan, Tariq bin
ziyad, pemimpin pasukan Islam, menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Gibraltar
(Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol
menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai. Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang baru
setelah jatuhnya Kordova. Pada saat itu, Pasukan Islam memperoleh
kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul Aziz,
serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau,
Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours. Namun dalam peperangan di luar kota
Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping
daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke
tangan Islam di zaman Bani Umayyah. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah baik di Timur maupun Barat,
wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah
sangat luas. Dalam jangka 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin
beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam, Daerah-daerah tersrebut meliputi: Spanyol,
Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil,
Persia, Afganistan, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan,
Uzbekistan, Pakistan, Purkmenia, dan Kirgiztan yang
termasuk sovyet (Rusia). Sampai akhirnya Dinasti ini
dijuluki Dinasti Adi Kuasa. Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di
Zaman Umayyah mencakup 3 Front
penting, yaitu sebagai berikut: Pertama Front melawan bangsa Romawi di Asia Kecil dengan
sasaran utama pengepungan ke Ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke
Pulau-pulau dilaut tengah. Kedua, Front Afrika Utara. Selain menundukkan
daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyebrangi Selat Gibraltar, lalu
masuk ke Spanyol. Ketiga, Front Timur menghadapi wilayah yang sangat luas,
sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju utara
ke daerah-daerah disebrang sungai jihun (Ammu
Darya), sedangkan lainya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India
bagian Barat.
Penyebab langsung runtuhnya
kekuasaan Dinansti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh
keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Mutholib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh
dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah. Dan kaum Mawali (non-Arab) yang merasa
dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayyah. Mereka orang non-Arab derajatnya dianggap lebih
rendah, misalkan ada tunjangan dari negara maka tunjangan mereka harus lebih
sedikit dari orang Arab. Penyerahan
jabatan khalifah dari Ibrahim bin Walid kepada Marwan bin Muhammad terjadi pada
pengujung tahun 126 H (745 M). Khalifah Marwan bin Muhammad menjabat khalifah
pada usia 56 tahun. Ia adalah khalifah terakhir Bani Umayyah. Seperti ditulis
Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa', hal pertama
yang ia lakukan ketika menjabat khalifah adalah membongkar kuburan Yazid dan
menyalibnya. Hal ini ia lakukan karena Yazid telah membunuh Walid. Sebelum
menjabat khalifah, Marwan bin Muhammad adalah seorang panglima perang yang
terkenal gigih. Namun ketika menjabat khalifah, keadaan pemerintahan Bani
Umayyah tak menentu. Oleh sebab itu, masa pemerintahannya yang hampir enam
tahun, banyak diwarnai peperangan. Kendati Marwan bin Muhammad mempunyai
kemampuan tangguh, tetapi karena keadaan tak mengizinkan, keruntuhan Bani
Umayyah tak terelakkan.
Ancaman
itu tak hanya datang dari internal pemerintahan saja, namun juga dari luar.
Adalah Kaisar Constantine V yang dikenal gagah berani dalam sejarah imperium
Romawi Timur. Setelah Kaisar Constantine V berhasil mengamankan negerinya,
pemerintahan Bani Umayyah mulai terancam. Pada tahun 745 Masehi, Kaisar
Constantine V melancarkan serangan ke Asia Kecil. Pasukan Islam yang berada di
tempat itu terpaksa mundur, dan pada tahun berikutnya pasukan musuh berhasil
menguasai perbatasan Syria bagian utara. Dalam keadaan demikian, Khalifah
Marwan bin Muhammad justru sibuk memadamkan berbagai gejolak dalam
pemerintahan. Dengan demikian, ancaman dari luar tak kuasa ia halau.
Di antara gejolak yang harus dipadamkan Marwan bin Muhammad adalah gejolak dari daerah Himsh. Khalifah Marwan segera berangkat ke daerah itu dengan pasukannya. Ia berhasil mengamankan daerah itu kembali. Para pemberontak dihukum dan tubuh mereka disalib di tembok-tembok kota Himsh. Belum usai pemulihan Himsh, muncul gejolak di daerah Bogota, pinggir Damaskus di bawah pimpinan Yazid bin Khalid Ats-Tsauri. Khalifah Marwan segera mengirimkan pasukan dan berhasil mengamankan daerah itu kembali. Di Palestina pun muncul gejolak, Khalifah Marwan mengirimkan pasukan besar di bawah pimpinan Abul Wardi bin Kautsar. Gejolak itu pun bisa dipadamkan. Sementara itu, di Irak di bawah pimpinan Dhahak bin Qais Asy-Syaibani, kaum Khawarij memberontak. Gubernur Irak, Abdurrahman bin Umar, berangkat dari Kufah untuk memadamkan gejolak itu. Namun pasukannya kalah dan dia sendiri gugur dalam pertempuran. Dhahak bin Qais berhasil menguasai seluruh lembah Irak dari Kufah sampai ke Mosul belahan utara. Khalifah Marwan bergerak bersama pasukannya menuju Irak. Lagi-lagi dia menunjukkan kemampuannya. Pasukan Khawarij porak-poranda. Dhahak bin Qais sendiri gugur. Sisa-sisa pasukannya sendiri kocar-kacir melarikan diri. Pada saat mengamankan lembah Irak itu, mendadak muncul lagi gejolak di Kufah. Kali ini digerakkan oleh Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib dari keluarga Hasyim. Khalifah Marwan terpaksa kembali ke Kufah dan memadamkan kerusuhan tersebut. Pemuka pasukan itu melarikan diri ke Khurasan. Namun di sana ia ditangkap oleh Abu Muslim Al-Khurasani dan dijatuhi hukuman mati. Keadaan pemerintahan Umayyah yang tidak menentu dimanfaatkan oleh gerakan Abbasiyah. Gerakan yang sudah dibina bertahun-tahun di bawah tanah itu segera menampakkan diri. Di bawah pimpinan Abu Muslim Al-Khurasani, gerakan Abbasiyah meledak. Setelah berhasil menguasai wilayah Khurasan, lalu Iran, pasukan Abbasiyah bergerak ke Irak dan menghancurkan pasukan Khalifah Marwan. Khalifah terakhir Bani Umayyah itu melarikan diri ke Mosul, Hauran, Syria, dan terakhir ke Mesir. Di sana ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Panglima Shalih bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Kepalanya dikirim kepada keponakannya, Khalifah Abul Abbas Ash-Shaffah di Kufah. Khalifah Marwan bin Muhammad wafat pada tahun 132 H dalam usia 62 tahun. Masa pemerintahannya hanya lima tahun 10 bulan. Ada kisah unik yang dipaparkan Imam As-Suyuthi. Ketika Marwan terbunuh, kepalanya dipotong dan dibawa ke hadapan Abdullah bin Ali. Orang-orang tak sempat memerhatikan penggalan kepala itu. Tiba-tiba datang seekor kucing dan menggigit lidah Marwan bin Muhammad lalu menelannya. Abdullah bin Ali berkata, "Seandainya dunia ini tidak memperlihatkan kepada kita keajaibannya kecuali adanya lidah Marwan dalam mulut kucing. Itu sudah kita anggap keajaiban paling besar." Dengan meninggalnya Marwan, berakhir pula kekuasaan Bani Umayyah.
Di antara gejolak yang harus dipadamkan Marwan bin Muhammad adalah gejolak dari daerah Himsh. Khalifah Marwan segera berangkat ke daerah itu dengan pasukannya. Ia berhasil mengamankan daerah itu kembali. Para pemberontak dihukum dan tubuh mereka disalib di tembok-tembok kota Himsh. Belum usai pemulihan Himsh, muncul gejolak di daerah Bogota, pinggir Damaskus di bawah pimpinan Yazid bin Khalid Ats-Tsauri. Khalifah Marwan segera mengirimkan pasukan dan berhasil mengamankan daerah itu kembali. Di Palestina pun muncul gejolak, Khalifah Marwan mengirimkan pasukan besar di bawah pimpinan Abul Wardi bin Kautsar. Gejolak itu pun bisa dipadamkan. Sementara itu, di Irak di bawah pimpinan Dhahak bin Qais Asy-Syaibani, kaum Khawarij memberontak. Gubernur Irak, Abdurrahman bin Umar, berangkat dari Kufah untuk memadamkan gejolak itu. Namun pasukannya kalah dan dia sendiri gugur dalam pertempuran. Dhahak bin Qais berhasil menguasai seluruh lembah Irak dari Kufah sampai ke Mosul belahan utara. Khalifah Marwan bergerak bersama pasukannya menuju Irak. Lagi-lagi dia menunjukkan kemampuannya. Pasukan Khawarij porak-poranda. Dhahak bin Qais sendiri gugur. Sisa-sisa pasukannya sendiri kocar-kacir melarikan diri. Pada saat mengamankan lembah Irak itu, mendadak muncul lagi gejolak di Kufah. Kali ini digerakkan oleh Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib dari keluarga Hasyim. Khalifah Marwan terpaksa kembali ke Kufah dan memadamkan kerusuhan tersebut. Pemuka pasukan itu melarikan diri ke Khurasan. Namun di sana ia ditangkap oleh Abu Muslim Al-Khurasani dan dijatuhi hukuman mati. Keadaan pemerintahan Umayyah yang tidak menentu dimanfaatkan oleh gerakan Abbasiyah. Gerakan yang sudah dibina bertahun-tahun di bawah tanah itu segera menampakkan diri. Di bawah pimpinan Abu Muslim Al-Khurasani, gerakan Abbasiyah meledak. Setelah berhasil menguasai wilayah Khurasan, lalu Iran, pasukan Abbasiyah bergerak ke Irak dan menghancurkan pasukan Khalifah Marwan. Khalifah terakhir Bani Umayyah itu melarikan diri ke Mosul, Hauran, Syria, dan terakhir ke Mesir. Di sana ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Panglima Shalih bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Kepalanya dikirim kepada keponakannya, Khalifah Abul Abbas Ash-Shaffah di Kufah. Khalifah Marwan bin Muhammad wafat pada tahun 132 H dalam usia 62 tahun. Masa pemerintahannya hanya lima tahun 10 bulan. Ada kisah unik yang dipaparkan Imam As-Suyuthi. Ketika Marwan terbunuh, kepalanya dipotong dan dibawa ke hadapan Abdullah bin Ali. Orang-orang tak sempat memerhatikan penggalan kepala itu. Tiba-tiba datang seekor kucing dan menggigit lidah Marwan bin Muhammad lalu menelannya. Abdullah bin Ali berkata, "Seandainya dunia ini tidak memperlihatkan kepada kita keajaibannya kecuali adanya lidah Marwan dalam mulut kucing. Itu sudah kita anggap keajaiban paling besar." Dengan meninggalnya Marwan, berakhir pula kekuasaan Bani Umayyah.
Komentar
Posting Komentar